Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Main Gawai Picu Rabun

Dhika Kusuma Winata
01/8/2018 01:45
Main Gawai Picu Rabun
(MI/Susanto)

TANGIS Fikri langsung pecah ketika sang ibu, Risa, 36, membujuknya untuk berhenti menonton video di Ipad. Anak yang baru masuk TK itu terus berusaha merebut tablet tersebut dari tangan ibunya.

"Sekali lagi Mama, aku mau nonton sekali lagi. Habis itu udahan, janji, ayo Mama sini aku mau nonton," katanya sambil berurai air mata.

Dengan sabar Risa menggendongnya, berusaha menenangkan dan membujuknya. "Kita main gambar-gambaran saja yuk, kemarin gambar jerapahnya belum selesai diwarnai," bujuk Risa.

Setelah mengerahkan berbagai 'jurus', Fikri akhirnya berhenti menangis. Tak selang berapa lama, ia asyik dengan permainan menyusun balok.  

Menurut Risa, Fikri memang tengah dalam program berhenti dari kegemaran menonton gawai. Diakuinya, ia terlambat membatasi Fikri dari gawai.

"Jadi awalnya, minggu lalu dia harus dibawa ke dokter mata. Matanya enggak beres, dia jadi sering kedip-kedip dan kucek-kucek mata. Anaknya sih enggak mengeluh, tapi saya lihat ada yang nggak nyaman di mata dia. Rupanya, kata dokter, dia terkena gangguan mata karena terlalu banyak nonton Ipad," tutur perempuan yang bekerja di perusahaan kargo itu.

Selama ini, lanjut Risa, dirinya memang membebaskan Fikri menonton video maupun bermain gim di gawai sesuka hatinya. "Pikir saya waktu itu, biar anaknya anteng. Eh, lama-lama makin enggak bisa dikontrol. Sepanjang waktu, kalau enggak tidur dan sekolah, maunya pegang Ipad. Kalau enggak diikuti, rewelnya minta ampun sampai ngamuk-ngamuk."

Kini, setelah diingatkan dokter mata yang menangani Fikri, Risa bertekad membebaskan anaknya dari 'candu' gawai. "Saya sampai ambil cuti seminggu nih. Harapannya, setelah seminggu saya dampingi, dia bisa berangsur lepas dari gadget. Repot sedikit tak jadi soal, yang penting mata anak saya bisa sehat," pungkas Risa.

Penggunaan gawai pada anak-anak kini memang tak terhindarkan. Namun, orangtua wajib mengawasi dan membatasi penggunaannya. Salah-salah, anak bisa terkena gangguan mata jika penggunaan gawai tak terkontrol. Seperti yang dialami Fikri.

Menurut dokter spesialis mata RS Mata Aini Jakarta, Prima Retnosuri, penggunaan gawai pada anak bisa menyebabkan gangguan dan kelainan. Gangguan itu, antara lain kelelahan mata dan mata kering. Adapun kelainan yang berdampak jangka panjang, yakni kelainan refraksi seperti miopia (rabun jauh).

"Terlalu lama melihat layar gawai bisa berdampak mengganggu refraksi mata. Yang paling serius bisa berdampak mata minus (miopia)," jelasnya dalam seminar Pengaruh Gadget pada Kesehatan Anak yang digelar di RS Aini Jakarta, Sabtu (28/7).

Batasan
Karena itu, sambung Prima, pembatasan penggunaan gawai pada anak penting agar bisa terhindar dari gangguan mata. Sesuai standar Akademi Pediatri Amerika Serikat (AAP) yang jamak diacu, lanjut dr Prima, anak-anak usia 0-2 tahun tak boleh terpapar layar digital baik itu gawai, televisi, dan komputer.

"Batasan melihat layar baik itu ponsel pintar, televisi, maupun tablet, untuk usia 0-2 tahun itu tidak boleh sama sekali. Semua dokter meyarankan begitu. Untuk usia 3-5 tahun, batasannya satu jam dalam sehari. Sementara itu, untuk umur 6-8 tahun ialah 2 jam dan usia 8-13 tahun sebanyak tiga jam," ungkapnya.

Gejala gangguan tersebut bisa diamati. Menurut Prima, anak umumnya mengeluhkan mata perih seperti berpasir. Gejala lainnya, bisa diamati ketika anak kerap mengusap-usap mata dan matanya berkedip terlalu banyak. Normalnya, anak berkedip 15-20 kali dalam 1 menit.
"Biasanya di bawah usia 4 tahun anak belum bisa bilang sakit. Dari gejala, jika anak berkedip-kedip dan mengucek mata, itu sudah mulai harus dicurigai mengalami gangguan atau bisa jadi karena alergi. Harus diperiksakan ke dokter," ucapnya.

Anak yang mengalami gejala-gejala tersebut, menurut Prima, harus segera diperiksakan ke dokter spesialis mata. "Anak umur 2-3 tahun seharusnya sudah fiksasi ke objek tapi kalau belum bisa melihat fokus, itu bisa jadi ada kelainan pada mata dan harus segera diperiksakan. Deteksi harus sedini-dininya," pungkasnya.
Dia pun menyarankan agar orangtua mengawasi anak saat bermain gawai agar tak terlalu dekat dengan layar gawai. Jarak minimalnya ialah 30 sentimeter (cm) untuk ponsel pintar dan tablet serta 50 cm untuk televisi.

Terlambat bicara
Terpisah, Menteri Kesehatan Nila Moeloek mengingatkan para orangtua untuk selalu mendampingi anak dalam masa tumbuh kembang mereka dan mencurahkan kasih sayang pada mereka. Nila meminta para orangtua untuk menstimulasi kemampuan anak dengan hal-hal sederhana.

"Seperti menyapa, bercerita, mengajak jalan-jalan, atau menonton acara anak di televisi bersama-sama," kata dia.

Khusus soal gawai dan menonton televisi, Nila menekankan agar anak tidak dibiarkan asyik sendiri dengan keduanya. "Membiarkan anak terlalu lama menonton televisi atau bermain gawai sendirian bisa menyebabkan keterlambatan bicara sebab ketika asyik dengan gawai, anak hanya diam tidak ada interaksi," ujarnya. (H-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya