Headline

Presiden Prabowo resmikan 80.000 Koperasi Merah Putih di seluruh Indonesia.

Fokus

Terdapat sejumlah faktor sosiologis yang mendasari aksi tawur.  

Belajar Circular Economy dari Denmark

MI
06/4/2019 10:25
Belajar Circular Economy dari Denmark
Tumpukan Sampah(ANTARA/Risky Andrianto)

Masalah sampah di Indonesia seakan tidak ada habisnya. Tercatat 65 juta ton sampah yang diproduksi Indonesia per tahun baik yang berbentuk limbah maupun padat. Dari angka tersebut hanya sebagian kecil yang mampu diserap untuk didaur ulang, sedangkan sisanya bertahan bahkan sampai mencemari lingkungan sekitar, terutama terbawa arus air ke laut. Sebagai negara produsen sampah yang besar, Indonesia perlu menerapkan sistem pengelolaan sampah yang modern dan berkesinambungan, misalnya, konsep circular economy and solid waste management yang sudah lama diterapkan di Denmark.

Circular economy and solid waste management ialah sebutan bagi sistem ekonomi yang mendaur ulang setiap material yang ada. Sistem ekonomi tersebut dilakukan Denmark dan diklaim mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang ramah lingkungan. "Dengan peningkatan populasi dan ekonomi Indonesia, setiap tahunnya jumlah limbah akan meningkat. Estimasi peningkatannya antara 2%-4% per tahunnya. Hanya sekitar setengah dari 65 juta ton limbah itu yang dikumpulkan dan dibawa ke tempat penampungan sampah. Sementara itu, sisanya akan berakhir di alam, di sungai, atau di lautan," jelas penasihat sektor lingkungan Kedutaan Besar Kerajaan Denmark untuk Indonesia, Morten Holm van Donk, dalam acara diskusi bersama media di kediaman Dubes Denmark, Jakarta, Kamis (21/3).

Morten menambahkan, Indonesia dan Denmark telah memulai usaha kerja sama untuk mengatasi masalah sampah. Kerja sama dilakukan langsung oleh kementerian lingkungan dari masing-masing negara.

"Kementerian Lingkungan Denmark bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Kedutaan Besar Denmark di Jakarta berkolaborasi dalam usaha transisi Indonesia ke arah circular economy and solid waste management," imbuh Morten.

Memperjelas kerja sama itu, Dubes Kerajaan Denmark untuk Indonesia, Timor Leste, Papua Nugini, dan ASEAN, Rasmus Abildgaard Kristensen, menjelaskan bahwa kedua pihak sepakat untuk mengurangi jumlah limbah di tempat penampungan karena meskipun sudah di tampung, sampah dan limbah tersebut tetap bisa mencemari air dan lingkungan di daerah sekitarnya. "Banyak cara yang bisa dilakukan untuk mengatasinya, tapi di Denmark kami menemukan cara untuk menguangkan (monetize) masalah sampah ini," jelas Rasmus.

Baca juga: Eliminasi Polutan Organik Persisten

Menurut Rasmus, dengan menguangkan masalah sampah, masyarakat akan tertarik dan lebih terdorong untuk melakukan sesuatu demi menyelesaikan masalah sampah tersebut. "Di Denmark, kami juga melakukan kampanye agar orang tidak buang sampah sembarangan dan banyak LSM-LSM di seluruh dunia yang melakukan kampanye serupa. Kunci penting di Denmark adalah kemampuan untuk menguangkan limbah itu. Banyak caranya, misalnya, pajak atau menjualnya melalui circular economy," kata Rasmus.

Rasmus mencontohkan, di negaranya, perusahan-perusahaan yang membuang limbah harus membayar pajak, tapi perusahaan-perusahaan tersebut sebenarnya juga menjual limbah mereka sehingga justru bisa mendapatkan uang dalam sistem circular economy. Contoh, perusahaan Lego di Denmark telah melakukan sistem itu, yakni Lego menggunakan plastik dan menghasilkan limbah plastik. Uniknya, tak jauh dari lokasi Lego ada perusahaan-perusahaan lain yang menggunakan limbah plastik dari Lego untuk menghasilkan produk lain. Rasmus menjelaskan, limbah dari pabrik Lego kemudian dimanfaatkan untuk pemanfaatan pembuatan karpet dan alat plastik lainnya.

"Jadi, ini adalah salah satu contoh circular economy. Perusahaan-perusahaan ini jadi tetangga satu sama lain karena mereka bisa memanfaatkan limbah dari yang lainnya. Lego tak perlu menghabiskan uang untuk membuang limbah plastiknya. Bahkan, mereka bisa mendapat uang dari situ," tambah Rasmus.

Impor sampah

Contoh lainnya yang dilakukan Denmark ialah mengolah sampahnya menjadi sumber energi listrik. Saking suksesnya mengolah sampah menjadi listrik, Rasmus menjelaskan bahwa negaranya harus mengimpor sampah guna dijadikan bahan bakar pembangkit tenaga listrik di Denmark. "Kami melakukan sesuatu yang mungkin membuat orang-orang heran, yaitu mengimpor sampah," kata Rasmus.

Rasmus mengatakan bahwa Denmark mengimpor sampah dari negara tetangganya, Inggris. Di Denmark, sampah-sampah itu menjadi bahan bakar bagi pembangkit listrik insinerator. Panas dari pembakaran sampah di insinerator itu kemudian bisa digunakan untuk menciptakan energi listrik.

Pada 2015, Denmark telah mengimpor sekitar 300 ribu ton sampah dan ada kecenderungan bahwa angka itu bisa terus bertambah setiap tahunnya. Rasmus memaparkan, impor sampah dilakukan karena Denmark terlalu banyak membangun pembangkit listrik insinerator. Dampaknya memang sampah di Denmark berkurang, tapi itu membuat negara yang penduduknya paling bahagia di dunia itu harus mengimpor sampah agar pembangkit listrik insineratornya tetap hidup.

Berdasarkan data yang Rasmus paparkan, sekitar 23% sampah di Denmark masuk ke insinerator. Sebagian besar sampah di Denmark, sekitar 69%, didaur ulang kembali. Adapun sisanya, sekitar 7%, masih masuk ke tempat pembuangan akhir. Dirinya menjelaskan bahwa insinerator utamanya ialah untuk menyelesaikan masalah sampah, sedangkan hasil lain, misalnya energi listrik, hanya sebagai nilai tambah bagi cara pengolahan limbah tersebut. Jika Indonesia tertarik menerapkannya, Rasmus menyarankan agar Indonesia tidak terjebak hal yang sama. Maksudnya pembangunan pembangkit listrik insinerator di Indonesia menyesuaikan dengan jumlah sampah yang ada di daerah sekitarnya. Rasmus mengatakan bahwa Indonesia punya potensi besar untuk circular economy. Dirinya pun berharap akan ada banyak pelaku bisnis yang mengubah anggapannya soal limbah atau sampah, dari masalah menjadi sumber pundi-pundi rupiah. "Ini adalah peluang bisnis yang luar biasa besar," pungkas Rasmus. (Riz/M-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : PKL
Berita Lainnya