MEMIMPIKAN waktu atau jam kerja yang lebih singkat? Mungkin itu gagasan yang baik untuk meningkatkan kualitas dan daya guna. Berdasarkan hasil penelitian yang dipublikasikan The Guardian bahwa pemangkasan waktu kerja dari delapan jam menjadi enam jam ternyata memberikan dampak positif bagi perusahaan maupun para pekerjanya.
Panti jompo di Swedia telah membuktikannya dengan memangkas waktu kerja para perawat mereka dari delapan jam menjadi enam jam sejak Februari 2015 lalu. Meski jam kerja berkurang, para pekerja tetap menerima penghasilan sesuai hak mereka.
Alasan diberlakukannya aturan itu sebab diyakini pekerja yang menghabiskan waktu lebih lama belum tentu memberikan pelayanan yang maksimal kepada konsumen. Ataupun karyawan lebih produktif dalam bekerja.
Setelah enam bulan diberlakukan pemangkasan jam kerja dari delapan jam menjadi enam jam, para perawat terhindar dari tekanan kerja yang bisa menyebabkan stres. Dan mereka lebih bersemangat dalam bekerja. Hasilnya kualitas pelayanan kepada pengguna jasa mereka meningkat.
Meski demikian, para peneliti menilai hasil penelitian bahwa kebijakan pemangkasan jam kerja dapat meningkatkan produktivitas kerja dan pergantian staf menurun itu terlalu dini untuk disimpulkan. Selain itu, kebijakan tersebut dikritik sebab memiliki kelemahan pada sisi keuangan.
Dari aturan pengurangan jam kerja, panti jompo harus menambah pengeluaran mereka untuk memperkerjakan 14 karyawan sebagai akomodasi dari kebijakan pemangkasan waktu kerja.
Selain panti jompo yang mendapatkan manfaat dari pemangkasan jam kerja, pusat layanan Toyota di Gothenburg, Swedia, perusahaan startup, Brath, dan pengembang aplikasi, Filimundus, yang memberlakukan aturan jam kerja selama enam jam juga mengaku dampak dari regulasi itu positif. Hasilnya para pekerja merasa lebih baik.
Dengan kebijakan itu, para staf mampu menyeimbangkan antara jam kerja dengan waktu bersama keluarga. Perubahan itu meningkatkan efisiensi dan produktivitas.
Kebijakan itu juga memudahkan perusahaan untuk merekrut karyawan untuk jabatan tertentu (top-tier).
Direktur Toyota Martin Banck mengatakan pendapatan perusahaan meningkat 25% sejak diberlakukannya pemangkasan jam kerja menjadi enam jam dari sebelumnya delapan jam.
Tetapi jam kerja yang lebih singkat bisa meningkatkan stres para pekerja sebab mereka dituntut menyelesaikan tugas dalam batas waktu kerja.
Peneliti asal Korea Selatan menemukan bahwa pengurangan jam kerja dari 44 jam dalam sepekan menjadi 40 jam dan tambahan libur pada hari Sabtu justru meningkatkan ketegangan beban kerja para pekerja. Bertolak belakang dengan tujuan pemangkasan kerja untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing atau menciptakan kebahagiaan.
Ahli strategi kerja yang berbasis di New Jersey Cali Williams Yost mengatakan kunci sukses dari kebijakan pemangkasan jam kerja adalah pemahaman bahwa pengurangan jam kerja belum tentu bisa diaplikasikan pada semua orang ataupun setiap pekerjaan. Kebijakan tersebut bisa diberlakukan bagi spesifikasi pekerjaan tertentu ataupun perusahaan dengan kebutuhan khusus. (Q-1)