Headline
PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif impor baru untuk Indonesia
PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif impor baru untuk Indonesia
MALAM itu, sekitar pukul 18.00 WIB, langit sudah pekat menyelimuti Dusun Bambangan
KEBIJAKAN baru pemerintah sebagai revisi Surat Keputusan Bersama (SKB) empat menteri, yang membolehkan sekolah di zona hijau maupun kuning melaksanakan kegiatan belajar mengajar (KBM) secara tatap muka di tengah pandemi virus korona harus diperketat.
Hal ini menjadi solusi ketika sekolah tak mampu menjalankan pembelajaran jarak jauh (PJJ), terutama di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Menurut Kabiro Kerja sama dan Humas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Evy Mulyani, sekolah di daerah 3T akan terbantu dengan adanya kebijakan baru tersebut.
“Saat ini, 88% dari keseluruhan daerah 3T berada di zona kuning dan hijau. Dengan adanya penyesuaian SKB, satuan pendidikan yang siap dan ingin melaksanakan pembelajaran tatap muka memiliki opsi untuk melaksanakannya,” ujar Evy, kemarin.
Selama pandemi, diakui, banyak satuan pendidikan di daerah 3T yang kesulitan melaksanakan PJJ karena minimnya akses internet. Hal tersebut dikhawatirkan berdampak negatif terhadap tumbuh kembang dan psikososial anak secara permanen.
“Namun, nanti dalam pelaksanaannya diharapkan dilakukan secara bertahap dengan protokol kesehatan yang ketat,” imbuhnya.
Sesuai arahan Mendikbud Nadiem Makarim sebelumnya, pembelajaran tatap muka diharapkan terlaksana secara bertahap. Dengan syarat 30%-50% dari standar peserta didik per kelas untuk masuk pada tahap pertama.
Untuk SD, SMP, SMA, dan SMK dengan standar awal 28 sampai 36 peserta didik per kelas menjadi 18 peserta didik. Untuk sekolah luar biasa (SLB), yang awalnya lima sampai delapan menjadi lima peserta didik per kelas.
Evy menambahkan, satuan pendidikan hanya boleh melakukan pembelajaran tatap muka dengan persetujuan pemda. Lalu harus juga ada izin dari kepala sekolah, dan orangtua siswa.
Terpisah, pakar pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung Cecep Darmawan menyebutkan kebijakan pemerintah tersebut seharusnya disertai penjelasan dasar pertimbangan dari perubahan kebijakan.
“Kalau di zona kuning diperbolehkan tatap muka, atas pertimbangan apa? Itu dijelaskan ke publik agar tidak khawatir,” kata Cecep, kemarin.
Menurut Cecep, kebijakan tersebut membahayakan keselamatan siswa dan guru, terutama pada jenjang TK, SD, dan SMP. “Kalau lemah pada jejaringnya, maka diperluas, atau masalahnya kuota bagi anak kurang mampu, itu diselesaikan,” pungkasnya.
Kurikulum darurat
Sementara itu, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengapresiasi Kemendikbud yang telah meluncurkan kurikulum darurat sebagai acuan guru dan sekolah dalam menggelar PJJ di masa pandemi covid-19.
Namun, Wasekjen FSGI Satriawan Salim menyayangkan kebijakan pemerintah tersebut disertai opsi sekolah dapat membuat kurikulum sendiri.
“Kita khawatirkan sekolah justru membuat standar yang lebih longgar ketimbang kurikulum darurat yang dibuat Kemendikbud,” tutur Satriawan. (Ant/H-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved