Headline
Ketegangan antara bupati dan rakyat jangan berlarut-larut.
Ketegangan antara bupati dan rakyat jangan berlarut-larut.
RUMAH sakit yang sudah berkomitmen kerjasama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan diberikan waktu hingga Juni 2019 untuk menyelesaikan persyaratan akreditasi. Hal itu ditegaskan oleh Menteri Kesehatan (Menkes) Nila F Moeloek dalam acara temu media bersama jajaran direksi BPJS Kesehatan dan Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) di Kantor Kementerian Kesehatan, Senin (7/1).
"Ini (akreditasi) syarat prosedural tapi untuk sisi kemanusiaan BPJS Kesehatan tidak memutuskan kerjasama dengan rumah sakit yang belum terakreditasi sampai 2019. Pelayanan kesehatan tidak boleh terganggu," ujar Menkes.
Berdasarkan data BPJS Kesehatan hingga Desember 2018 ada 2.217 rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Adapun yang telah terakreditasi berjumlah 1.759 dan rumah sakit yang sudah berkomitmen akan memenuhi akreditasi tahun ini 2019 sebanyak 341 RS. Selain itu yang tinggal menunggu penetapan akreditasi ada 39 rumah sakit.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan pemutusan kerjasama yang sempat dilakukan tidak hanya disebabkan akreditasi tetapi juga ada rumah sakit yang tidak memenuhi kredensialing atau penilaian meskipun telah terakreditasi. Dari 1.759 rumah sakit yang sudah terakreditasi, imbuh Fachmi, hanya dua yang tidak lolos syarat kredensialing. BPJS Kesehatan berharap rumah sakit bisa memanfaatkan waktu toleransi yang diberikan pemerintah untuk segera menyelesaikan akreditasinya.
Fachmi menyebut, pihaknya dan Menteri Kesehatan telah menyepakati bahwa rumah sakit yang belum terakreditasi tetap dapat melayani peserta JKN-KIS. Persyaratan akreditasi sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 99 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional.
"Masyarakat tidak perlu khawatir. Ini hanya masa transisi saja. Terdapat penundaan kewajiban akreditasi rumah sakit sampai pertengahan 2019 nanti," ujarnya.
“Akreditasi sesuai regulasi adalah syarat wajib untuk menjamin pelayanan kesehatan yang bermutu untuk masyarakat. Diharapkan rumah sakit dapat memenuhi syarat tersebut. Sesuai dengan Perpres 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan di pasal 67 ayat 3 untuk fasilitas kesehatan yang memenuhi persyaratan dapat menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan, dan ketentuan persyaratan diatur dalam Peraturan Menteri, terang Fachmi.
Fachmi mengatakan, fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan wajib memperbaharui kontraknya setiap tahun. Hakikat dari kontrak adalah semangat mutual benefit. Ia menegaskan bahwa pemutusan kerjasama yang sempat dilakukan bukan persoalan akreditasi saja, tetapi juga ada wanprestasi (pelanggaran perjanjian) dalam melayani peserta JKN-KIS dari rumah sakit, tetapi jumlahnya tidak signifikan.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Bambang Wibowo
menjelaskan pada 2018, sudah ada pemberitahuan sebanyak tiga kali kepada rumah sakit, kepala daerah dan dinas kesehatan terkait kewajiban akreditasi pada 2019. Pemberitahuan terakhir itu diberikan pada 12 Desember 2018 lalu supaya rumah sakit bersiap-siap.
"Dari pemberitahuan itu, apabila ada rumah sakit yang belum terakreditasi dan bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, kami minta membuat surat komitmen agar diberikan surat rekomendasi dari Menkes untuk melanjutkan kerjasama," terang Bambang.
Bambang enggan mengatakan langkah lebih lanjut jika hingga Juni 2019 mendatang, belum semua rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan terakreditasi.
Diakui Menkes, kondisi yang berbeda-beda di Indonesia membuat tidak semua rumah sakit dapat dengan mudah mengurus syarat akreditasi. Oleh karena itu, Kemenkes memberikan insentif bagi rumah sakit yang sulit dijangkau seperti di provinsi Papua ataupun Nias. Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS), terang Menkes, hanya menerapkan syarat dasar dalam standar akreditasi rumah sakit
"Diberikan keringanan. KARS tidak memakai syarat penuh, tetapi hanya syarat dasar sehingga akreditasi bisa dilakukan. Di Asmat, Papua misalnya tidak semua syarat akreritasi bisa diterapkan," ucap Menkes.
Bambang menambahkan biaya akreditasi rumah sakit bervariasi tergantung besar atau kecil. Apabila kapasitasinya di bawah 100 tempat tidur, tarif berdasarkan KARS sebesar Rp 32 juta dan umumnya dikerjakan oleh 3 orang surveyor dalam waktu 4 hari. Untuk rumah sakit pendidikan dan rumah sakit berkapasitas lebih dari 100 tempat tidur, biayanya bisa Rp 98 juta karena dikerjakan oleh banyak surveyor.
"Survei untuk akreditasi dilakukan tiga tahun sekali," ucap Bambang
Dalam mencapai akreditasi, dibutuhkan komitmen dari pemilik rumah sakit dan direktur rumah sakit. Ia mengatakan rumah sakit kecil dan jauh lokasinya akan difasilitasi dinas kesehatan, Persi agar bisa segera terakreditasi.
Adapun hal-hal utama yang diperhatikan sebelum melakukan akreditasi ialah rumah sakit harus mempunyai izin operasional, dipimpin oleh dokter atau dokter gigi, dokter atau tenaga kesehatan harus mempunyai surat izin praktik, ada komitmen untuk persoalan izin instalasi pengolahan air limbah.
"Kalau sudah memenuhi syarat dilakukan survei akreditasi," tukas Bambang. (OL-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved