Headline

Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.

Fokus

Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan

Novistiar Rustandi Jangkau Pendidikan dengan Kuliah Daring

Despian Nurhidayat
23/8/2018 04:30
Novistiar Rustandi Jangkau Pendidikan dengan Kuliah Daring
(MI/MOHAMAD IRFAN)

INDONESIA saat ini memiliki beragam permasalahan. Salah satunya masalah pendidikan, khususnya tingkat perguruan tinggi. Dari survei yang dilakukan Novistiar Rustandi, pada 2013, terbukti hanya 8% dari 114 juta pekerja Indonesia yang mampu mengenyam pendidikan di perguruan tinggi.

Setahun sebelumnya, pada 2012, Novistiar juga melakukan survei yang sama kepada 1.200 pekerja di Jabodetabek. Terbukti 70% dari peserta survei ingin kuliah lagi.

Mengacu data itu, hadir startup Harukaedu yang bergerak di bidang pendidikan. Meski baru diwujudkan tahun 2013, sebenarnya ide pembuatan startup ini sudah dipikirkan Novistiar Rustandi sejak 2011. Ia lalu mengajak Taufan Christianto dan Gerard Arief bekerja sama melahirkan startup ini.

Kehadiran perusahaan rintisan ini pun bukan alasan, karena di luar negeri sudah mulai melakukan perkuliahan secara daring (online). Melihat itu, pria yang akrab disapa Novis ini lalu membuat platform yang bisa membantu para pekerja yang ingin kuliah, tapi memiliki masalah waktu dan biaya. Melalui platform ini, mereka bisa merasakan kuliah tanpa perlu pergi ke ruangan kelas.

"Akhirnya kita percaya pendidikan secara daring bisa membantu memecahkan permasalah seperti ini. Kalau pendidikannya sudah dilakukan secara daring berarti mahasiswanya tidak perlu lagi datang ke kampus. Bisa lebih fleksibel, bisa dilakukan di mana saja, kapan saja, asal menemukan koneksi internet," ujar Novis.

Langkah Novis dan teman-temannya itu makin mantap dengan dukungan pemerintah melalui UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Dalam pasal 31 dijelaskan, pendidikan jarak jauh (PJJ) merupakan proses belajar mengajar yang dilakukan secara jarak jauh melalui penggunaan berbagai media komunikasi. Sementara itu, detailnya diatur dalam Permendikbud No 109 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Jarak Jauh pada Pendidikan Tinggi.

Dalam pasal 1 Permendikbud itu disebutkan, pembelajaran elektronik (e-learning) adalah pembelajaran yang memanfaatkan paket informasi berbasis teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran yang dapat diakses oleh peserta didik kapan saja dan di mana saja. Penerapan PJJ tidak hanya untuk perguruan tinggi negeri, tapi juga swasta.

Biaya
Kehadiran kuliah daring dinilai Novis mampu memecahkan masalah biaya yang dikeluhkan para pekerja. Melalui internet, mahasiswa tidak perlu datang ke kelas dan Universitas, tidak perlu lagi menambah gedung perkuliahan.

Sehingga universitas yang bekerja sama dengan Harukaedu dapat menurunkan harga perkuliahan hingga 50%. Mahasiswa yang melakukan kuliah daring juga terdaftar sebagai mahasiswa di universitas bersangkutan.

Demi mewujudkan impian mereka, tim Harukaedu mendatangi sejumlah universitas yang ingin melakukan kuliah daring. Sayangnya, sejumlah universitas swasta masih mengalami kendala teknologi.

"Maka dari itu, awalnya Harukaedu dibuat sebagai perusahaan teknologi yang berfokus dalam bidang pendidikan dan kita menawarkan yang pertama kita sebut learning management system atau disingkat menjadi LMS. LMS ini merupakan ruang belajar online," ungkapnya.

LMS merupakan program ruang kuliah daring yang tersedia di portal Pintaria yang terhubung dengan situs milik universitas. Namun, masalah belum berhenti disitu.

Pihak universitas masih memiliki kendala konten. Bekerja sama dengan dosen-dosen universitas rekanan, Harukaedu membuat konten digital. Dosen yang mengisi konten melakukan proses rekaman di kantor Harukaedu.

"Harukaedu itu fokusnya, kita membantu perguruan tinggi untuk go online dengan menawarkan solusi lengkap, yaitu IT, digital content, dan digital marketing. Itu sih yang kita lakukan sekarang," lanjutnya.

Blended Learning
Saat ini Harukaedu mengutamakan blended learning, yakni 50% PJJ dilakukan secara daring dan 50% melalui tatap muka. Tatap muka di sini bisa dilakukan melalui video call.

Seperti kuliah umumnya, kuliah daring mewajibkan setiap siswanya mengikuti prekuis. Prekuis adalah menjawab beberapa pertanyaan sebelum memasuki materi kuliah dengan tujuan mengukur pengetahuan mahasiswa. Setelah itu mahasiswa bisa mengakses materi kuliah, berupa presentasi, video dosen, ringkasan materi, audio file, diskusi mingguan, praktik kuis, dan live session.

Semua itu disesuaikan dengan perizinan dari Dikti bahwa perguruan tinggi harus memiliki izin terlebih dahulu untuk melakukan perkuliahan full online dan untuk yang blended learning tidak memerlukan perizinan terlebih dahulu.

Di samping itu, Harukaedu pun menerapkan sejumlah kriteria bagi universitas yang ingin bekerja sama dengan mereka. Pertama, akreditasi universitas itu minimal B. Kedua, universitas mau menurunkan biaya kuliah hingga 50%.

Hingga kini ada 14 universitas yang sudah bekerja sama dengan mereka. Tidak hanya di Jakarta, tapi juga di Bandung dan Tanggerang. Universitas yang sudah bekerja sama, yakni Universitas Al-Azhar Indonesia, Universitas Muhammadiyah Jakarta, Universitas Sahid, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia, Universitas Pembangunan Jaya (UPJ) Tanggerang, dan Institut Teknologi Harapan Bangsa (ITBH) Bandung.

Pelatihan
Tidak hanya universitas, Harukaedu juga bekerja sama dengan penyedia training sehingga mereka bisa membuat program latihan secara daring. Pasalnya, Novis yakin beberapa tahun ke depan tidak hanya ijazah semata yang penting, tapi juga kemampuan alias skill individu. Mereka mengutamakan pusat pelatihan di tiga bidang, digital ekonomi, tourism, dan e-commerce.

"Saat ini sih ijazah masih dibutuhkan, seperti melamar pekerjaan harus ada ijazah. Tapi, kedepannya kami percaya bukan ijazah lagi yang penting, melainkan keahlian. Jadi, enggak semua orang mau kuliah empat tahun dan kenapa kita enggak menyediakan training juga untuk mereka. Training kan waktu yang dibutuhkan paling lama 3 sampai 6 bulan. Hal ini bisa dilakukan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik," ujar Novis.

Meski sudah berjalan, Harukaedu masih menghadapi beragam masalah. Aturan tentang blended learning dari pemerintah belum ada dan masalah dana.

Di samping itu, mereka masih melihat perlu adanya perubahan mindset dari perguruan tinggi. Perlu kacamata baru bagi universitas melihat kuliah daring. Novis juga yakin Harukaedu bisa sukses dan banyak yang akan mengikuti jejak Harukaedu dalam bidang pendidikan daring. (M-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik