Headline
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
KEHADIRAN bayi dalam sebuah keluarga tentunya memberikan kebahagiaan. Namun, kebahagiaan menyambut si mungil itu belum tentu dirasakan mereka yang tidak menginginkannya. Sebagian bayi yang beruntung masuk ke panti asuhan dan mendapatkan perawatan.
Bayi-bayi mungil itu pun menarik perhatian Maggha Kareneya Kang yang masih belia. Kala itu Maggha merayakan ulang tahun ke-14 adiknya yang bernama Kara di Yayasan Sayangi Bali pada 2014. Setelah melihat bayi-bayi itu, ia tergugah dan mengutarakan niat untuk merawat mereka kepada ibunya, Vivi Monata Sandra Tendean.
"Ada momen-momen tertentu kelihatan banget kita sayang sama bayinya tuh mereka tahu. Jadi, kalau kita kelihatan capek banget, mereka biasanya manggil mama tanpa kita ngajarin terlebih dahulu. Ada perasaan terharu gitu," ujarnya
Meski awalnya Vivi tidak menanggapi niat putri sulung tiga bersaudara itu, Maggha terus mengutarakan niat ke keluarga besar. Akhirnya Vivi melakukan riset dan membantu putrinya mengurus izin ke dinas sosial.
Akhirnya, November 2014 izin untuk yayasan bernama Metta Mama dan Maggha itu keluar, tapi resmi beroperasi Maret 2015. Nama yayasan yang berlokasi di Denpasar itu unik, tapi memiliki arti tersendiri. Meta berarti cinta kasih dari bahasa Pali. Nama mama disematkan karena dukungan mama dan nenek yang juga berarti ekspresi ibu. Sementara itu, Maggha bukan semata nama pendirinya, melainkan juga berarti jalan yang benar.
Di mata Maggha ada banyak alasan bayi dibuang orangtuanya. Ada yang menyerahkan bayinya ke yayasan Metta Mama dan Maggha karena korban perkosaan ayahnya dan dianggap kotor di desanya. Ada yang ditemukan di kolong mobil pikap oleh warga dalam kondisi bersih sehingga dianggap dibuang setelah dilahirkan. Ada pula kasus bayi yang diberikan dan biasanya tidak disetujui orangtua pihak masing-masing karena persoalan kasta.
Maggha tidak ingin bayi-bayi yang ia tampung merasa tidak diinginkan. Pasalnya ia dilahirkan di keluarga yang sangat menyayanginya dan tidak ingin merasa tidak disayangi.
"Saya enggak ingin bayi-bayi itu merasakan hal yang enggak diinginkan, merasa enggak disayang. Saya sendiri, kan, jujur lahir dari keluarga yang sangat sayang sekali, sangat diperhatikan. Jadi, saya enggak mau mereka disia-siakan," ujar Maggha.
Terhitung sudah 40 bayi ditampung di yayasan ini, 10 di antaranya kembali ke orangtua mereka karena sudah bisa diterima keluarga atau diadopsi.
Sosial
Jiwa sosial Maggha memang sudah tertanam sejak kecil. Semua tidak lepas dari peran nenek dan kedua orangtuanya. Maggha yang hidup dari keluarga yang berkecukupan itu selalu diajari untuk hidup sederhana dan memiliki kepedulian akan mereka yang membutuhkan.
Anak-anak, kata Erlina Kang-- nenek Maggha--, diajari ke pasar, bukan supermarket. Setiap ulang tahun tidak ada pesta besar dan selalu diadakan di panti asuhan.
"Saya sangat bangga dengan gadis seumur dia dan di tidak pernah mengeluh. Memang dia lakoni dengan baik, dia belajar tahap demi tahap, dan kita selaku orang tua biasa men-support anak-anak itu tidak mau menggurui. Biarkan mereka jatuh bangun, mereka akan tahu nanti, belajar sendiri," ujar Erlina.
Kesederhanaan dan jiwa sosial Maggha tampak pada peringatan hari lahir ke-12-nya. Kala itu uang hadiah keluarganya terkumpul hingga Rp24 juta. Ia memilih menggunakan uang tersebut untuk disumbangkan ke anak-anak penderita kanker di Rumah Sakit Sangla, Bali.
Media sosial
Yayasan ini pun berlokasi di rumah keluarga Maggha. Rumah tersebut ditinggali nenek dan hampir semua keluarga Maggha.
Awalnya yayasan ini menggunakan dana dari orangtua Maggha untuk operasional. Saat ini sudah banyak donasi yang diberikan kepada yayasan.
"Sekarang sudah bisa dibilang susu, Pampers, dan barang-barang lainnya sudah tidak beli lagi. Itu dari sumbangan banyak biasanya dari Australia dan dari kita kan ada papan dan website. Biasanya mereka lihat dari sana juga mereka mungkin kenal dan mengikuti juga," ungkap Maggha yang genap berusia 19 tahun ini.
Donasi-donasi itu tidak lepas dari keaktifannya di media sosial. Yayasan ini memiliki akun Facebook, Instagram, serta situs yang bisa diakses masyarakat yang ingin berdonasi. Saat ini sudah ada 4.341 follower di Instagram.
Mendirikan yayasan bukan perkara mudah. Berbagai masalah ia hadapi, tapi Maggha selalu menyerahkannya kepada Tuhan. Ia yakin selalu ada jalan yang secara langsung diberikan karena kebaikan yang sudah dilakukan.
(M-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved