Headline
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
TAK banyak yang tahu awal perkembangan Islam di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Namun begitu, perkembangan Islam di daerah penghasil migas itu bisa ditelusuri dari keberadaan jejak dua makam ulama karismatik, Mbah Hasyim dan Mbah Sabil.
Tepatnya, di Desa Kuncen, Kecamatan Padangan, Bojonegoro, makam kedua ulama itu berada dan berdekatan dengan bangunan masjid. Setiap waktu, kedua makam itu sering didatangi umat Islam untuk berziarah. Terlebih, setiap tahun khususnya pada 6 Muharam, peringatan kematian (haul) atas keduanya selalu digelar.
KH Khanifuddin, salah satu dari keturunan ke-10 Mbah Sabil, kepada Media Indonesia menceritakan Islam telah berkembang di Bumi Bojonegoro sejak zaman Kerajaan Demak sekitar akhir abad XVI.
Penyebaran agama Islam di Bojonegoro itu tidak lepas dari jasa kedua ulama karismatik tersebut. "Mbah Hasyim dan Mbah Sabila. Keduanya di kemudian hari disebut Mbah Menak Anggrung," tutur dia saat ditemui di kediamannya, di Bojonegoro, kemarin.
Menurut dia, apabila dirunut ke atas, Mbah Sabil masih memiliki garis keturunan dari Kerajaan Mataram dengan nama asli Pangeran Adiningrat Dandang Kusumo. Penggantian nama dilakukan untuk menghilangkan jejak karena dia sengaja keluar dari keraton akibat tidak suka dengan sikap penjajah Belanda.
Dari Mataram, Mbah Sabil melakukan perjalanan dengan menulusuri Bengawan Solo hingga Desa Padangan. "Rencananya, beliau hendak mondok di Ampel Denta, Surabaya," ujar dia.
Namun, seusai bertemu dengan Mbah Hasyim, akhirnya Mbah Sabil bersedia membantu mengajarkan agama Islam bagi masyarakat sekitar. Untuk syiar Islam, keduanya membangun langgar (musala kecil) yang di kemudian hari berkembang menjadi masjid sekaligus pesantren
Dari ulama Mbah Sabil itulah, lahir banyak tokoh dan ulama menyebar di berbagai daerah. Beberapa di antaranya ialah Nyai Samboe Lasem (istri Muhammad Syihabudin, tokoh agama Islam di Rembang) yang di kemudian hari menurunkan Pengasuh Ponpes As-Syidiqqiyah Jember, KH Ahmad Sidiq yang kini menjabat Rois Am Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Menak Anggrung
Perihal Mbah Hasyim tidak banyak diketahui lantaran minimnya sumber referensi yang ada. Namun, disebutkan Mbah Hasyim sudah menjadi tokoh agama saat Mbah Sabil datang di Padangan. Bahkan saat itu, Mbah Hasyim menjabat Ketib Hasyim (juru tulis atau sekretaris).
Makam Mbah Hasyim satu cungkup dengan Mbah Sabil. Di dalam cungkup makam itu terdapat dua makam. Tidak ada yang mengetahui secara persis kapan meninggalnya dua ulama karismatik itu. Hanya seusai tutup usia, Mbah Sabil dimakamkan di sebelah masjid. Pesantren jadi tanggung jawab Mbah Hasyim. Tidak lama setelah itu Mbah Hasyim menghadap Sang Khalik. Jenazahnya dimakamkan di samping rekan seperjuangannya tersebut.
Makam kedua penyebar Islam itu dinamakan Sarean Menak Anggrung karena tempatnya anggrung-anggrung (menjulang tinggi) di tepi jurang Bengawan Solo. Barangkali berangkat dari peristiwa itulah, Mbah Sabil dan Mbah Hasyim dikenal sebagai Mbah Menak Anggrung. (S-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved