Headline
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan
Belum semua wilayah di Indonesia menerapkan Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) yang optimal. Hal itu disayangkan lantaran Indonesia rentan mengalami berbagai kejadian bencana alam, angka kecelakaan lalu lintas yang tinggi, maupun bahaya terorisme yang mengancam sewaktu-waktu.
“Kejadian bencana yang kerap menimbulkan korban masal. Hal itu sangat membutuhkan layanan kegawatdaruratan yang cepat dan tepat,” sebut Ketua Umum Ikatan Konsultan Kesehatan Indonesia (Ikkesindo) Brigjen (Purn) Dr.dr. Supriyantoro SpP, MARS, di Jakarta, Seniin (1/2).
Ada sejumlah hal yang menyebabkan penerapan SPGDT belum maksimal. Hal itu antaralain belum memadainya jumlah tempat tidur di Instalasi Gawat Darurat (IGD). Imbasnya, kerap terjadi pasien rujukan gawat darurat dirawat di ruangan biasa lantaran tempat di IGD penuh.
Masalah lain adalah, keterbatasan alat dan jumlah tenaga medis berkompeten dengan bidang kegawatdaruratan. Misalnya, terbatasnya jumlah perawat di ruang IGD, dan sebagainya. Juga kerap terjadi, lantaran fasilitas gawat darurat untuk bayi (NICU) penuh, bayi yang dalam kondisi gawat terpaksa ditempatkan di ruang gawat darurat biasa.
Selain itu, belum semua RS terkoneksi dengan jaringan hotline gawat darurat 119. Imbasnya pasien menjadi terlambat mendapat pertolongan secepatnya karena ‘dipingpong’ ke sana kemari lantaran antar-RS belum memiliki sistem jaringan komunikasi yang baik.
“Salah satu juga yang juga masih sering dilupakan para petugas RS adalah prosedur merujuk. Banyak kita jumpai keluarga pasien kebingungan pada saat dikatakan oleh petugas UGD/IGD bahwa tempat tidur penuh,” tambah Supriyantoro, yang sebelumnya menjabat sebagai Sesjen Kemenkes RI tersebut.
Belum optimalnya penerapan SPGDT, menurut Supriyantoro, tidak hanya terjadi di RS daerah. Sarana kesehatan di kota-kota besar, seperti Jakarta, juga memiliki kendala serupa.
Menurut Supriyantoro, ke depan, penerapan SPGDT di pra-RS , di dalam RS dan komunikasi, informasi maupun koordinasi antar RS, perlu terus menerus ditingkatkan. Sejatinya kemenkes RI sebagai regulator sudah membuat peraturan dan pedoman terkait SPGDT dan beberapa daerah baik di tingkat propinsi, kabupaten, kota sudah menjadikan SPGDT menjadi salah satu prioritas.
Namun, masih diperlukan upaya yang lebih kuat,konsisten serta saling berintegrasi antar wilayah satu dan lainnya, sehingga SPGDT tersebut akan terkoneksi secara nasional dan lintas sektoral. (OL-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved