Headline
Pertambahan penduduk mestinya bukan beban, melainkan potensi yang mesti dioptimalkan.
Pertambahan penduduk mestinya bukan beban, melainkan potensi yang mesti dioptimalkan.
Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan
GUNUNG Gandang Dewata di Sulawesi Barat kerap disebut sebagai hutan perawan. Ketinggiannya yang mencapai 3.307 meter di atas permukaan laut (mdpl) disertai medan terjal menjadikan hutan gunung ini masih sulit terjangkau orang awam.
Akan tetapi, masyarakat telah mengendus potensi kekayaan alam yang tersimpan di gunung ini. Tidak sebatas pada keanekaragaman tumbuhan, beragam jenis hewan yang ada di Sulawesi umumnya tergolong endemis (langka).
Guna mencari keberagaman tersebut, sebanyak 30 peneliti dan teknisi dari Deputi Bidang Keanekaragaman Hayati Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melakukan eksplorasi sejak 15 April hingga 4 Mei 2016 di Gunung Gandang Dewata, Sulbar.
“Gandang Dewata selain berada di kawasan wallacea (bioregion) juga mewakili ekosistem pegunungan yang unik. Spesies yang ditemukan selain unik juga endemis,” ujar Amir Hamidy, Koordinator Utama Ekspedisi Bioresources Indonesia 2016 di Mamasa, Sulbar, Sabtu (30/4) kepada Media Indonesia yang ikut dalam ekspedisi ini.
Hampir setiap individu yang diteliti pada saat eksplorasi memiliki keunikan tersendiri dan berbeda dari jenis yang pernah ada. Bahkan, ungkapnya, rata-rata endemis Sulawesi tidak pernah ditemukan di belahan dunia mana pun.
Lantaran keunikan tersebut, Pemda Kabupaten Mamasa sejak 2008 telah mengusulkan Gunung Gandang Dewata menjadi taman nasional. Sayang, hingga kini prosesnya masih dalam pembahasan.
“Sulbar termasuk kawasan prioritas pembangunan. Harapannya, data yang kita dapat seminimal mungkin memberikan kontribusi ke Bappenas untuk merancang grand design nasional,” ucap Amir.
Adapun target eksplorasi dari jumlah spesimen yang terkumpul mulai ketinggian 1.700 mdpl hingga 2.500 mdpl sudah tercapai. Lebih dari itu, sebagian besar jenis hewan dan tumbuhan yang ada tergolong endemis Sulawesi.
Jenis baru
Dalam ekspedisi, beberapa peneliti berhasil mengidentifikasi adanya jenis baru dari tiap spesies yang ditemukan. Misalnya, kandidat jenis baru Limnonectes sp dan Oreophryne sp yang juga kemungkinan endemis Sulawesi.
“Untuk katak pohon saja di Sulawesi itu ada tiga jenis sebenarnya, tapi kemarin yang kita temukan itu ternyata berbeda. Selain katak, ular di sini juga endemis,” tukas Amir yang juga ahli reptil dan amfibi.
Peneliti Burung Pusat Penelitian (Puslit) Biologi LIPI, Tri Haryoko, memaparkan terdapat 417 jenis burung di Sulawesi dengan 116 jenis endemis. Masing-masing memiliki karakteristik yang hampir mirip dengan bagian tengah dan tenggara. Hasil temuan dan identifikasi mulai ketinggian 500 mdpl hingga 2.000 mdpl, ada 45 jenis burung dengan 70% endemis. Namun, dari jumlah itu hanya 27 individu yang dikoleksi, sisanya dilepaskan dengan pencincinan. “Fungsinya untuk monitoring, jadi bisa mengukur sejauh mana dia cari makan dan jalur distribusinya.”
Di sisi lain, ungkapnya, ada satu jenis alap-alap yang dinilai unik. Jika biasanya burung ini termasuk predator, tapi setelah diteliti organ dalam di lambungnya terdapat serangga yang mengindikasikan sebagai pemakan serangga.
Bukan hanya alap-alap, sekitar 70% sampai 80% spesies yang ditemukan ialah pemakan serangga. Menurut Tri, selain perlu penelitian lebih lanjut mengenai keragaman jenis serangga juga harus diidentifikasi jenis tumbuhan buah yang ada di Sulawesi.
“Kita hampir tidak menemukan pohon buah. Tapi baru di ketinggian 1.900 mdpl ke atas, dari serasah ada buahnya dan itu pun buah keras,” ujar Peneliti Ekologi Tumbuhan Puslit Biologi LIPI, Endang Kintamani.
Adapun hasil survei Peneliti Etnobotani Puslit Biologi LIPI Septiani Dian Arimukti terhadap 10 responden yang dianggap mewakili masyarakat Dusun Rantepongko, Desa Pondok Bakarung, Kabupaten Mamasa, Sulbar, menyebutkan bahwa pada umumnya masyarakat ikut memanfaatkan hasil hutan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
“Mereka biasanya ambil kayu bakar dan beberapa jenis tumbuhan, seperti daun sendaniki dan balenangko yang bisa dimasak,” ucapnya. Hanya, kebiasaan mengambil kayu dari hutan tanpa mereka sadari bisa memicu terjadinya longsor di kawasan Gunung Gandang Dewata. (H-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved