Headline

Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.

Fokus

Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.

NasDem: Sumber Masalah Tenaga Honorer Itu Inkonsistensi Pelaksanaan Aturan

Teguh Nirwahyudi
16/9/2015 00:00
 NasDem: Sumber Masalah Tenaga Honorer Itu Inkonsistensi Pelaksanaan Aturan
(MI/M Irfan)
PERMASALAHAN tenaga honorer di lingkungan kantor pemerintahan masih terus mengemuka walaupun sudah ada payung hukum UU Aparatur Sipil Negara (ASN) Nomor 5 Tahun 2014. Semakin membeludaknya tenaga honorer tentunya akan membebankan besaran anggaran negara..

Menanggapi hal ini, Anggota Komisi Pemerintahan DPR RI dari Fraksi NasDem M Luthfy A Mutty menjelaskan pada tahun 2005 ada keinginan pemerintah menyelesaikan persoalan tenaga honorer. Saat itu dilakukan pendataan seluruh tenaga honorer, bersamaan dengan itu pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No 48 tahun 2005 tentang pengangkatan tenaga honorer. PP ini membatasi bahwa pemerintahan daerah dan Kementerian/Lembaga tidak dibenarkan lagi mengangkat tenaga honorer.

Selanjutnya, dilakukan testing tenaga honorer yang bukan menuntut kelulusan peserta. Namun hanya ingin memasukkan peserta dalam database untuk kemudian diangkat secara bertahap dan di targetkan selesai tahun 2019.

Dia menjelaskan testing ini dilakukan supaya pemerintah punya data berapa sesungguhnya tenaga honorer yang ada di seluruh Indonesia baik di pusat maupun di daerah.

“Ternyata kemudian, tahun 2010 pemerintah menganulir sendiri keputusan tersebut, dengan alasan ada tenaga honorer yang tercecer,” kata Luthfi saat di temui usai rapat di Baleg, Selasa (15/9).

Lebih jauh dia mengatakan tenaga honorer itu sudah ada sejak lama. Tapi tidak pernah terjadi gonjang-ganjing. Penyakitnya akibat inkonsistensi dalam menegakkan aturan. “Kalau tercecer beberapa orang okelah, tapi masa tercecer 20 ribu orang" paparnya.

Mantan Asisten Ahli Wakil Presiden Budiono ini mengaku heran dengan banyaknya tenaga honorer yang tercecer dan tidak diangkat menjadi PNS. Dia mencurigai, pejabat di Pemda dan Kementerial/Lembaga melihat ini peluang untuk mengangkat kerabat, keluarga dan mengangkat kroninya menjadi pegawai dengan cara mudah. Inilah yang kemudian didakwanya sebagai sumber masalah.

"Saya sudah berkali-kali menawarkan, solusinya harus di verifikasi secara ketat. Kalau dia memang tenaga honorer yang ditetapkan oleh pemerintah sebelum tahun 2005, oke kita angkat dia. Tapi dia tenaga honorer karena dibuatkan SK siluman? Karena dia isteri pejabat, anak DPR dan lain, itu tidak boleh. Yang betul-betul berhak dan memenuhi syarat di angkat," tegasnya.

Solusi yang ditawarkan Luthfi ini disampaikan mengingat bahwa pegawi honorer yang meminta pengangkatan ini kebanyakan adalah yang telah menjadi honorer sebelum tahun 2005. Kedepannya dia meminta pemerintah untuk lebih tertib dalam pengangkatan tenaga honorer.

"Kasihan negara ini. Negara belum mampu menggaji seluruh rakyat, mana ada negara seluruh dunia rakyatnya mau diangkat menjadi pegawai. Di satu sisi rakyat berteriak jalan rusak, listrik tidak ada, pelabuhan gak beres dan irigasi tidak jalan. Dari mana uang itu, kalau semua dibebankan untuk bayar gaji," lanjuntnya.

Sebelumnya, Selasa (15/9), DPR didatangi puluhan ribu demonstran yang berasal dari Guru Honorer Indonesia. Mereka menuntut kejelasan status ketenagakerjaan mereka. Demonstrasi ini sempat membuat arus lalu lintas di sekitar DPR macet total. Para demonstran menuntut 10 hal kepada Menteri PAN/RB, 1) Moratorium ASN reguler untuk tuntaskan tenaga honorer, 2) Upah layak bagi honorer sebesar UMP, 3) Regulasi tentang penuntasan honorer K2 menjadi ASN, 4) Peningkatan kesejahteraan tenaga honorer, 5) Anjab dan ABK untuk tenaga honorer, 6) Angkat seluruh tenaga honorer menjadi PNS, 7) Beri kesempatan sertifikasi, 8) Menolak Ujian Kompetensi Guru, 9) Hapus Keputusan Menteri Petunjuk Teknis Tunjangan Profesi Guru, 10) Cabut Permen PAN-RB No. 16 tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.(RO/Q-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik