Headline
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
INDONESIA merupakan negara endemis untuk penyakit demam berdarah dengue (DBD). Akan tetapi hingga saat ini antivirus untuk DBD masih belum ada.
Dr. Leonard Nainggolan SpPD-KPTI dari Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) menuturkan, karena belum adanya antivirus, hal yang perlu dilakukan ialah mencegah komplikasi pada pasien.
Komplikasi, ujar, dr. Leonard, diakibatkan karena bocornya plasma darah dan dapat membuat pasien mengalami syok.
Dijelaskan lebih lanjut olehnya, kebocoran plasma pada pasien DBD, membuat sebagian besar komponen-komponen yang ada pada plasma darah keluar dari celah endotel pembuluh darah. Akibatnya di dalam pembuluh darah terjadi pemekatan.
"Karena itu, untuk obat DBD ialah menjaga kecukupan asupan cairan pasien dengan memberikan cairan pengganti," ujar dr. Leonard dalam acara seminar awam bertajuk "DBD yang Tak Kunjung Musnah", di Gedung IMERI, FKUI, Jakarta, Rabu (13/2).
Baca juga: Belum Ada Daerah di Sumsel Berstatus KLB DBD
Cairan pengganti yang diberikan pada pasien, imbuh dr. Leonard, sebaiknya bukan hanya air putih, tetapi cairan yang mengandung elektrolit atau minuman yang mengandung gula. Hal itu juga dianjurkan oleh WHO pada 2011 lalu bahwa air putih saja tidak cukup menggantikan cairan bagi pasien DBD.
Pentingnya menjaga kecukupan cairan pada pasien DBD, ujarnya, untuk menggantikan cairan yang keluar dari dalam tubuh sebab pasien DBD pada fase akut atau tiga hari pertama sejak demam, rentan terkena dehidrasi dan kebocoran plasma darah.
Selain menjaga kecukupan cairan dalam tubuh, pasien DBD, terang Leonard, juga dapat diberikan obat penurun panas. Obat demam yang paling aman ialah paracetamol. Obat-obatan lainnya seperti steroid atau antibiotik tidak dianjurkan diberikan untuk menghindari timbulnya pendarahan.
Bukan Pantau Trombosit
Leonard menyampaikan banyak orang yang salah kaprah bahwa salah satu gejaa DBD ditandai dengan trombosit yang rendah. Padahal hal yang penting menurut Lenonard yakni dengan memeriksa juga hematokrin pasien, yakni perbandingan jumlah sel darah merah dengan volume darah keseluruhan. Hematokrin yang rendah dapat menimbulkan pembengkakan darah.
"Itu yang bisa menimbulkan syok," ucapnya.
Oleh karena itu, Leonard menegaskan bahwa tidak semua pasien DBD harus diberikan transfusi trombosit. Transfusi trombosit diberikan apabila jumlah trombosit pasien DBD, katanya, di bawah 100.000 disertai adanya pendarahan masif seperti muntah darah, buang air besar berdarah atau mimisan.
"Kalau itu terjadi baru diberikan transfusi trombosit," ucapnya.
Ia menuturkan, jika transfusi trombosit diberikan dikhawatirkan tubuh akan membentuk antibodi terhadap trombosit tersebut, bahkan memicu reaksi alergi tranfusi dan lain-lain.
Dr. Mulya Rahma Karyanti SpA (K) dari FKUI menuturkan DBD merupakan penyakit infeksi yang ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti pembawa virus dengue. Tanda dan gejala DBD antara lain demam tinggi mendadak, nyeri pada sendi, tulang dan otot, nyeri pada daerah belakang mata, sakit kepala hebat,kontipasi atau sulit BAB, mual atau muntah serta munculnya bintik -bintik merah pada kulit. (OL-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved