Headline
Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.
Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.
DI samping peluang ekonomi yang besar, industri gim juga kerap dibayangi permasalahan kelayakan dan keamanan konten. Sejak beberapa tahun lalu, protes tentang maraknya konten kekerasan dan pornografi pun makin banyak disuarakan masyarakat.
Memang keberadaan gim yang berbahaya itu banyak berasal dari luar negeri. Meski begitu hal ini tetap pula menjadi permasalahan yang harus diperhatikan pengembang gim lokal.
Mengenai konten-konten sejenis, Ketua Harian Asosiasi Game Indonesia (AGI) Jan Faris Majid mengungkapkan jika pihaknya menerapkan beberapa sikap. "Gim dengan tema porno tentu saja tidak dibenarkan, apa pun alasannya tidak akan mendidik, sedangkan tema kekerasan dari AGI tidak mengimbau," jelas pria kelahiran 15 Januari 1990 ini.
Di sisi lain, pria yang pernah bekerja di Gameloft dan menjadi Project Manager di Dirakit dan Salt ini mengakui jika beberapa pengembang gim ada yang mengeksplorasi tema-tema pertarungan. Hal ini juga terkait dengan permintaan pasar.
Sebab itu, menurut Jan Faris, pengategorian gim sesuai dengan kelompok umur penggunanya. Untuk itu, AGI mengharuskan semua anggota untuk mendaftarkan produk mereka ke Indonesia Game Rating System (IGRS). Dengan begitu gim dapat terpantau dan penggunaannya sesuai dengan umur.
Bicara kehidupan pribadi, Jan Faris pun mengungkapkan jika dunia gim sudah lekat dengannya sejak kecil. Sejak masa kanak-kanak ia bukan hanya hobi bermain gim, melainkan juga sudah bercita-cita membuat gim. Gim seperti Super Mario dan Contra menjadi favoritnya. Meski begitu impiannya ialah membuat gim yang terinspirasi pahlawan nasional. "Saya punya mimpi untuk bikin gim sendiri dari kecil, ceritanya tentang Diponegoro. Dulu saya pertama kali main game di Nintendo, semua game klasik sudah pernah saya mainkan sejak umur 4 tahun," ungkapnya.
Kegemaran masa kecil itu berlanjut di usia dewasa. Impian Jan Faris menekuni dunia gim terbuka dengan bekerja di Gameloft.
Sayang, orangtuanya kurang menyetujui pekerjaan tersebut karena permasalahan pendapatan. Padahal, Jan mengaku sangat menikmati masa kerjanya.
Namun, seiring berjalannya waktu ia bergabung dengan AGI, kedua orangtuanya mulai bisa mengerti bahwa gim merupakan industri yang menjanjikan.
Kini, pria yang menggemari gim Mass Effect itu seperti telah menemukan tampat yang menggabungkan kegemaran serta impiannya untuk industri gim. Tidak hanya menikmati permainan gim, ia bangga bisa membantu mengembangkan gim lokal.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved