Headline
AS ikut campur, Iran menyatakan siap tutup Selat Hormuz.
Tren kebakaran di Jakarta menunjukkan dinamika yang cukup signifikan.
BALITA yang mengalami stunting atau kuranga supan gizi kronik berisiko lebih tinggi terkena penyakit tidak menular saat dewasa.
Hal ini diungkap berdasar penelitian Dokter dari Divisi Nutrisi Pediatrik dan Penyakit Metabolik Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI /RSCM, Damayanti Rusli Sjarif, yang menunjukkan anak usia sekolah dengan obesitas terkena hipertensi sebanyak 20%, dan 30% memiliki kolesterol tinggi. Sehingga saat dewasa akan berisiko terkena penyakit tidak menular seperti diabetes, jantung koroner, dan lainnya.
Damayanti juga menuturkan ada kaitan antara stunting ketika balita dengan penyakit degeneratif saat dewasa. Ia menjelaskan dampak stunting tidak berhenti hanya pada rendahnya IQ, dan tubuh pendek pada anak.
"Pada anak stunting, oksidasi lemak juga berkurang sehingga ketika anak diberi makan sesuai aturan untuk menyelamatkan otaknya, ia berpotensi menjadi obesitas di kemudian hari karena oksidasi lemaknya tidak bagus," tuturnya dalam acara diskusi media Forum Ngobras membahas mengenai stunting di Jakarta, Rabu(18/7).
Damayanti menjelaskan penyakit tidak menular bukan karena anak gemuk dari awal, tetapi karena asupan makannya tidak cukup, sehingga begitu diberi makan biasa, dampaknya anak menjadi gemuk. Karena terjadi gangguan metabolik saat terjadi kesalahan pada pemberian makan terhadap anak.
"Meski setelah diberikan makanan anak kelihatan gemuk, tapi organ dalamnya rusak. Ini disebut adiposity rebound. Bila kita naikkan perlemakan (diberikan protein dan lemak makanan berlebih) sebelum usia dua tahun, 50% anak akan menjadi obesitas pada usia tujuh tahun," ungkapnya.(OL-6)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved