Headline

Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.

Fokus

Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.

Inovasi dari Cicaheum

Zuq/M-1
03/6/2018 10:15
Inovasi dari Cicaheum
Santri anak-anak sedang memilah gelas plastik yang dikumpulkan dari warga di Bank Sampah Hidayah, Masjid Fatmah Hidayah, Cicaheum, Bandung, Jawa Barat, Jumat (1/6).(MI/ BARY FATHAHILAH)

"NANTI kausnya dari apa?" pertanyaan polos itu meluncur dari mulut Syalvira Putri Nuraeni, 8, ketika membalikkan seruan bahwa dia harus mengumpulkan sampah agar punya kaus.

Patutlah Syalvira bertanya demikian. Pikiran anak perempuan yang baru duduk di kelas 3 itu masih tertanam kuat pesan bahwa dia harus mengumpulkan sampah agar dia bisa memiliki kaus. Sebelumnya, Vira diajak untuk membersihkan tempat mereka belajar dan mengumpulkan sampah untuk ditabung. Hasil tabungan itulah untuk membeli kaus.

Boleh jadi Vira tidak berpikir demikian. Bisa jadi dia berpikir bahwa sampah yang dia kumpulkan akan dibuat menjadi kaus. Jadilah dia dan temannya memakai kaus berbahan sampah.

Syalvira ialah salah satu santri di Madrasah Fatmah Hidayah, Bandung. Kala itu ia sedang mengikuti pesantren kilat (sanlat) di gedung madrasah yang menempati lantai dua Masjid Fatmah Hidayah Sukalaksana Bandung. Dalam program sanlat itu, Syalvira bersama 50 santri lain juga diajari mempraktikkan ajaran kebersihan sebagian dari iman. Syalvira dilatih untuk peduli lingkungan, termasuk dengan mendaur ulang sampah.

Salah satu program DKM Masjid Fatmah Hidayah ialah Bank Sampah Unit Hidayah. Menurut Wakil Sekretaris DKM Masjid Fatmah Hidayah, Maryana Ahmad, 40, program bank sampah itu bertujuan mengajak masyarakat agarpeduli lingkungan.

"Karena harus dari usia dini untuk mengajak masyarakat peduli terhadap lingkungan dan yang paling mudah untuk diajak dengan iming-iming ya para santri ini. Kebetulan ada madrasah jadi bisa ajak mereka," terang Maryana.

Selain itu, menurut Maryana, program bank sampah diminati para santri kecil. Mereka bersemangat mengumpulkan sampah karena ada iming-iming yang bakal mereka terima ketika rajin mengumpulkan sampah dan membersihkan lingkungan. Mereka diajak menabung sampah yang nantinya akan digunakan untuk membeli kaus.

"Waktu itu kita iming-imingnya kumpulin sampah kemudian jadi duit kemudian bisa bikin kaus. Selain itu juga sebagai ibadah. Target pertama kita ingin bikin kaus, biar anak bangga dulu," terang Maryana.

Bank sampah itu bermula dari awal tahun lalu ketika bekas jajanan santri hanya ditumpuk dan dikumpulkan, sesudah itu dimasukkan tong sampah dan dibuang. Maryana berpikir sampah itu bisa menjadi pembelajaran dan keuntungan.

"Bungkus jajanan anak-anak pun menumpuk di atas. Jadi numpuk di atas, dimasukin ke tong, diangkut. Lah ini pembelajarannya tidak ada, keuntungannya jua tidak ada," terang Maryana ketika bercerita tentang kejadian pada Januari lalu.

Dari situlah Maryana berkunjung ke Bank Sampah Hijau Lestari pada Februari. Ia pun tebersit pemikiran untuk membentuk unit bank sampah. Hingga April, Bank Sampah Unit Hidayah telah berhasil menyelenggarakan dua kali pengangkutan sampah.

Para santri biasanya hanya mengumpulkan sampah. Namun, semenjak Ramadan, mereka mempunyai agenda tambahan, yakni menggunting botol untuk memisahkan bagian atas botol dan badan botol. Sebab keduanya punya harga berbeda.

"Kalau untuk menggunting itu baru di Ramadan ini. Sebelumnya anak-anak itu hanya angkut sampah, kumpulin sampah dibawa kesini," terang Maryana.

Selama Ramadan, biasanya para santri beraktivitas dengan sampah dua kali, yakni sesudah sanlat, pesantren kilat sembari menunggu waktu berbuka dan setelah kuliah subuh.

"Adanya bank sampah ini juga agar meng-ini-kan (menunjukkan) bahwa masjid itu juga bukan sebatas yang ritual ke atasnya, tapi juga agar anak-anak juga, jadi enak untuk kaitannya dengan kegiatan bank sampah ini," tandas Maryana.

Masjid ramah anak

Selain Bank Sampah, DKM Masjid Fatmah Hidayah mempunyai program lain, yakni mewujudkan masjid ramah anak. Konsep itu diwujudkan dengan membangun area bermain dan beraktivitas untuk anak agar anak semakin betah dan akrab dengan masjid.

"Jadi pemahaman yang ingin diterapkan di Masjid Fatmah Hidayah, bahwa kita ke depannya ingin membuat satu area khusus di lantai 2, kurang lebih sekitar 3 x 6 meter jadi lantainya itu dengan rumput sintetis, kemudian di atasnya itu ada alat-alat mainan seperti ayunan, kemudian ring dan kotak buat gelayutan. Itu rencana ke depannya," terang Maryana.

Meskipun area anak itu belum terwujud sempurna, DKM Masjid Fatmah Hidayah telah mengawali dengan menyiapkan ruang di lantai 2 untuk area bermain anak, persis di sebelah ruang yang digunakan anak-anak untuk mengaji.

Saat ini Masjid Fatmah Hidayah telah mewujudkan konsep masjid ramah anak dengan memberikan kebebasan kepada anak-anak untuk menggunakan teras masjid untuk bermain. Biasanya anak-anak bermain dari pagi sampai 10.00-11.00, sedangkan pada siang, dari pukul 14.00 sampai sebelum masuk asar juga masih banyak anak yang bermain di teras masjid.

"Teras ini kalau pagi atau siang, ketika belum mendekati salat lima waktu, itu dijadikan arena untuk main panah. Terkadang anak-anak juga main kelereng, main bola plastik. Itu tidak kita larang, kalau tidak pas awal waktu salat," tegas Maryana.

Saat Media Indonesia berkunjung, memang tampak anak-anak begitu akrab dengan masjid. Tidak terlihat mereka yang biasanya agak takut untuk berada di sekitar lingkungan masjid. (Zuq/M-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya