Masalah Anggaran dan Perdebatan Lintas Kementerian Hambat Optimalisasi Sistem Peringatan Tsunami

Tesa Oktiana Surbakti
02/10/2018 10:50
Masalah Anggaran dan Perdebatan Lintas Kementerian Hambat Optimalisasi Sistem Peringatan Tsunami
KONDISI PETEBO YANG LULUH LANTAK: Kondisi jalan yang terlipat dan hancur akibat pergeseran lempengan tanah yang dipicu gempa di kawasan Petebo, Sulawesi Tengah, Selasa (2/10). Petebo menjadi salah satu wilayah terdampak gempa yang parah dimana bangunan dan(MI/Susanto)

DI balik bencana gempa dan tsunami Sulawesi Tengah, banyak kalangan mempertanyakan keberadaan sistem peringatan dini (early warning system). Sebab, optimalisasi sistem peringatan dini dapat mencegah jatuhnya korban.

Melansir Time, Selasa (2/10), sistem peringatan tsunami disebut masih dalam status pengujian selama bertahun-tahun. Sistem berteknologi tinggi yang mengacu pada sensor dasar laut, data gelombang suara dan kabel serta optik, mulai dipasag pascagempa dan tsunami yang menghantam Provinsi Aceh, wilayah utara Pulau Sumatera. Bencana dahsyat pada 2004 lalu, menewaskan ratusan ribu korban jiwa.

Adanya perdebatan lintas Kementerian atau Lembaga (K/L), menyebabkan pencairan anggaran terhambat. Baru sekitar US$69 ribu atau Rp1 miliar yang turun, sehingga proyek kerja sama dengan National Science Foundation, berhenti pada tahap prototipe.

Pun, perdebatan sistem peringatan dini sudah tidak ada artinya bagi masyarakat Sulawesi Tengah. Gempa berkekuatan 7,5 skala ritcher (SR) disusul gelombang tsunami setinggi 6 meter, sedikitnya telah menewaskan 832 jiwa di Palu dan Donggala.

Akan tetapi, bencana tragis ini membawa pelajaran penting. Betapa lemahnya sistem peringatan bencana di Indonesia, serta rendahnya kesadaran masyarakat dalam menanggapi peringatan.

"Menurut saya, bencana di Sulawesi Tengah juga menjadi tragedi bagi ilmu pengetahuan. Pedih rasanya, mengingat jaringan sensor peringatan sebenarnya bisa dirancang dengan baik untuk memberikan informasi penting," ujar ahli pengendalian bencana dari Universitas Pittsburgh, Louise Comfort.

Peristiwa gempa dan tsunami Samudera Hindia pada 2004 yang menewaskan sekitar 230 ribu jiwa, mayoritas berada di Provinsi Aceh, menjadi pembelajaran penting.

Upaya berskala internasional untuk meningkatkan kemampuan peringatan tsunami, pun digencarkan. Terutama di Indonesia, sebagai salah satu kawasan rawan gempa dan tsunami.

Proyek kerja sama turut disokong pendanaan dari sejumlah negara, termasuk Jerman. Pengembangan sistem juga dengan menyebarkan 22 buoy pendeteksi gelombang tsunami, yang terhubung ke sensor dasar laut guna mengirimkan peringatan awal.

Gempa dahsyat yang terjadi sekitar 2016 lalu di wilayah barat Pulau Sumatra, membuka fakta yang mengejutkan. Pelampung detektor tsunami berharga ratusan ribu dolar, diketahui tidak berfungsi. Dari hasil pemeriksaan, sebagian buoy tidak aktif karena vandalisme atau pencurian, sedangkan lainnya berhenti beroperasi akibat minimnya dana pemeliharaan.

Saat ini, tulang punggung sistem peringatan tsumani di Indonesia mengacu pada jaringan 134 stasiun pengamatan pasang surut, ditambah jaringan seismograf daratan. Berikut, sirene yang dipasang di 55 lokasi dan sistem penyebaran informasi melalui pesan teks.

Ketika gempa berkekuatan 7,5 SR menghantam wilayah Sulawesi Tengah pada Jum'at (28/9) sore, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan peringatan tsunami dengan perkiraan tinggi gelombang 0,5-3 meter. Namun, sekitar pukul 18.30 WIB, peringatan tsunami dihentikan. Langkah tersebut menuai kritikan tajam, meski pihak BMKG berdalih peringatan diakhiri pasca tsunami terjadi. Tidak jelas kapan tepatnya gelombang tsunami menerjang kawasan Teluk Palu.

"Memang alat pengamatan pasang surut masih beroperasi, namun fungsinya terbatas dalam pemberian peringatan dini. Yang menjadi masalah dari 22 buoy, tidak ada satupun yang berfungsi dengan baik. Dalam peristiwa bencana di Sulawesi Tengah, BMKG mengakhiri peringatan tsunami terlalu dini. Itu karena tidak ada data dari Palu, data yang semestinya bisa disediakan sistem deteksi tsunami," jelas Comfort. (Time/OL-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya