Headline
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
KENDARAAN pengangkut limbah bahan beracun berbahaya (B3) rencananya akan dipasangi alat pelacak (GPS tracking).
Hal itu dilakukan untuk memastikan material yang membahayakan lingkungan tersebut benar-benar sampai ke lokasi pengolahan.
Sejauh ini, peristiwa 'hilangnya' limbah B3 memang baru terjadi pada 2013.
Itu pun hanya satu truk pengangkut yang tidak diketahui ke mana akhir tujuan dari pembuangannya.
Akan tetapi, tercecernya limbah B3 di jalan juga perlu menjadi perhatian.
Apalagi, menurut catatan, produksi limbah B3 yang dapat didata secara resmi di Indonesia bisa mencapai 200 juta ton per tahun.
"Karena umumnya, dari 10 ton yang diangkut, 2-3 tonnya bisa tercecer di jalan," ucap Direktur Verifikasi Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non-B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Sayid Muhadhar, saat ditemui dalam Sosialisasi Konsultasi Teknis Perizinan Pengelolaan Limbah B3 Festonik dan Silacak Pengangkutan Limbah B3, di Gedung Bidakara Birawa Assembly, Jakarta, Senin (23/5).
Dengan demikian, alat pelacak yang ditanam itu dapat menunjukkan pergerakan truk pengangkut limbah B3 yang menurut rencana akan terintegrasi dengan server di Kementerian LHK dan data akan tersinkron setiap 5-10 menit sekali.
Saat ini ada 1.761 truk pengangkut limbah B3 yang terdata, baik milik penghasil, pengolah, maupun pengangkut limbah B3 yang sudah didata Kementerian LHK.
Dalam 6 bulan ke depan, seluruh truk itu akan diminta untuk dipasangi GPS tracking.
"Muaranya ialah kami ingin membangun sistem yang dapat dilihat secara online (daring), baik lewat web (laman) maupun aplikasi," imbuh Sayid.
Sertifikasi sopir
Selain memperbaiki sistem pada truk, di masa depan, semua sopir truk pengangkut limbah B3 akan disertifikasi Kementerian LHK.
Dengan demikian, pengaturan cara pengoperasian kendaraan pengangkut limbah juga akan dilakukan lewat prosedur operasional standar (SOP) oleh pemerintah.
"Bukannya (saat ini) tidak ada (SOP). Ada, tapi kadang kala tidak dipatuhi secara baik," tambah Sayid.
Ketidakpatuhan yang dimaksud, lanjut Sayid, berupa prinsip kehati-hatian dalam membawa muatan limbah B3 yang kerap tidak diindahkan. Seharusnya, pengereman hingga berbelok dilakukan secara hati-hati.
Jadi, tidak ada limbah yang tercecer.
Sementara itu, penasihat senior Balifokus, Yuyun Ismawati, saat dihubungi dalam kesempatan berbeda, menyatakan, selain pengawasan secara daring, pemerintah juga tidak boleh melupakan pengawasan di lapangan.
Bahkan, pembuatan saluran aduan (hotline) juga diperlukan sehingga masyarakat juga dapat mengadukan temuan di lapangan.
"Community (komunitas) dan masyarakat awam harus dikasih informasi dan hotline number supaya bisa melaporkan kejadian yang tidak wajar sesegera mungkin," terang Yuyun.
Dengan demikian, lanjut Yu-yun, tiap truk yang bergerak tidak sesuai dengan rute juga dapat diketahui dan diadukan masyarakat.
Bahkan, diperlukan juga pelabelan terhadap truk pengangkut limbah itu untuk mengetahui seberapa bahayanya tiap muatan yang berseliweran di jalan. (H-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved