Headline
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
TIM Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memastikan keberadaan orang utan aman dari aktivitas pembangunan PLTA Batang Toru di Tapanuli Selatan, Sumatra Utara. Temuan baru itu sekaligus membantah kampanye yang dilancarkan sejumlah LSM bahwa pembangunan PLTA itu mengancam kehidupan orang utan dan satwa liar lain di Batang Toru.
Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK Wiratno mengungkapkan, sampai saat ini tidak ada orang utan yang terluka apalagi sampai mati akibat pembangunan PLTA Batang Toru.
"Sampai sekarang belum ada laporan satu ekor orang utan pun yang terbunuh dengan adanya proyek PLTA Batangtoru. Ini patut kita syukuri," kata dia pada sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (4/4).
Dia menjelaskan, KLHK memang sudah menurunkan tim pemantau yang terdiri dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatra Utara dan Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aek Nauli, Sumatra Utara, sejak Oktober 2018 lalu.
Wiratno menyatakan, tim bekerja independen secara berkesenimbangunan dengan pembiayaan sepenuhnya bersumber dari APBN. Untuk menjamin independensi, tim mengurangi interaksi dengan pihak yang pro maupun kontra dengan aktivitas pembangunan PLTA Batang Toru.
Pembangunan PLTA Batang Toru, lanjutnya, bisa menjadi pembelajaran menarik di masa yang akan datang bagaimana pembangunan bisa berjalan beriringan dengan upaya pelestarian satwa liar. Ia mengingatkan kepada calon investor apapun investasinya untuk selalu menerapkan prinsip kehati-hatian dalam proses pembangunan. Tujuannya agar kelestarian satwa liar bisa terjaga.
"Bukan hanya orang utan, melainkan juga harimau dan satwa liar lain,” terangnya.
Atasi krisis listrik
PLTA Batang Toru dirancang memiliki kapasitas 510 MW. Pembangkit itu akan menjadi andalan saat jaringan listrik Sumatra menghadapi beban puncak.
Meski memiliki kapasitas besar, namun tak ada bendungan besar yang dibangun. Melainkan hanya kolam harian yang luasnya sekitar 90-an hektare. Berbeda dengan di PLTA Jatiluhur yang menghasilkan tenaga listrik 150 MW tapi membutuhkan bendungan seluas 8.000 hektare.
Sekretaris Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Munir Ahmad menegaskan pentingnya pembangunan PLTA Batang Toru. "Saat ini pasokan listrik di Sumatra kritis. Kalau ada salah satu pembangkit mati, sebagian Sumatera akan padam," ujarnya.
Dia menjelaskan, beroperasinya PLTA Batang Toru bisa menggantikan pembangkit listrik berbahan bakar minyak. Itu akan berdampak pada penghematan biaya operasional yang besarnya bisa mencapai US$300 juta (Rp 4,5 triliun) per tahun.
“Kalau dibandingkan, biaya operasional dari PLTA Batang Toru hanya sekitar Rp1.600 per KWH. Bandingkan jika menggunakan bahan bakar minyak, bisa mencapai Rp3.000 per KWH,” bebernya. (RO/X-12)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved