Headline
Pemerintah belum memastikan reshuffle Noel.
AGENDA politik nasional tahun ini tidak hanya menyita perhatian publik, tetapi tidak sedikit juga menyebabkan ketegangan dan keterbelahan masyarakat. Akibatnya, masyarakat menjadi gampang mengumbar emosi, kebencian, makian dan permusuhan akibat ketidakcerdasan dalam menangkap informasi yang provokatif dan menyesatkan.
Memasuki bulan suci Ramadan ini, kondisi tersebut semestinya harus disudahi. Ramadan bukan sekadar menahan lapar dan haus, melainkan juga menahan diri dari emosi, kebencian, dan perpecahan. Karena Ramadan yang diperingati oleh seluruh umat Islam di berbagai penjuru dunia menjadi momentum terbaik bagi umat Islam membangun persaudaraan dan perdamaian.
Ketua Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Provinsi DKI Jakarta, Prof Dr KH Ahmad Syafii Mufid MA, meminta kepada masyarakat pada umumnya dan masyarakat muslim pada khususnya di Indonesia agar menjadikan Ramadan sebagai sarana untuk penyucian jiwa maupun penyucian pikiran dengan membuka, membaca, merenungkan, dan memaknai kitab suci Alquran.
Ini sebagai upaya untuk menyegarkan pikiran dalam membangun persaudaraan dan perdamaian di tengah masyarakat.
“Bulan Ramadan ini tentunya harus kita gunakan sebagai wadah untuk penyucian pikiran agar pikirannya itu menjadi pikiran yang sehat dan pikiran yang bertanggung jawab. Dengan merenungkan dan memaknai Alquran, mudah-mudahan bisa menjadi petunjuk mengenai apa yang harus kita lakukan dalam kondisi bangsa semacam ini. Karena hidup ini adalah sebuah ujian untuk kita agar bisa beramal dan berbuat yang baik untuk negara dan bangsa ini,” ujar Ahmad Syafii di Jakarta, Selasa (7/5).
Lebih lanjut pria yang juga menjabat sebagai Direktur Indonesia Institute for Society Empowerment (Insep) ini mengatakan, dengan perbuatan yang baik itulah yang nantinya menjadi bekal kita semua sebagai manusia untuk kembali kepada Allah SWT.
“Kalau kita tidak memikirkan itu, tentunya kita nanti yang akan rugi. Sekarang ini kita muda, sebentar lagi menjadi tua, setelah tua kita meninggal. Nah kalau meninggal apa yang kita bawa kalau bukan amal perbuatan kita selama di dunia. Kalau tidak ada yang kita bawa maka kita nanti akan menyesal. Itu dari sisi kegaiban,” ujarnya.
Lalu dari sisi lahiriah, menurut dia, kalau manusia sudah makin tua, tidak punya lagi jabatan atau pengaruh lagi di masyarakat yang mana hidupnya selama ini dituntun oleh orang lain, maka mereka nantinya akan sadar bahwa apa yang diperbuat dan dilakukannya selama ini dengan berbagai macam model misalkan berbuat jahat, tidak jujur, tidak adil, suka memfitnah atau mengatakan dengan kata-kata yang tidak benar, itu nanti penyesalannya akan luar biasa.
“Itu yang seringkali tidak disadari, tidak dipahami oleh orang-orang yang masih sehat, masih gagah, uangnya banyak dengan kekuasaan itu. Bahwa menjaga lisan dan juga perbuatan kepada sesama umat manusia itu juga merupakan sesuatu bekal yang akan kita bawa di akhirat nanti,” kata Ahmad Syafii.
Tak hanya itu, pascapesta demokrasi yang telah dijalankan bangsa ini, dia meminta kepada seluruh masyarakat agar dapat menjalin silaturahim dengan tidak mengumbar emosi, kebencian, makian, dan permusuhan. Dia merasa prihatin kalau masih saja ada dari sebagian masyarakat yang berpikirnya untuk sendirian, kelompok yang senantiasa untuk menafikan orang lain dan kelompok orang lain.
“Boleh lah berkontestasi atau bermusabaqah. Tetapi bermusabaqah lah atau berkontestasi lah secara jujur, adil dengan menggunakan pikiran, hati dan perasaan secara baik, utuh, manusiawi dan berakhlakul karimah,” kata peraih pascasarjana Antropologi dari Universitas Indonesia ini.
Baca juga: Cara Kerja Sistem Kekebalan Tubuh
Dia mengamati dalam jejaring media sosial yang ternyata banyak sekali kontestasi itu diwarnai dengan penyebarluasan kampanye negatif atau kampanye hitam dari satu pihak terhadap pihak lawannya. Dan itu terjadi selama delapan bulan lebih dan bahkan memasuki Ramadan ini pun juga masih ada. Hal tersebut tentunya menjadi problem besar bangsa ini.
“Karena bangsa ini sudah terkotakkan. Orang yang netral, berada di tengah-tengah pihak dan berusaha bijaksana sudah ditarik ke sana ke sini untuk membuat pernyataan ini itu, dukungan kepada kelompok ini itu. Sehingga ketika terjadi pemilahan sosial semacam ini tentunya menjadi sulit siapa yang bisa diterima oleh kedua belah pihak. Tentunya ini problem serius buat bangsa kita saat ini,” katanya.
Diakuinya, dengan kondisi seperti itu tentunya agak sulit untuk mencari sosok figur yang netral yang bisa menjadi panutan masyarakat. Namun demikian menurutnya, kita semua tidak boleh putus asa. Di bulan Ramadan ini lah sejatinya kita semua mau untuk introspeksi dan mawas diri.
“Apa yang telah kita lakukan selama ini tentunya kita banyak istihfah kepada Allah dan membaca Alquran sebagai petunjuk bagi manusia seluruhnya. Karena di dalam Quran itu disebutkan bukan untuk muslimin saja, tapi untuk seluruh manusia. Dan fungsinya untuk membentengi untuk membedakan mana yang hak dan mana yang batil, mana yang benar dan mana yang salah,” ujarnya.
Menurutnya, melakukan tadarus Alquran bagi umat muslim itu adalah untuk menempatkan wahyu Allah itu di atas pikiran manusia.
“Jangan di balik wahyu Allah ditafsirkan menurut emosi, perasaan, dan nafsu manusia. Kalau terbalik seperti itu yang terjadi adalah panas. Kalau panas itu terjadi maka yang terjadi adalah permusuhan antara yang satu dengan yang lain,” ujar peneliti senior Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehidupan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat, Kementerian Agama ini.
Lalu kepada umat muslim yang sudah memiliki posisi-posisi yang baik itu, menurut Ahmad Syafii, hendaknya Ramadan ini juga bisa digunakan sebagai sarana untuk penyucian harta dengan ditebarkan untuk kepentingan masyarakat pada umumnya. Karena dengan cara seperti itu maka akan muncul rasa cinta kasih dan kedamaian.
“Kalau cinta kasih dan kedamaian itu muncul dari para tokoh atau para elite, maka masyarakat akan mengikuti dan kembali bahwa kita itu sebagai bangsa yang damai. Yang mana sebagai bangsa yang satu dengan yang lain, seperti duku yaitu ketika ikrar bersama sebagai Satu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa lalu dilanjutkan proklamasi kemerdekaan Indonesia yang mana proklamasi kemerdekaan itu untuk memakmurkan bangsa Indonesia,” katanya.
Untuk itu, ia meminta kepada seluruh umat muslim bahwa bulan Ramadan ini harus bisa menjadi momentum terbaik bagi umat Islam membangun persaudaraan dan perdamaian. Karena masyarakat Islam di Indonesia dan di seluruh dunia telah menyambut Ramadan dengan berbagai macam tradisi yang sangat luar biasa, indah dan penuh makna.
“Kalau di Semarang ada acara namanya Warak Ngendok dalam menyambut Ramadan. Warak Ngendok itu adalah simbolisasi yang bermula dari ajaran para wali di zaman dahulu. Warak itu diibaratkan makhluk rekaan yang merupakan akulturasi/persatuan dari berbagai golongan etnis di Semarang yaitu etnis China, etnis Arab dan etnis Jawa sebagai upaya intuk menjaga kehormatan, perilakunya agar sesuai dengan akhlak yang mulia,” ujarnya.
Dijelaskan Ahmad Syafii, hal itu terjadi karena di zaman para wali dulu, kalau manusia bisa menjaga perilaku dengan akhlak yang mulia, maka warak itu akan ngendok (bertelur) yang artinya berbuah dan bermanfaat, sehingga menjadi manusia yang bermanfaat. Sehingga dapat menjadi manusia yang bisa menjaga moral, budi pekerti, akhlak, karakter yang luhur. (OL-1)
Program ini menjadi bukti bahwa Ramadan tak hanya sebagai momen ritual ibadah semata, tetapi langkah nyata memperkuat solidaritas sosial.
Kesejahteraan masyarakat mengalami penurunan selama Ramadan hingga Idul Fitri 2025. Hal ini tercermin dari data Survei Konsumen Bank Indonesia (BI) per Maret 2025.
Pembahasan tentang puasa Syawal terkait dalil hukum dan beda pendapat mazhab, nilainya seperti puasa setahun, orang yang tidak berpuasa Ramadan, dan niat puasa Syawal. Berikut penjelasannya.
Pada momen Ramadan dan Lebaran, kesehatan kulit harus dijaga agar tidak terpengaruh dengan pola makan, hidrasi, dan gaya hidup.
Melalui program Hampers Produk Mustahik ini, Baznas telah melakukan Kurasi Produk untuk mendukung UMKM binaannya dalam memproduksi kue-kue berkualitas.
Yasir turut mengapresiasi seluruh tim YBM PLN serta para muzakki yang telah berkomitmen untuk terus mewujudkan kepedulian sosial, terutama kepada para mustahik, di bulan Ramadan ini.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved