Headline

Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

Warisan Chairil Anwar untuk Indonesia

MI
15/7/2018 11:30
Warisan Chairil Anwar untuk Indonesia
()

"SEBAGAI rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah menganugerahi bangsa Indonesia dengan kemerdekaan dan kesusastraan, sekaligus untuk mengabadikan kenangan atas puisi yang telah ikut melahirkan bangsa ini, kami mendeklarasikan tanggal lahir Chairil Anwar, 26 Juli, sebagai Hari Puisi Indonesia."

Deklarasi itu dibacakan Presiden Penyair Indonesia, Sutardji Calzoum Bachri, pada puncak Musyawarah Penyair Indonesia I di Riau, 22 November 2012.

Puisi Aku dan Karawang-Bekasi merupakan salah satu puisinya yang melegenda hingga saat ini. Jejak Chairil pun masih bisa didapati di Karawang.

Sebuah gang kecil tak bernama di Jalan Hos Cokroaminoto RT 13 RW 10 Kampung Anjun, Kelurahan Karawang Kulon, Kecamatan Karawang Barat, menjadi saksi perjalanan sang sastrawan pelopor angkatan 45.

Penyair kelahiran Medan, 26 Juli 1922, pernah singgah ke Karawang sekitar 1946-an di rumah Bubun Suherman, 70.

Bubun mengaku mendengar cerita itu dari ke dua orangtuanya, yakni Anim Wiradinata dan Iyah Fatimah yang telah tiada. Orangtuanya menitipkan pesan padanya untuk menjaga sebuah lemari bufet hias yang dijadikan meja tulis oleh sang pujangga. Selain bufet yang dijadikan meja tulis, ada juga meja makan bundar yang menjadi tempat makan Chairil Anwar bersama keluarganya saat itu.

"Selamat siang, bung Chairil," ingat Kahfi, 89, saat ditanya kenangannya dengan Chairil Anwar. Saat itu usia Kahfi baru sekitar 19 tahun.

Kahfi dan sejumlah kawan mainnya begitu bersemangat saat mendengar Chairil Anwar tinggal di sekitar rumahnya. Kahfi yang sudah mengenal karya-karya Chairil saat itu tentu ingin menyapa orang terkenal. "Selamat siang," balas Chairil kepada Kahfi.

Menurut Kahfi, balai yang diduduki Chairil itu memang menjadi tempat nongkrong para pemuda saat itu. Memang tidak setiap hari, Chairil datang ke balai, tetapi terkadang ia datang sering kali tak lepas dari kertas dan pulpen.

"Chairil memang misterius, ia kadang pendiam, tetapi juga ikut ngobrol dengan kita. Ia sering membicarakan mengenai kondisi negara dan bicara seperlunya. Chairil bilang dalam diskusi bahwa dia meyakini Karawang akan maju, tidak seperti kondisi saat itu," ingat Kahfi.

Pesan Chairil yang paling diingatnya ialah pesan untuk menjaga perjuangan. Chairil begitu berapi-api. "Kemerdekaan harus tetap dijaga dan terus diperjuangkan. Itu ketika saya tanya bagaimana tentang Indonesia," kata Kahfi.

Sesekali Kahfi melihat Chairil begitu sangat serius. Ia melihat Chairil menulis, kemudian pada kertas yang sudah ditulisnya, ia meremasnya dan membuangnya. "Saya ingat dia menulis Krawang, Kerawang, dan Karawang," ucap Kahfi.

Kini, kebesaran nama Chairil Anwar pun menjadi inspirasi muda di Karawang dalam berkarya tulis. Mereka menganggap Chairil punya pengaruh besar terhadap bahasa Indonesia saat ini. Chairil menentang zaman dan berpikir puluhan tahun ke depan.

"Semua puisi modern Indonesia pasti menyimpan DNA puisi Chairil di dalamnya," kata Pendiri Komunitas Semesta Literasi, Faizol Yuhri.

Di tempat kelahirannya, figur Chairil Anwar hanya diklaim sebagai orang Sumatra Utara saja, tetapi ruh kepenyairannya tidak ada. Hal itu dikemukakan sastrawan Sumut, Yulhasni.

Menurutnya, tidak satupun yang meniru atau mengikuti gaya kepenyairan Chairil Anwar. Justru model puisi penyair di Sumut cenderung mengikuti gaya kepenyairan absurd, mendayu-dayu, dan tidak lugas.

"Yang bisa saya ingat dari Chairil sebenarnya malah dari spiritnya. Spiritnya untuk jadi pemberontak itu yang tidak dimiliki sastrawan di Sumut. Chairil Anwar selalu menulis pendek, tapi berkualitas sepanjang masa."

Visi Riau

Jauh sebelum era Chairil Anwar, puisi telah mendarah daging dalam kebudayaan melayu Riau. Daerah itu bahkan punya target untuk mewujudkan visi pada 2020 sebagai pusat kebudayaan melayu di Asia Tenggara.

Demi menjaga pencapaian itu, pemerintah daerah Riau telah mewajibkan setiap sekolah memasukkan muatan lokal kebudayaan Melayu ke dalam kurikulum mereka. Itu juga bertujuan menguatkan basis pengetahuan kebudayaan Melayu sedari dini.

"Dalam muatan lokal itu diajarkan. Adapun taman budaya menjadi laboratorium bersama. Selain itu, komunitas puisi di Riau juga semakin banyak terbentuk dan melahirkan para penyair muda," papar Kepala Dinas Kebudayaan Riau Yose Rizal.

Namun, penyair senior, Fakhrunnas MA Jabbar, berpendapat upaya itu belum cukup untuk mencapai visi Riau 2020. Fakhrunnas yang telah menghasilkan karya 16 buku puisi itu bahkan menyayangkan minimnya perhatian pemerintah daerah di Riau terhadap sastra Melayu.

Indikasi itu terbukti dari hilangnya peredaran buku-buku puisi karya penyair Riau. Karya puisi yang sangat bernilai itu saat ini sangat sulit ditemukan dan akibatnya penyair Riau kurang dikenal lagi oleh generasi sekarang," cetusnya.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya