Headline
Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.
Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.
DI sebuah rumah di Kampung Jogjogan, RT 003 RW 001, Desa Jogjogan No 99, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, dua orang warga bahagia. Masing-masing mendapatkan 1 gram emas.
Mereka tidak membeli emas tersebut melainkan hasil dari mengumpulkan sampah plastik dengan berat mencapai 237 kilogram (kg). Konsep sampah yang berbuah emas itu dijalankan Rumas Pengolahan Sampah (RPS) Citra.
Berdiri sejak 7 bulan lalu, RPS CItra diresmikan, Kamis (7/2) yang sekaligus menggelar acara pemberian emas tersebut. Selain dua warga yang menerima emas, RPS Citra sudah memiliki 13 orang nasabah tetap lainnya yang juga rutin menyetorkan sampah berupa botol plastik baik dari kemasan minuman, berbagai produk perawatan tubuh hingga oli bekas.
"Tujuan dari pembuatan RPS ini ingin mengangkat derajat ekonomi dari masyarakat sekitar," tutur sang penggagas RPS Citra, Lukman Nurdiansyah, kepada Media Indonesia.
Pemuda berusia 31 tahun itu bukanlah warga sekitar. Lahir di Jakarta dan kini tinggal di Kota Tangerang, Banten, Lukman terpanggil untuk bergerak bagi lingkungan di kawasan tersebut setelah mendengar beberapa insiden bencana, termasuk tanah longsor.
Gerakan pengumpulan sampah memang disadarinya tidak bersinggungan langsung dengan permasalahan tanah longsor. Meski begitu ia melihat gerakan ini dapat menjadi cara untuk menanamkan pengertian kepada warga akan pentingnya menjaga lingkungan.
Selain itu usaha tersebut juga bernilai ekonomi. Sebabnya, saat ini bisnis pengolahan sampah merupakan salah satu bisnis yang menjanjikan. Dengan begitu, kelangsungan kegiatan juga dapat terjamin.
"Kemudian juga untuk mengurangi masalah sampah yang ada di Jogjogan dan sekitarnya. Selain itu saya pun ingin mengedukasi masal, betapa pentingnya menjaga lingkungan ini," tutur Lukman.
Ia juga mengakui jika keputusan melaksanakan kegiatan di kawasan tersebut juga karena dukungan yang ada. Di kawasan tersebut Lukman mendapat dukungan tempat dan fasilitas.
"Adanya di sini. Di sini saja dulu, karena belum tentu di Tanggerang ada orang-orang yang men-suport dengan tempat dan fasilitas. Di sini, ketika ini berhasil, akan diaplikasikan di tempat tinggal saya dan tempat lain," lanjutnya.
Sementara itu, konsep imbalan berupa emas dipilih karena memperhitungkan nilai yang relatif stabil, bahkan meningkat, dengan begitu dapat menjadi tabungan bagi warga. Selain itu emas juga dianggap akan lebih tidak mudah dibelanjakan dibanding dengan uang tunai. Lukman khawatir jika memberikan imbalan berupa uang, warga akan cenderung konsumtif.
Meski begitu imbalan berupa emas ini memang lebih lambat untuk didapatkan. Dengan kisaran pengumpulan sampah per nasabah sebanyak 10-15 kg per hari maka untuk mendapatkan 1 gram emas dibutuhkan waktu penyetoran sampah hingga hampir sebulan.
Setelah gagal ke Jepang
Sebelum berhasil mendirikan RPS Citra, perjalanan cukup panjang harus dilalui Lukman. Lulus kuliah bidang teknologi informasi, ia bekerja di sebuah perusahaan penyelenggara acara hiburan. Pada 2016, ia berhenti dan masuk ke program kerja magang yang berlangsung di Cisarua dengan tujuan penempatan ke Jepang.
Namun harapan Lukman bekerja di Negeri Sakura pupus setelah terhalang biaya pemberangkatan dan penempatan. Dalam kondisi patah semangat, Lukman tetap menghabiskan waktu di kawasan Cisarua.
Ia begitu terenyuh ketika di kawasan itu terjadi bencana banjir hingga membuat salah satu jembatan yang berada di wilayah ia magang, rusak. Sementara, Lukman juga menyadari kesadaran menjaga lingkungan yang masih minim dimiliki warga.
Inspirasi berbisnis sampah kemudian ia dapatkan setelah membaca tentang kisah sukses peraih Kalpataru 2010, Mohammad Baedowy.
Tekad bisnis itu kemudian disambut para pimpinan Citra Alam Grup, yang juga merupakan tempatnya mengikuti program kerja magang. Lukman diberi fasilitas tempat yang kini menjadi rumah sampah, dan pinjaman dana sebesar Rp150 juta.
Lukman kemudian menjalankan bisnis itu dengan bantuan satu rekannya. Berdua mereka mengolah sampah yang dikumpulkan nasabah dengan mengoperasikan satu alat pencacah plastik. Per bulannya, RPS Citra bisa memproduksi 12 ton sampah botol dengan nilai keuntungan Rp12 juta hingga Rp14 juta per bulan. Dengan omzet sebesar itu, dirinya optimistis bisa segera mengembalikan pinjaman modal dalam waktu 2 tahun.
Kehadiran RPS Citra diapresiasi pihak Pemerintah Kabupaten Bogor. Kepala Bidang Pengolahan Sampah Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bogor, Atis Tardiana menyebutkan, kehadiran RPS itu sejalan dengan programnya yang ingin mengurangi sampah sebanyak 30%, target 2020.
Dia mengatakan, bank sampah-bank sampah dan tempat-tempat pengolahan sampah serupa RPS Citra sangat diperlukan. Karena baru 5%-6% sampah di Kabupaten Bogor yang terolah. Adapun saat ini produksi sampah di Kabupaten Bogor per harinya sebanyak 2850 ton.(DD/M-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved