Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

Menebar Inspirasi, Menyebar Ilmu

Kristiadi
03/9/2021 06:00
Menebar Inspirasi, Menyebar Ilmu
Kegiatan mengajar Mamat Rahmat.((MI/Adi K))

DI Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, tiga orang disabilitas berkiprah buat sekitarnya dengan membagi ilmu. Setara dan Berdaya mengangkat kiprah Mamat Rahmat, Safrida Martanti, serta Hermiadi.

Mamat Rahmat, 57, bukan cuma pemijat tunanetra biasa. Ia istimewa karena juga mengajar Al-Qur’an. Ia mengelola kegiatan belajar mengaji Al-Qur’an Braille secara tatap muka bagi anak-anak tunanetra di kotanya. Pun, mengajar daring bagi anak-anak tunanetra asal Bandung, Jakarta, serta kota-kota lain di Jawa hingga Malaysia. Muridnya di negeri jiran sebagian berprofesi sebagai TKI. Ada pula warga negara Malaysia.

Buat memayungi kegiatan pendidikannya, Mamat mendirikan Yayasan Al-Hikmah. Menggunakan metode telepon dan kini dengan sambungan Whatsapp sejak 2004 bagi muridnya yang berlainan kota dan negara, Mamat lebih dulu akrab dengan pengajaran jarak jauh yang baru populer di dunia pendidikan konvensional sejak pandemi.

Profesi sehari-hari Mamat ialah pemijat di Klinik Pijat Hikmah Jari yang ia dirikan tiga dekade lalu. Lokasinya di Jalan Cintarasa, Kelurahan Empangsari, Kecamatan Tawang. Mamat sempat bersekolah di Kejar Paket hingga di Panti Sosial Bina Netra (PSBN) Wyata Guna, Bandung, jurusan keterampilan pijat hingga mendapat sertifikat pada 1989.

Saat belajar pijat itu ia berjumpa pasangan hidupnya, Safrida Martanti, 59, sesama tunanetra yang kini juga ikut mengajar. Mereka berbagi tugas saat mengajar tatap muka siswa tunanetra yang setiap hari datang, jumlahnya berkisar 10 hingga 15 orang. Mamat mengajar murid laki-laki, sedangkan istrinya fokus pada siswa perempuan.

"Saya membuka jasa pijat untuk membantu melancarkan peredaran darah pasien. Awalnya praktik di Pangandaran. Saya menabung dari jasa pijat yang saat itu Rp4.000 hingga naik menjadi Rp20.000 per orang, hingga akhirnya bisa beli rumah di sini. Sekarang nafkah utama saya tetap dari memijat, termasuk untuk menyekolahkan putri saya hingga kuliah di Universitas Siliwangi Tasikmalaya," ujar Mamat kepada Media Indonesia, Kamis (26/8).

Dengan tarif pijat terbaru, Rp70 ribu untuk layanan di tempat dan Rp100 ribu jika harus datang ke rumah pengguna jasaanya, sebelum pandemi Mamat bisa melayani 3-5 orang per hari atau per bulan sekitar 100 orang. Dari usaha pijatnya, Mamat bisa menafkahi biaya hidup keluarga dan pendidikan anak-anaknya sebesar Rp3 juta-Rp5 juta per bulan.

"Setelah covid-19 ini, setiap bulan hanya dapat Rp300 sampai Rp500 ribu karena peminat berkurang. Hanya 1 sampai 5 orang. Bahkan, terkadang tak ada pemasukan, kami harus menyesuaikan, semula makan tiga kali sehari menjadi dua kali. Saya sendiri memijat dan mengajar tatap muka dengan mematuhi protokol kesehatan, pakai masker dan aturan lainnya," kata Mamat.

Total murid yang pernah diajar dan yang masih aktif diajar mencapai 484 orang. Namun, siswa yang datang langsung, yang semula 20 orang, kini di masa pandemi hanya tersisa 4 orang. "Dari kegiatan mengajar, saya dapat uang pulsa sebagai penganti, belum ada donatur khusus," ujar Mamat yang mengaku tunanetra ketika terkena penyakit cacar saat belia.

Berkomitmen untuk terus mengajar sembari terus menanti tamu di klinik pijatnya, Mamat berharap dukungan bagi para penyandang disabilitas seperti dirinya yang sangat terpukul karena pandemi. "Pada 2021, terima bantuan satu kali yaitu beras 10 kilogram, 2020 terima 3 kali. Semoga kami masih bisa bertahan dengan usaha pijat ini." (X-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik