Headline
Sebaiknya negara mengurus harga barang dulu.
PEMERINTAHAN Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla telah mencanangkan program prioritas yang terangkum dalam Nawa Cita, termasuk bidang pendidikan (poin lima) yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia.
Melalui Nawa Cita bidang pendidikan pemerintah mencanangkan upaya peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan dengan program Indonesia Pintar Wajib Belajar 12 Tahun bebas pungutan.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) atau yang dalam hal ini memiliki tanggung jawab mewujudkan cita-cita tersebut, telah merancang sejumlah program prioritas. Di antaranya, kartu Indonesia pintar (KIP), penguatan pendidikan karakter (PPK), serta peningkatan profesi guru (PPG).
Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy, pihaknya akan mengupayakan percepatan penyaluran KIP agar tepat waktu dan tepat sasaran, sesuai dengan target penyaluran KIP terhadap 19,7 juta siswa mulai tingkat SD sampai SLTA.
"Alhamdulillah penyaluran KIP saat ini sudah mencapai lebih dari 85%. Anak yatim dan panti asuhan juga sudah diatur supaya bisa menerima dan menikmati KIP," ujarnya dikutip melalui website resmi Kemendikbud.go.id.
Dijelaskan, anak yatim dan panti asuhan sebelumnya memiliki status 'unik' lantaran sudah tidak tercantum dalam kartu keluarga sehingga dampaknya anak-anak tersebut tidak bisa menerima KIP apalagi merasakan manfaatnya.
Lebih lanjut, selain KIP, pemerintah tengah fokus pada penguatan pendidikan karakter (PPK). Pada level SD, pendidikan karakter mendapat porsi 70%, sedangkan budi pekerti 30% sehingga jelas betapa penting pendidikan karakter ditanamkan sejak dini.
Faktanya, pendidikan karakter tidak hanya menjadi fokus Indonesia, tetapi juga banyak negara di dunia. Pada Konferensi Tingkat Tinggi ke-49 di Jakarta, Juli 2017, hampir semua menteri pendidikan mengakui krisis karakter di negara masing-masing.
"Mereka menyadari selama ini fokus pendidikan adalah mengejar ketertinggalan pendidikan sehingga kurang fokus dalam pendidikan karakter. Karena itu, pendidikan karakter sudah menjadi perhatian bersama," tegasnya.
Catatan pemerintah
Di sisi lain, pengamat pendidikan Doni Koesoema mengungkapkan masih ada sekolah percobaan yang tidak berhasil melaksanakan PPK. Ketika diverifikasi, itu terjadi karena faktor kepemimpinan sekolah yang kurang terbuka terhadap ide-ide baru yang mestinya diimplementasikan.
"Ini harus menjadi catatan kementerian. Di beberapa tempat, meskipun sudah ada Perpres tentang PPK masih banyak kepala dinas yang belum memahami PPK sehingga tidak mendukung inovasi dan kreasi sekolah dalam pengembangan PPK," jelasnya.
Namun, Doni menilai Kemendikbud sebenarnya sudah berusaha untuk mempercepat implementasi PPK. Salah satunya ialah dengan membuat tim konsultasi dan asistensi di tiap provinsi agar dapat mendampingi kabupaten/kota dalam proses mengimplementasikan PPK.
Itu artinya, sudah banyak hal terkait dengan revolusi mental yang seyogianya telah dilakukan pemerintah khususnya Kemendikbud, seperti pada 2017, PPK mulai merambah ke SMA/SMK dan pendidikan khusus agar implementasinya makin masif.
"Efektivitasnya memang belum dapat kita lihat dalam waktu pendek. Namun, dari penelitian di beberapa provinsi terbatas tentang implementasi PPK, Kemendikbud melihat bahwa konsep yang dikembangkan cukup efektif dan mampu mengubah dan mentransformasi sekolah asal langkah-langkah dalam buku panduan diterapkan," pungkas Doni.
Koordinasi dan pengawasan
Menurut Wakil Ketua Komisi X DPR RI Ferdiansyah, pemerintah perlu memperkuat koordinasi antarkementerian/lembaga (K/L). Utamanya menyangkut pelaksanaan pendidikan di daerah yang saat ini masih dinilai belum optimal. "Untuk masalah pendidikan ini pemerintah tidak bisa berdiri sendiri sehingga koordinasi antar-K/L perlu lebih ditingkatkan," ucapnya.
Sebagai contoh, masalah pengadaan guru atau tenaga pendidik tidak bisa hanya Kemendikbud, tetapi juga perlu koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-Rebiro).
Selain koordinasi, kata politikus Partai Golkar tersebut, pemerintah pusat bersama sejumlah stakeholder lain termasuk DPR harus dapat lebih memperkuat pengawasan. Terlebih kualitas pendidikan nasional saat ini secara umum dinilai masih stagnan.
"Kondisi pendidikan di daerah tidak bisa disamakan, terutama 3T. Karenanya, kami mohon agar segera diturunkan pengawasan yang lebih ketat," pungkas Ferdiansyah.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved