Headline
Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.
Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.
SETIAP pekan tepatnya pada Minggu, hampir dapat dipastikan rumah Irma Suryati yang berada di pinggir jalan raya tepatnya di Desa Karangsari, Kecamatan Buayan, Kebumen, dipastikan ramai. Mereka yang datang ialah penyandang disabilitas. Tak hanya bersilaturahim, Irma sengaja mengundang untuk berbagi dengan mereka.
"Pada masa pandemi, saya saja terkena dampaknya. Apalagi mereka. Maka dari itu, para penyandang disabilitas saya undang ke sini untuk menerima santunan. Sejak awal membuka usaha, saya sudah bertekad menyisihkan 20% dari laba untuk berbagai, terutama kepada para penyandang disabilitas. Memang, pada masa pandemi, usaha saya menurun omzetnya sehingga dana untuk berbagi juga berkurang. Yang penting, masih tetap ada yang bisa dibagikan untuk mereka," ungkap Irma.
Setiap bulannya, setidaknya Rp15 juta untuk membantu kaum disabilitas.
Wujudnya macam-macam, seperti sembako dan uang. Kalau kondisi labanya merosot, penyaluran bantuan juga mengalami penurunan. "Karena itulah, sebisa mungkin saya harus berusaha untuk mendatangkan laba. Paling minimal saya menyalurkan Rp15 juta, tetapi rata-rata antara Rp20 juta hingga Rp50 juta setiap bulan."
Selama masa pandemi, Irma mengaku lebih memperhatikan kondisi penyandang disabilitas. Dari sebelumnya yang tidak bisa bekerja karena pesanan keset merosot sampai kemudian bangkit dengan membuat masker. Ada 300 penyandang disabilitas yang secara fisik tidak mampu untuk menjahit.
Sebelum terjadi masa pandemi, mereka memang tidak bekerja. Namun, justru di masa pandemi, muncul ide, yakni memberdayakan mereka sebagai tenaga pemasar di dunia maya.
Dari 300-an penyandang disabilitas yang tidak dapat menjahit, kini 32 di antaranya telah berdaya menjadi pemasar produk-produk Mutiara Handycraft melalui media sosial.
"Ada yang lewat akun media sosial pribadi, seperti Facebook, Instagram, Tiktok, hingga WA. Selain itu, ada juga disabilitas yang memasarkan melalui marketplace. Sejauh ini cukup baik pemasaran melalui marketplace. Saya menyesal kenapa baru sekarang sadar bahwa mereka bisa berdaya menjadi tenaga pemasaran di dunia maya. Tidak apa-apa, yang pasti masa pandemi justru memunculkan gagasan yang sebelumnya tidak terpikirkan," ungkapnya.
Salah satu penyandang disabilitas yang menjadi mitranya ialah Sutarno.
Ia memang tidak mampu untuk menjahit untuk memproduksi keset, tetapi ternyata dia memiliki kemampuan sebagai tenaga pemasaran. "Mas Tarno itu omzetnya cukup lumayan. Dalam sebulan terakhir, mampu menghasilkan omzet hingga Rp4 juta. Ia tidak lagi malu sebagai penyandang disabilitas. Dia memasarkan produk-produk dari Mutiara Handycraft melalui media sosial baik itu Instagram, Facebook, WA, maupun Tiktok. Alhamdulillah dia sudah mahir," paparnya.
Meski baru 32 penyandang disabilitas yang menjadi mitra pemasaran, Irma tetap tak patah semangat untuk memotivasi yang lainnya. Ia mendapatkan celah pemberdayaan pada saat pandemi datang. Irma membuktikan bahwa dia ialah orang yang tidak mengutuk kegelapan, tetapi berusaha menyalakan pelita untuk menerangi kegelapan. (Lilik Darmawan/N-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved