Headline
Pertambahan penduduk mestinya bukan beban, melainkan potensi yang mesti dioptimalkan.
Pertambahan penduduk mestinya bukan beban, melainkan potensi yang mesti dioptimalkan.
Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan
MUDA dan perempuan. Dalam sekali tepukan, sutradara Livi Zheng, 31, berhasil mematahkan anggapan bahwa orang muda dan perempuan ialah kaum lemah yang tidak bisa apa-apa.
Bukan dengan bualan, perempuan kelahiran Blitar, Jawa Timur, itu membuktikannya dengan karya nyata melalui film berjudul Bali Beats of Paradise (2018) dan Brush with Danger (2014) yang diputar di sejumlah bioskop Hollywood, Amerika Serikat.
Laman penilaian film Imdb memberikan skor 7,3 dari skala 1-10 untuk film Brush with Danger. Sebaliknya, Rotten Tomatoes hanya memberikan nilai 20% di Tomatometer yang artinya buruk. Namun, di sisi lain, film ini justru mendapatkan rating 43% untuk audience score yang artinya cukup bagus atau disukai penonton.
Sementara itu, film dokumenter Bali Beats of Paradise masuk seleksi nominasi Piala Oscar kategori best picture. Film yang diputar di AS, Korea, dan Indonesia itu menceritakan seniman Bali I Nyoman Wenten, yang memperkenalkan gamelan di Los Angeles.
Tidak sedikit pengakuan positif yang diterima Livi karena karya-karyanya itu. Salah satunya bahkan membuka jalan Livi untuk masuk dunia animasi bersama Walt Disney.
Livi bercerita, waktu premiere film Bali Beats of Paradise di Academy of Motion Picture Arts and Sciences, California, kebetulan ada petinggi Walt Disney yang datang. Setelah pertemuan itu, datanglah pinangan Walt Disney untuk Livi.
“Saya ditawari kontrak untuk menjadi konsultan Walt Disney untuk Asia Tenggara di film Raya and The Last Dragon,” ucap Livi dalam wawancaranya dengan Metro TV, kemarin pagi.
Film animasi Disney Raya and the Last Dragon ialah film yang mengangkat kebudayaan Asia Tenggara. Tadinya film itu akan dirilis di bioskop pada November 2020. Karena pandemi covid-19, film animasi ini akan ditayangkan pada Maret 2021, dikutip dari cuplikan video trailer yang diunggah Livi di akun Instagram-nya. Film itu digarap para sineas dari studio yang sebelumnya sukses menggarap film Moana dan Frozen.
Karena dianggap berprestasi menyuarakan kebudayaan asli Indonesia, Livi didapuk sebagai Ikon Pancasila 2019 dari Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) bersama sutradara dan juga aktor senior Slamet Rahardjo dan penari tradisional Didik Nini Thowok.
Makin kukuh
Kehidupan ibarat dua sisi mata uang yang berbeda. Di satu sisi Livi memang dipuji, tetapi tidak sedikit juga yang mencaci maki dan merendahkan Livi. Misalnya, banyak orang menyangsikan kemampuan Livi menembus Oscar lewat film Bali Beats of Paradise.
Dengan keluasan hatinya, Livi menerima kritik tersebut yang menjadi modalnya untuk terus melangkah. “Meskipun kamu dihantam badai, kamu harus tetap melangkah maju. Misalnya dihina, difitnah, dicaci maki, direndahkan, anggaplah itu pupuk yang akan membuatmu makin kukuh,” serunya.
Pesan itu juga ditujukannya kepada seluruh pemuda dan pemudi Indonesia dan menjadi salah satu refleksi penting menjelang peringatan Hari Sumpah Pemuda pada 28 Oktober.
Meski dipuji dan dicaci, Livi bergeming dan terus melangkah maju menciptakan hasil karya terbaiknya. Selama pandemi covid-19 dua bulan terakhir, ungkap Livi, ia dibuat sibuk dengan belasan proyek iklan.
“Saya sedang mengerjakan banyak iklan. Dua bulan terakhir ini, ada 12 iklan yang saya kerjakan bersama tim. Sejak bulan lalu kita sudah melakukan banyak syuting dengan protokol covid-19,” tuturnya. (H-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved