Headline
Pemerintah tegaskan KPK pakai aturan sendiri.
PEMBELAJARAN jarak jauh (PJJ) di lingkungan pendidikan dasar dan menengah yang sudah berlangsung sekitar 8 bulan sudah saatnya dievaluasi. Ada kecenderungan siswa dan orangtua merasa jenuh sehingga mengabaikan interaksi dengan pihak sekolah.
Demikian benang merah dari diskusi daring yang diselenggarakan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), kemarin. Menurut anggota Dewan Pakar FSGI Retno Listyarti, pelaksanaan PJJ fase pertama pada Maret-Juni 2020, peserta didik masih mampu mengatasi tekanan psikologis karena pembelajaran tatap muka sempat dilakukan selama 9 bulan.
Selain itu, guru mata pelajaran, wali kelas, dan teman-teman satu kelasnya masih sama sehingga antarsiswa ada komunikasi aktif dan saling membantu dalam mengerjakan tugas sekolah.
"Pada PJJ fase kedua ini, siswa kesulitan mengatasi masalah psikologis," ujarnya. Itu terjadi karena siswa naik kelas dengan situasi yang berubah. Wali kelasnya ganti, guru mata pelajaran berbeda, dan kemungkinan besar kawan--kawan sekelasnya juga berbeda.
Di sisi lain, peserta didik belum mengalami pembelajaran tatap muka sejak naik kelas. "Tidak dapat dimungkiri, pandemi ini berdampak pada psikososial pelajar, seperti perasaan bosan, khawatir tertinggal pelajaran, merasa tidak aman, merindukan teman-teman, dan khawatir tentang penghasilan orangtua," imbuhnya.
Pada suasana seperti itu, menurut Retno, orangtua bisa menjadi penguat anak, tetapi sekaligus dapat menjadi sumber masalah. Misal, munculnya kekerasan pada anak secara emosional karena tidak memiliki kesabaran mendampingi anak belajar.
Untuk itu, Retno mengimbau pemerintah melalui Kementerian Kesehatan dan dinas kesehatan harus mengambil peran penting dalam membantu masyarakat, orangtua, maupun anak untuk memahami apakah dia terdampak secara psikologis.
"Kementerian dan dinas kesehatan harus bersinergi dengan dinas pendidikan dan Kantor Kementerian Agama di kabupaten/kota maupun provinsi untuk ikut membina kesehatan mental peserta didik," ujarnya.
Tiga kasus yang menimpa siswa di daerah hingga merenggut nyawa sudah cukup menjadi pertanda terjadi kecenderungan perubahan psikologis pada anak.
Gotong royong
Keberadaan PJJ pada dasarnya sebagai media pembelajaran yang tidak membebani siswa pada saat pandemi covid-19 ini. Untuk itu, Kemendikbud sekolah menuntut pihak sekolah menuntaskan seluruh capaian kurikulum untuk kenaikan kelas maupun kelulusan.
"Kesehatan dan keselamatan warga satuan pendidikan dan masyarakat luas menjadi prioritas. Di saat yang sama harus tetap memastikan bahwa pembelajaran tetap berjalan, sebagai hak anak-anak atas pendidikan," ujar Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbud Evy Mulyani, kemarin.
Menurut Evy, semua pihak termasuk seluruh kepala daerah, kepala satuan pendidikan, orangtua, guru, dan masyarakat harus bergotong-royong mempersiapkan pembelajaran di masa pandemi ini. Kemendikbud yakin, dengan semangat gotong royong di semua lini, semua kendala pendidikan di masa pandemi dapat dilewati. (LN/Aiw/H-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved