Headline

Presiden Prabowo resmikan 80.000 Koperasi Merah Putih di seluruh Indonesia.

Fokus

Terdapat sejumlah faktor sosiologis yang mendasari aksi tawur.  

Perda Diskriminatif Harus Dihapus

Puput Mutiara
12/5/2016 07:20
Perda Diskriminatif Harus Dihapus
(ANTARA /ZABUR KARURU)

INDONESIA telah mengadopsi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (CEDAW) sejak 32 tahun silam melalui UU No 7/1984. Akan tetapi, hingga kini masih banyak terjadi kasus kekerasan terhadap perempuan.

Data Komisi Nasional Perempuan mencatat sepanjang 2015 terdapat 16.217 kasus. Terjadi peningkatan di ranah personal lebih dari 11 ribu kasus, sedangkan dalam lingkup komunitas bertambah 5.000 kasus dengan 1.657 di antaranya kekerasan seksual.

Menurut Staf Ahli Menteri Bidang Pembangunan Keluarga Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PP-PA) Sri Danti, hal itu salah satunya disebabkan sejumlah peraturan daerah (perda) yang belum sejalan dengan UU tersebut. “Ada lebih dari 300 perda tidak responsif gender, misalnya mengenai mobilitas, pakaian, dan aturan prostitusi itu juga secara tidak langsung menyasar perempuan,” ujarnya dalam diskusi 32 Tahun Ratifikasi CEDAW di Jakarta, Rabu (11/5).

Saat menanggapi persoalan tersebut, terang dia, Kementerian PP-PA telah menggelontorkan dana Rp322,9 miliar untuk perlindungan perempuan dan anak dari total anggaran pendapatan belanja negara (APBN) 2016 sebesar Rp769,3 miliar. Di samping itu, pemerintah juga terus berupaya membangun sinergi lintas kementerian/lembaga (K/L). Tidak hanya di pusat, tetapi juga melibatkan berbagai pemangku kepentingan di daerah.

Lebih lanjut, pihaknya bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri untuk meninjau ulang perda yang dinilai tidak responsif gender. Beberapa di antaranya bahkan sudah dicabut dan diamendemen. “Bukan saja konten hukumnya yang harus sinkron, persoalan struktural dan kultural juga perlu dibenahi,” ucapnya.
Ia menilai akar masalah diskriminasi sebenarnya berasal dari ideologi patriarkat yang sudah melembaga. Meskipun demikian, hanya beberapa daerah yang masih menerapkan budaya dengan perempuan dianggap sebagai kaum subordinat.

Hal itu dipahami serupa oleh anggota Majelis Kehormatan Hakim Desnayati. Pada kesempatan yang sama, ia memastikan agar prinsip nondiskriminasi harus menjadi dasar pemerintah dalam menentukan kebijakan layanan publik.


Tiga prinsip

Untuk menghapuskan diskriminasi, kata dia, ada tiga prinsip CEDAW yang harus diperhatikan. Pertama, persamaan substansif dengan cara menghapus stereotipe gender lewat pendekatan kolektif perlindungan hukum. “Kedua, mendorong penghapusan diskriminasi dan terakhir mengembangkan sistem hukum yang menjamin hak perempuan,” tutur dia.

Sementara itu, Veronica Siregar, National Program Officer UN Women, menekankan pentingnya pengawasan terhadap implementasi kebijakan di lapisan bawah. Apalagi kasus diskriminasi yang terjadi hampir merata hingga ke desa-desa. Dengan demikian, diperlukan peran serta masyarakat dalam menekan angka kekerasan terhadap perempuan. Lebih dari itu, keluarga memiliki andil terbesar dalam mengatasi persoalan di ruang privat. (H-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya