Headline

Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Dian Sastrowardoyo Tantangan Terbesar Film Nasional

Fathurrozak
02/6/2020 00:55
Dian Sastrowardoyo Tantangan Terbesar Film Nasional
Aktris Dian Sastrowardoyo(MI/Sumaryanto Bronto)

AKTRIS Dian Sastrowardoyo, 38, dianggap sebagai salah satu Srikandi Indonesia di bidang perfilman. Ia dikenal luas lewat perannya di Ada apa dengan Cinta (AADC), berperan sebagai Kartini, Aruna, hingga kini duduk sebagai produser.

Perjalanan panjang di dunia film dimulai ketika perempuan kelahiran Jakarta, 16 Maret 1982, itu membintangi video klip yang membawanya bertemu dengan beberapa sutradara, dan memunculkan minatnya pada dunia film.

Dengan jam terbang yang tinggi itu, Dian pun memahami bahwa di negeri ini apresiasi penonton masih menjadi tantangan terbesar industri perfilman untuk tumbuh besar. Menurutnya, budaya mengapresiasi seni di Tanah Air masih sangat minim sehingga industrinya pun masih harus terseok-seok untuk bertumbuh. Bukan hanya film, lebih lanjut, Dian juga menyebut industri seni lain seperti teater juga masih minim
apresiasi.

Oleh sebab itu, ia mengatakan wajar bila sutradara seperti Joko Anwar protes ketika banyak penonton di Indonesia yang senang mengakses film bajakan. “Tantangan terbesarnya adalah apresiasi dari penonton lokal. Kalau itu tumbuh, semua resource dan benefit yang akan masuk itu kan untuk kembangkan kualitas dan kuantitas industri itu, akan ada kualitas yang lebih baik,” urainya saat siaran langsung bersama Kinosaurus pada Sabtu (30/5).

Dian mengambil contoh industri film Korea Selatan yang saat ini sudah tumbuh besar. Dengan apresiasi dan konsumsi domestik yang baik, juga akan mendorong perbaikan kualitas produksi yang dihasilkan.

“Semua gambar film Korea sudah bagus banget. Kita film yang bisa begitu dikit banget. Mereka sudah punya duit untuk grading per frame-nya, jadi duit berbicara. Kalau kita enggak bisa hidup dengan hasil penjualan kita, mau sampai kapan pun juga enggak bakalan ada film Indonesia yang masuk Oscar,” sahut ibu dua anak itu.


Siap pakai

Di sisi lain, sambung Dian, ketersediaan aktor siap pakai di Indonesia juga masih sangat minim. Dia melihat ketika di Eropa, Inggris, dan Amerika Serikat, industri keaktoran baik untuk layar perak maupun panggung sudah memiliki entitas pendidikan formalnya, maka bisa tercipta industri keaktoran.

Produser Guru-Guru Gokil ini juga mengakui, saat ini memang industri film atau televisi di Indonesia masih mematuhi permintaan pasar, dengan lebih memilih ‘muka komersial’. “Cerita yang dibikin di sini juga selalu berulang,” serunya.

Ia mengambil contoh, peran utama dalam cerita di Indonesia buat perempuan yang sering mengimitasi karakter Cinta di film Ada apa dengan Cinta, yang diperankan Dian. Sosok perempuan yang baik, enggak kriminal, dan waras menjadi stereotip orang Indonesia yang disenangi penonton.

Giliran ada karakter perempuan tangguh, seperti 27 Steps of May yang diperankan aktris Raihaanun, penontonnya tidak banyak. Padahal, fi lm ini mendapatkan apresiasi Piala Citra untuk pemeran utama wanita terbaik dari FFI 2019.

Ia pun berkaca pada pengalaman dirinya. Film pertamanya Bintang Jatuh (2000) diedarkan indie di kampus-kampus dan tidak ditayangkan di bioskop. Tadinya, Dian hanya berniat magang jadi asisten sutradara, tetapi malah ditawari berakting di film karya Rudi Soedjarwo itu. Siapa nyana, dari film indie itu, nama Dian justru makin harum hingga akhirnya diajak beradu akting dengan aktor dan aktris senior di Pasir Berbisik.

“Proses yang agak keras banget buat Dian muda. Dan proses yang enggak enak. Tapi kalau enggak gue lewatin, enggak ada Dian di sini,” pungkas sarjana fi lsafat itu. (H-2)


 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya