MENTERI Pendidikan Nadiem Makarim memutuskan pada 2020 akan menjadi tahun terakhir pelaksanaan ujian nasional (UN) di Indonesia. Penyelenggaraan UN selanjutnya akan diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter. Asesmen ini terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi), dan penguatan pendidikan karakter. Bagaimana sejarah perjalanan UN di Indonesia yang punya banyak nama tersebut? Berikut penelusuran Tim Riset Media Indonesia.
1950 – 1965 Ujian Penghabisan
Awalnya pada tahun 1950–1965, ujian nasional ketika itu disebut dengan ujian penghabisan. Saat itu materi ujian dibuat Departemen Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan. Pada periode ini Menteri Pendidikan dijabat oleh nama-nama seperti Sarmidi Mangunsarkoro, Bahder Djohan, Wongsonegoro, Mohammad Yamin, Soewandi Notokoesoema, dan Prijono.
1965–1971 Ujian Negara
Pada masa ini ujian penghabisan berganti nama menjadi ujian negara, yang waktu dan materi ujiannya ditentukan pemerintah pusat. Tujuan ujian ini adalah untuk menentukan kelulusan, sehingga siswa dapat melanjutkan ke sekolah negeri atau perguruan tinggi negeri apabila telah lulus ujian negara. Sedangkan bagi yang tidak lulus ujian negara tetap memperoleh ijazah dan dapat melanjutkan ke sekolah atau perguruan tinggi swasta. Saat ini yang menjabat Menteri Pendidikan adalah Sarino Mangunpranoto, Sanusi Hardjadinata, dan Mashuri saleh.
1972–1979 Ujian Sekolah
Berubah dari ujian negara pemerintah ketika itu menyelenggarakan ujian nasional di sekolah masing-masing. Pemerintah pusat hanya menyusun pedoman dan panduan ujian nasional yang bersifat umum. Menteri Pendidikannya kala itu adalah Sumantri Brodjonegoro dan Syarief Thayeb.
1980–2001 Ebtanas
Pada periode ini Ujian Nasional disebut dengan nama evaluasi belajar tahap akhir nasional (EBTANAS) dan EBTA (evaluasi belajar tahap akhir). Ebta sendiri mengujikan berbagai mata pelajaran non-ebtanas. Tujuan ebtanas sendiri adalah mengendalikan, mengevaluasi, dan mengembangkan mutu pendidikan. Dalam melaksanakan ebtanas, sekolah berkoordinasi dengan pemerintah pusat. Sedangkan pada ebta, koordinasi sekolah adalah dengan pemerintah provinsi. Kelulusan siswa ditentukan oleh kombinasi hasil ebta dan ebtanas ditambah nilai ujian harian pada rapor. Siswa dinyatakan lulus ebtanas jika meraih nilai rata-rata untuk semua mata pelajaran yang diujikan minimal enam, meskipun ada nilai di bawah tiga. Menteri Pendidikan pada masa-masa ini adalah Daoed Jusuf, Nugroho Notosusanto, Fuad Hassan, Wardiman Djojonegoro, Wiranto Arismunandar, Juwono Soedarsono dan Yahya Muhaimin.
2002–2004 Ujian Akhir NAsional
Pada periode ini Ujian nasional disebut dengan ujian akhir nasional (UAN) menggantikan ebtanas. Saat periode ini Menteri Pendidikan dijabat Abdul Malik Fajar dan Bambang Sudibyo.
2005–2012 Ujian Nasional
Untuk pertama kalinya istilah ujian nasional diperkenalkan di bawah Menteri Pendidikan Muhammad Nuh ketika itu. Ujian nasional disebut dengan ujian nasional (UN) menggantikan ujian akhir nasional (UAN) dan menjadi syarat kelulusan.
2014-2015 Ujian Nasional Berbasis Komputer
Selanjutnya pada 2014, ada perubahan model UN karena untuk pertama kalinya di bawah Menteri Pendidikan Anies Rasyid Baswedan, Ujian nasional berbasis komputer (UNBK) kali pertama dilakukan. Pada masa ini ujian nasional tidak lagi menjadi syarat kelulusan. Ditetapkan saat itu bahwa lulus atau tidaknya seorang peserta didik, akan dinilai oleh sekolahnya. Jika sekolah menyatakan lulus, maka peserta didik tersebut akan mendapatkan sertifikat dari negara. Namun, jika seorang peserta didik dirasa kurang dalam pencapaiannya, maka bukan sekolahnya yang diulang, namun pendidikannya. (OL-11)