Pelaksanaan Instruksi Presiden (Inpres) No.3/2014 yang dimaksudkan untuk menghimpun dana zakat dari kalangan pegawai negeri sipil (PNS) dan TNI/Polri ternyata belum berjalan secara optimal.
Terbukti, hasil pencapaian dana yang terhimpun hanya sekitar Rp5,32 miliar atau 0,91% dari total potensi zakat di kementerian/lembaga (K/L) setiap tahunnya yang mencapai Rp582,36 miliar.
Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Bambang Sudibyo mengatakan, perlu ada kerja sama dan komitmen dari seluruh K/L agar target penghimpunan zakat tersebut bisa dioptimalkan.
"Dari 71 K/L baru 32 yang menjalankan Inpres. Karena itu bersama-sama kita rumuskan kembali mekanisme yang lebih sesuai dalam meningkatkan kesadaran PNS menunaikan zakatnya," ujar Bambang saat rapat koordinasi evaluasi hasil pelaksanaan Inpres bersama Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) di Jakarta, Selasa (10/11).
Antara lain diusulkan, agar bendahara gaji melaksanakan pemotongan zakat 2,5% dari setiap pegawai muslim yang penghasilan bruto-nya perbulan telah mencapai nisab sekitar Rp3,8 juta.
Sesuai surat edaran Baznas sebagai tindak lanjut Inpres No.3/2014, rencana akan dilakukan terhitung pembayaran gaji Januari 2016. Bagi pegawai yang tidak berkenan gajinya dipotong zakat, dipersilakan mengisi formulir keberatan yang telah disediakan.
"Secara persuasif kami mengajak masyarakat, terutama yang bekerja untuk negara ini membayar zakatnya lebih baik," ucap mantan Menteri Pendidikan Nasional dan Menteri Keuangan RI itu.
Akan tetapi, menurut Deputi Bidang Koordinasi Pendidikan dan Agama Kemenko PMK Agus Sartono, usulan tersebut akan sulit dijalankan karena dasar pemotongan gaji yang masih lemah.
Itu artinya, sosialisasi informasi dan pemahaman mengenai asas manfaat dan penyaluran zakat harus lebih digencarkan di tiap-tiap K/L. Tujuannya supaya PNS lebih merasa bertanggung jawab membayar zakat.
Sinkronisasi
Agus mengungkapkan, zakat bagi PNS juga bermanfaaat untuk pengurangan beban pajak. Untuk itu harus dipastikan zakat yang dibayarkan kepada lembaga amil zakat (LAZ) terlapor di Baznas.
"NPWZ (nomor pokok wajib zakat) yang kita dapat dari Baznas itu dimasukkan ke formulir SPT Pajak, nanti kelihatan berapa sisa pajak yang harus kita bayar setelah dikurangi zakat," terangnya.
Akan tetapi, seringkali lembaga amil zakat yang sudah ada jauh sebelum UU Pengelolaan Zakat hadir tidak melaporkan zakat yang diterimanya ke Baznas. Padahal, mereka memiliki kewajiban soal transparansi.
Terkait hal itu, Direktur Jenderal Bina Masyarakat Islam Kementerian Agama Machasin menekankan pihaknya terus melakukan penertiban lembaga-lembaga pengambil, pengumpul, dan penyalur zakat.
"Aturannya mereka tidak biaa langsung menyalurkan, tetapi harus terkumpul di Baznas," tegasnya.
Jika terbukti melanggar, sanksi yang diberikan sesuai peraturan perundang-udangan maka lembaga amil zakat tersebut tidak mendapatkan izin atau dicabut izin operasionalnya.(Q-1)