Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
UPAYA pemerintah melarang peredaran rokok elektrik di Indonesia makin serius dengan revisi Peraturan Pemerintah nomor 109 tahun 2012 yang mengatur tentang peredaran rokok elektrik di Indonesia.
Deputi Bidang Kesehatan Kementeian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, proses revisi kini sudah mulai merumuskan rancangan PP yang baru.
"Revisi PP 109/2012 dalam tahap penyusunan, pada tingkat PAK sudah merumuskan bentuk RPP dan ternyata masih ada 3 pending isu yang belum menjadi kesepakatan, untuk itulah ketiga isu tersebut diangkat pada tingkat kemenko," kata Deputi Kesehatan Kemenko PMK Agus Suprapto kepada Media Indonesia, Minggu (17/11).
Dirinya mengungkapkan, pembahasan selanjutnya masih menunggu arahan Menteri Koordinator PMK.
Agus menyatakan, pihaknya juga telah menerima usulan resmi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk melarang peredaran rokok elektrik di Indonesia.
Baca juga : Indonesia Jadi Tempat Buangan Rokok Elektrik
"Memang sampai dengan saat ini rokok elektrik termasuk vape (produk isi ulangnya : liquid atau essens tembakau bentuk cair) dipayungi PMK 156/2018 tentang tarif cukai hasil tembakau, BPOM dan kemenkes tidak merekomendasikan penggunaan barang impor tersebut, bahkan saat ini bersiap untuk menerbitkan kebijakan pelarangan karena faktanya itu berbahaya bagi kesehatan," tuturnya.
Sembari menunggu rampungnya revisi PP nomor 109 tahun 2012, Agus menyebut pemerintah telah mengeluarkan sejumlah alternatif kebijakan untuk pelarangan rokok elektrik yang saat ini masih dipertimbangkan.
Pertama, Pelarangan penggunaan zat adiktif nikotin. Selanjutnya, revisi PMK 156/2018 yang menjadi titik masuk dari segi legalitas untuk perdagangan cairan rokok elektrik.
"Ketiga, pelarangan impor alat dan atau cairan rokok elektrik, serta pelarangan peredaran alat elektronik untuk pemanasan nikotin," ucapnya.
"Saat ini kami sedang membahas kebijakan yang paling tepat, pembahasan juga merujuk beberapa pengaturan di negara lain yang sifatnya ada yang meregulasi sampai dengan melarang seluruhnya," imbuh Agus.
Diketahui, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar 2018, menunjukkan bahwa prevalensi anak usia 10-18 tahun yang menggunakan rokok elektrik mencapai 10,9% atau meningkat lebih dari 10 kali lipat dalam kurun waktu yang 2 tahun (1,2% sirkesnas 2016). (OL-7)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved