Headline
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan
ORGANISASI Kesehatan Internasional mengungkapkan penggunaan bahasa yang aman dalam pemberitaan kasus bunuh diri bisa tekan angka kasus kematian akibat bunuh diri.
“Topik mengenai bunuh diri memang serius, tapi kami punya kabar baik. Artikel berita yang mengikuti panduan pemberitaan bunuh diri mendapatkan tingkat interaksi yang lebih tinggi di Facebook,” ujar Moira Burke, Research Scientist Facebook, lewat workshop daring yang bertajuk Panduan Pelaporan Berita Bunuh Diri dan Kesehatan Mental, Sabtu (10/10).
Baca juga: Tips Aman dan Bebas Stres Gunakan Media Sosial
Hasil studi yang ia paparkan tersebut merupakan proyek kerja sama antara dirinya, Farshad Kooti yang juga merupakan salah satu Research Scientist di Facebook, Dr. Steven Summer, yang juga seorang praktisi kedokteran sekaligus ilmuan di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC).
Proyek ini dimulai karena Steven Summer yang bekerja di CDC sering berpergian ke beberapa wilayah di Amerika Serikat dengan angka kematian akibat bunuh diri yang cukup tinggi. Steven sering mendapatkan pertanyaan soal pemberitaan media seputar kematian akibat bunuh diri tersebut. Pemberitaan yang banyak memuat secara gamblang bagaimana seseorang melakukan tindakan bunuh diri dan seberapa jauh hal ini berkontribusi sebagai hal pemicu bertambahnya kasus kematian akibat bunuh diri.
“Penyebab bunuh diri memang kompleks. Ada bukti substansial yang menunjukkan bahwa pemberitaan mengenai tindakan bunuh diri yang dilakukan seseorang bisa mendorong orang lain untuk melakukan hal yang sama. Contohnya, adalah ketika aktor Robin Williams meninggal karena bunuh diri beberapa tahun lalu, kasus bunuh diri di Amerika Serikat meningkat 10% (1.841 kasus) lima bulan setelahnya dan ada 32% kenaikan angka bunuh diri menggunakan metode bunuh diri yang sama,” jelasnya.
Pihaknya menyadari alasan mengapa hal ini bisa terjadi ada bermacam-macam, termasuk terpaparnya informasi akan kasus bunuh diri dari orang lain, perubahan norma tentang bunuh diri, atau identifikasi seseorang terhadap orang lain dengan karakteristik maupun situasi serupa.
“Ini bahkan bisa juga secara implisit memberikan ide cara bunuh diri kepada seseorang yang sedang dalam kondisi tertekan,” tandasnya.
Moria mengatakan, ada beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa pemberitaan media memainkan peranan penting dalam penularan perilaku maupun pencegahan bunuh diri. “Kabar baiknya, adalah pemberitaan bunuh diri yang tepat dapat mengurangi resiko meningkatnya angka bunuh diri sehingga bisa mengubah persepsi masyarakat, mematahkan mitos yang beredar dan menjelaskan kekompleksitas isu tersebut ke publik,” tegasnya.
Panduan pemberitaan yang lebih aman:
Elemen berbahaya
Elemen pencegahan
Lebih lanjut kata Moira, di Facebook juga memahami bahwa ini adalah isu yang penting. Sehingga pihaknya pun mencari tahu sejauh mana interaksi yang didapat dari pemberitaan yang aman terkait bunuh diri di Faceboook. Pihaknya menganalisa 1.000 artikel berita berbahasa Inggris terkait bunuh diri yang paling banyak dibagikan di Facebook. Artikel-artikel tersebut ditelaah lebih jauh oleh tim apakah sesuai dengan 27 poin panduan yang ada di 18 elemen berbahaya dan 9 elemen pencegahan). Pihaknya juga mengukur sejauh mana interaksi artikel dilihat dari jumlah angka yang shares, likes, comments, reactions.
“Selama ini ada anggapan bahwa menggunakan bahasa yang lebih sensasional dapat menarik lebih banyak orang untuk mengklik artikel berita. Namun dalam penelitian yang kami lakukan, kami menemukan bahwa artikel yang menggunakan bahasa yang lebih aman dan tidak sensasional justru mendapatkan hasil interaksi yang lebih tinggi di Facebook,” paparnya.
Ia juga menyayangkan berdasarkan temuannya kebanyakan artikel berita bunuh diri masih menyertakan elemen berbahaya dan jarang menyertakan elemen pencegahan, seperti menyertakan nama orang yang meninggal menggunakan kata bunuh diri di judul, memberikan detil spesifik tentang lokasi kematian, maupun metode bunuh diri.
“Sementara itu, elemen pencegahan yang direkomendasikan dalam panduan justru jarang ditampilkan. Hanya 16% dari artikel berita terpopuler tentang kasus bunuh diri di Facebook yang menyertakan informasi layanan hotline,” pungkasnya. (OL-6)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved