Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
DALAM dunia pendidikan tidak ada satu resep tunggal dalam membangun sistem untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Karena itu, dalam menciptakan sistem pendidikan yang penting ialah sesuai kondisi dan situasi Indonesia.
“Banyak sekali orang berasumsi bahwa harus ada satu solusi. Namun kalau kita tanya semua menteri pendidikan di dunia jawaban solusinya beragam, semua tergantung konteks, murid, demografi area dan banyak indikator lain,” kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim dalam acara Kuliah Umum Media Indonesia bertajuk Reformasi Pendidikan Nasional, yang dipandu Direktur Pemberitaan Media Indonesia, Usman Kansong, kemarin.
Karena itu, Nadiem menilai untuk menciptakan sistem pendidikan yang optimal harus mengakomodasi perbedaan daerah, sekolah, dan siswa.
Ia mengungkapkan Program Merdeka Belajar fokus kepada peningkatan hasil dari pembelajaran siswa yang akan diukur dengan pencapaian nilai Programme for International Student Assessment (PISA). Nadiem mengungkapkan salah satu hal penting dalam membangun SDM adalah kreativitas. Menumbuhkan kreativitas dapat dilakukan dengan memberikan beragam project base learning dengan menciptakan suatu produk. “Jadi bukan hanya dengan membaca sesuatu kemudian diambil tes, tetapi lebih kepada menciptakan karya,” tutur Nadiem.
Pendiri Gojek itu menyebutkan ada sejumlah cara mengoptimalkan sistem pendidikan yang mengakomodasi keberagaman Indonesia, utamanya kearifan lokal. Kearifan lokal membuat siswa melihat korelasi dan relevansi yang dipelajari dengan yang dibutuhkan di kehidupan ke depannya.
Untuk itu diperlukan kurikulum yang fleksibel yang bisa mengakomodasi hal tersebut. Dalam kaitan kurikulum tersebut, Nadiem menyadari setiap sekolah dan daerah memiliki level kompetensi fundamental yang berbeda, baik itu literasi, numerisasi maupun hal lainnya.
Ia berpendapat tidak masuk akal memaksakan suatu standardisasi di setiap tahun pembelajaran di kurikulum.
Nadiem juga menyebutkan perlunya memberikan ruang fleksibilitas bagi guru untuk menentukan level mengajar yang benar. Untuk itu diperlukan sejumlah perlengkapan maupun assessment untuk mengukur kemampuan anak.
“Esensi dari Merdeka Belajar adalah memberikan potensi terbesar untuk para guru dan murid untuk berinovasi dan meningkatkan kualitas pembelajaran secara mandiri.”
Mendikbud juga menyebut tidak semua kinerja murid harus diukur dengan angka, tetapi dapat dinilai dengan berbagai aktivitas maupun ekstrakulikuler di luar sekolah.
Pemerataan teknologi
Nadiem mengutarakan peme¬rataan akses teknologi menjadi suatu hal yang tidak dapat ditawar. Pemerataan akses tersebut dapat meratakan kesenjangan dari pendidikan itu sendiri.
Namun, strategi teknologi ke depannya tidak akan keluar dari esensi pendidikan, yakni kualitas dari tenaga pendidik atau guru. Kualitas guru menjadi hal terpenting karena ini tidak dapat digantikan oleh teknologi. “Fokus inisiatif teknologi kita adalah untuk membantu guru meningkatkan potensi mereka. Untuk mencari guru-guru penggerak yang terbaik di seluruh Indonesia dan memastikan mereka bisa menjadi pemimpin-pemimpin pembelajaran di sekolah-sekolah,” terang Nadiem.
Konsep melatih guru pun akan berubah, dari yang sebelumnya melalui seminar dan workshop sekarang menjadi lebih praktis, yakni pelatihan di dalam sekolah.
Oleh sebab itu, salah satu ide Nadiem adalah menciptakan sekolah penggerak dan sekolah-sekolah ini akan tersebar di Indonesia, serta menjadi pusat pelatihan di daerah-daerah. “Apakah semua transformasi ini bisa terjadi dalam lima tahun? Tentu tidak, ini merupakan suatu proses transformasi yang minimal 10 tahun, tetapi ini harus kita mulai sekarang,” imbuh Nadiem.
Siswa Pancasila
Nadiem menyebutkan salah satu mandat dari Presiden Joko Widodo adalah agar kurikulum disesuaikan dengan tujuan profil pelajar Indonesia ke depan. Untuk itu, pihaknya telah memilih enam profil pelajar yang disebut pelajar Pancasila. “Pertama bernalar kritis, yakni bisa melakukan problem solving. Ini erat kaitannya dengan kognitif.”
Kedua, mandiri. Dalam hal ini memancing siswa secara independen termotivasi untuk meningkatkan kemampuan dan secara independen bisa mencari pengetahuan baru.
Ketiga, kreatif, yakni siswa menciptakan hal-hal baru dan berinovasi dengan tetap memiliki rasa cinta terhadap kesenian dan kebudayaan.
Keempat, gotong royong, yaitu pelajar harus memiliki kemampuan kolaborasi sebagai soft skill utama di masa depan dan mereka bisa bekerja secara tim.
Kelima, adalah kebinekaan global. Profil pelajar ini dimaksud mereka mencintai keberagaman budaya dan keberagaman agama serta ras, tidak hanya dari negaranya sendiri tetapi juga global.
Terakhir adalah berakhlak mulia. Di sini, pelajar dituntut memiliki moralitas, spiritualitas, serta etika.
“Kita ingin mencapai enam profil ini menjadi pilar inti dari kurikulum kita maupun pola pembelajaran kita di dalam kelas sehingga pendidikan karakter memang akan menjadi salah satu pilar inti,” tutur Nadiem.
Lebih lanjut Nadiem menyarankan agar semua pihak, khususnya para orang dewasa, menghilangkan pola pikir takut salah. Ia mengaku sedih ketika mengetahui banyak di masyarakat kita banyak yang takut salah, terutama di dunia pendidikan. “Karena kesalahan adalah cara saya sebagai individu untuk belajar paling cepat. Proses pembelajaran itu adalah agar anak secara mandiri membayangkan dan mencari berbagai solusi dengan berfikir multidimensi untuk memecahkan suatu persoalan.” (Dro/S1-25)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved