Headline

Presiden Prabowo berupaya melindungi nasib pekerja.

Fokus

Laporan itu merupakan indikasi lemahnya budaya ilmiah unggul pada kalangan dosen di perguruan tinggi Indonesia.

Partisipasi Publik Dapat Tekan Kasus Kekerasan Perempuan

Cornelius Eko Susanto
05/10/2015 00:00
 Partisipasi Publik Dapat Tekan Kasus Kekerasan Perempuan
(Antara Foto/Embong Salampessy)
Komisi Nasional (Komnas) Perempuan menyebutkan kasus kekerasan pada perempuan secara nasional di 2014 mencapai total 293.220 kasus, atau meningkat sebanyak 13.460 kasus dibandingkan pada 2013 yang totalnya terdapat 279.760 kasus.

Dari jumlah tersebut, tercatat ada tiga provinsi dengan catatan kasus tertinggi. Mereka adalah, DKI Jakarta (2.881 kasus), Sumatera Utara (2.023) dan Jawa Barat (1.846).

Tren kekerasan terhadap perempuan yang meningkat tersebut, diungkapkan oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP-PA) Yohana Yembise, dalam pidato yang dibacakan pada Rapat Teknis Antarunit Pelayanan Penanganan Pengaduan se-Jabodetabek tahun 2015, di Jakarta, hari ini.

Di samping melaporkan data kasus kekerasan pada kaum hawa yang terus melonjak, Yohana juga membeberkan tingginya praktik tindak kekerasan terhadap anak. Mengutip data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), pada 2014 tercatat ada total 1.408 kasus kekerasan terhadap anak secara nasional.

Menurut Menteri PP-PA, total kasus sebenarnya yang terjadi di lapangan sulit diketahui. Pasalnya, praktik kekerasan pada perempuan/anak hampir mirip dengan fenomena gunung es. Artinya, kasus yang tidak terungkap, kemungkinan lebih besar jumlahnya dari yang terungkap.

Kendati demikian, dia mengaku senang lantaran kini semakin banyak perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan berani melapor ke pihak yang berwenang.

“Kesadaran korban untuk melapor menjadi salah satu faktor tingginya peningkatan kasus kekerasan perempuan dan anak tiap tahunnya,” sebut Yohana.

Lebih jauh dia menjelaskan, dahulu para korban takut melapor lantaran fasilitas pelayanan aduan yang masih ada belum optimal. Saat ini dengan terbentuknya Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) sejak 2010, semakin banyak warga yang berani melapor bila mengalami tindak kekerasan.

Menurut Yohana, keberadaan institusi seperti P2TP2A terbukti dapat meningkatkan partisipasi warga untuk melaporkan praktik tindak kekerasan pada perempuan/anak. Andai semakin banyak masyarakat yang berpartisipasi, dia yakin, niscaya kasus kekerasan dapat terus ditekan dengan cepat.

Perlunya semakin banyak menarik keterlibatan masyarakat untuk mencegah kasus kekerasan perempuan dan anak juga diutarakan Sekretaris KPP-PA Wahyu Hartomo. Menurut dia, keberadaan P2TP2A yang berada di tingkat kabupaten/kota, perlu diperpanjang tangannya hingga ke tingkat desa hingga ke RT/RW. Caranya dengan membuat cabang Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) dengan melibatkan aparat desa dan kader.

“Sifat dari institusi itu harus berbasis masyarakat. Dengan demikian seiring waktu, semua warga akan terlibat dalam upaya pencegahan kasus kekerasan pada perempuan dan anak.”

Contoh tingginya partisipasi warga dalam mencegah terjadinya kasus kekerasan perempuan/anak yang cukup berhasil, terdapat di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Dahulu kasus pengiriman pekerja anak di bawah umur cukup marak terjadi di kabupaten tersebut. Namun, dengan terbentuknya PPT dan kader-kader, praktik perdagangan anak (child trafficking) di tempat itu kini bisa diberantas. (Q-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya