Headline
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan
Akar masalah persoalan itu disinyalir terjadi di hulunya atau memang susah menerapkan protokol kesehatan sesuai standar.
Menanggapi hal itu, Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Hermawan Saputra, mengatakan, ada pendekatan yang sifatnya mikro atau makro. Di dunia, bahkan negara yang kasus covid-19-nya sudah terkendali secara baik, seperti Tiongkok, Korea Selatan Jepang dan beberapa negara lain, tetap berisiko terjadi penularan hingga muncul klaster baru.
"Ketika membuka kebijakan pelonggaran, mengizinkan aktivitas pendidikan, perkantoran, industri pariwisata itu tetap berisiko. Sehingga kasus pasti naik. Persoalannya adalah apakah kasus naiknya itu terkendali dan terukur atau akan membuat dampak snowball yang tidak terkendali," jelasnya dalam keterangan resmi, Kamis (23/7).
Di luar negeri, lanjut Hermawan, fokusnya pada hal tersebut. Sedangkan Indonesia tantangan hulunya memang ada di kebijakan juga. Dalam upaya mengendalikan virus, apakah kasus kesehatannya dulu atau memang menumbuhkan geliat ekonomi sembari mengharapkan kasusnya terkendali.
"Nah ini menjadi tantangan kita, karena begitu motif ekonomi maka semua sektor kan memang dibuka dengan harapan semua menjaga protokol kesehatan. Namun, di negara-negara lain tadi, apapun bentuk pekerjaan begitu diberi ruang kelonggran, kasus pasti naik," tambahnya.
Jadi, kata Hermawan lagi, bisa dipastikan kendati semua orang menjaga jarak, menggunakan masker, dan satu sama lain dalam kedisiplinan tinggi, terjadinya transmisi tetap ada. Sebabnya, adanya aktivitas dekat, keramaian dan juga suasana publik.
"Kalau kita bicara antara pasar dan perkantoran karakternya memang agak beda, walaupun sama-sama ada orang, ada barang, dan ruang. Tetapi di pasar itu pasti lebih dinamis, karena pembeli itu kita tidak tahu," ujarnya.
Sementaa itu, kalau orang di kantor semuanya terdeteksi, semuanya terdata dan diketahui aktivitasnya sehingga faktor resikonya lebih gampang terukur. Namun, kalau di pasar sulit mengendalikan penjual dan pembeli.
"Penjual mungkin ia bisa kita indentifikasi dan juga kita bisa melakukan upaya pencegahan dengan siklus barang dan juga penyiapan bisnis, tapi kalau orang yang sifatnya pembeli nah ini kan bebas, yang motifnya berbagai macam datang ke pasar juga potensi resikonya," ujarnya.
Jadi, pengawasan di pasar memang harus ketat dan protokol kesehatannya. Edukasi saja tidak cukup, tetap butuh pengawasan.
"Berbeda dengan kantor kalau di kantor kan sebenarnya orang-orang relatif terdidik dan terdata, rutinitasnya ada sehingga pengawasan itu otomatis dengan supervisor atau manager. Pengawasan tidak hanya dalam produktivitas, tapi juga pengawasan dalam perilaku protokol kesehatan," pungkasnya. (FER)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved