Headline
Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.
Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.
RATUSAN mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) yang tergabung di Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-Ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (Himasiera) IPB, belajar jurnalistik bersama Metro TV.
Belajar bersama Broadnalistic (broadcasting and jurnalistic) digelar di Auditorium Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) IPB, Kampus Dramaga, Bogor, Sabtu (21/4).
Prosesnya cukup santai. Dua nara sumber dari MetroTV yakni Zilvia Iskandar, News Anchor dan Henny Puspitasari, PR & Publicity Manager, membagikan ilmu dan pengalamannya tentang dunia jurnalistik, penyiaran dan industri media. Dan ada juga sesi dimana para mahasiswa tampil mencoba menjadi seorang pembawa berita.
"Memang di dunia jurnalis itu banyak, ada di foto, media cetak, online dan televisi. Tapi di sini saya berbicara jurnalistik untuk sesi tv, karena saya pelaku di tv, jurnalis tv. Jadi saya bicara dari sudut pandang jurnalis tv,"kata Zilvia.
Zilvia memperlihatkan beberapa video hasil liputan dan siarannya. Diantaranya liputan eksklusif kasus first & travel, dan liputan erupsi Sinabung.
"Mudah-mudahan itu bisa jadi bekal buat adik-adik yang berminat dalam dunia jurnalis untuk mengembangkan apa yang mereka sukai. Menemukan sebetulnya, pasion-nya dimana. Dan jika suatu saat ingin terjun di dunia jurnalistik, punya bekal yang cukup yamg sudah dicicil sejak di bangku kuliah,"ungkapnya.
Menurutnya, menjadi jurnalis harus kritis. Kritis itu katanya, adalah modal utama. Karena kalau jurnalis tidak punya penasaran yang tinggi itu berarti setengah-setengah niatnya menjadi jurnalis. Dan sikap kritis itu dimulainya di kehidupan sehari-hari.
Meski demikian, sebelum liputan, seorang jurnalis harus ada persiapan penuh. Karena jika tidak akan muncul pertanyaaan yang prematur. Dan itu berlaku untuk liputan apa pun. Termasuk terhadap korban kebakaran, dia mencontohkan.
"Kalau punya kesempatan, situasi pas, kita bisa gali lebih dalam. Itu harus disajikan. Apakah informasinya lengkap, apakah bisa bermanfaat bagi masyarakat. Itu yang membedakan jurnalis biasa-biasa saja,"bebernya.
Soal bidang studi yang berbeda, Zilvia menjawabnya dont worry. Menurutnya, jika mau jadi jurnalis di TV dan media apa pun, tidak ada kata istilah tidak nyambung. Dan dia mencontohkan dirinya yang lulusan sastra Inggris.
"Saya dari sastra Inggris. Dan sekarang saya lebih di politik dan ekonomi. Bahkan di awal-awal saya nge-pos di mabes, DPR dan KPK. Di awal susah, karena tidak ada beground. Tapi sekarang teknologi mendukung kita mencari data. Dan Metro TV utamanya berita, politik, saya ingin jadi bagian di hal-hal yang utama di Metro TV. Dan sekarang bisa,"ceritanya.
Dia menyebutkan, jurnalis adalah indra bagi pemirsa, pembaca. Seorang jurnalis bukan hanya harus kerja keras, tapi juga kerja cerdas dan kreatif.
"Seorang jurnalis harus gesit dan militan. Seorang jurnalis anti manja, suka ngeluh, menye-menye,"ujarnya.
Sejak awal liputan, seorang jurnalis harus punya tujuan. Dia mencontoh liputan kasus First Travel. Saat liputan eksklusif melihat ke dalam rumah Anisa sang pemilik, lanjutnya, objektifnya ingin menggambarkan sebarapa mewah gaya hidup Anissa.
"Benar tidak, mewah. Kami ingin membandingkan bagaimana di satu sisi ada ribuan jemaah yang tidak bisa berangkat. Sementara kehidupan dia mewah. Apakah itu mempengaruhi keberangkatan jemaah. Kemudian kita konfirmasi ke polisi. Kita tidak ingin menjugde benar tidak jemaah tidak berangkat karena itu. Jadi liputan secara menyeluruh,"ungkapnya.
Kerja sebagai reporter, lanjutnya, memang berkejaran dengan waktu. Untuk mendapatkan liputan lengkap, saranya, sebaiknya seorang jurnalis riset sebelum ke lokasi.
"Saya buat bagan dulu. Datang ke lokasi wawancara dan tinggal melengkapi. Tidak mulai dari nol. Harus berpikir sebagai jurnalis dengan cerdas. Tidak sekadar rajin. Sudah siapkan beground, karena kami tidak hanya live report, tapi kirim naskah. Bahkan ikut juga proses editing. Jadi kerja jurnalis itu panjang,"paparnya.
Dia menyarankan kepada para mahasiswa dan jurnalis baru untuk mencoba hal apa saja. Penugasan apa pun yang diberikan kantormya dicoba dulu. Karena pada nantinya akan tahu bakatnya di mana, cocoknya di program apa.
"Tiap program punya perbedaan karakter. Jadi dari awal cari style, karakter, politik, ekonomi, partisipan dan lain-lain. Jangan membatasi dulu.
Selain kritis, untuk mencermati informasi yang di dapat, sebagai seorang jurnalis lanjutnya, harus cek dan ricek.
Setiap informasi yang didapat, jangan ditelan mentah-mentah. Kita harus membandingkan atau jangan hanya satu sumber saja.
Karena jaman sekarang ini banyak yang hoax. Banyak sekali informasi betul-betul terlihat informasi yang benar, tapi ternyata itu hoax.
"Jadi itulah mengapa profesi sebagai seorang jurnalis semakin dibutuhkan di jaman sekarang ini. Tapi saya yakin informasi yang disampaikan jurnalis punya tanggung jawab yang besar untuk masyarakat, untuk negara. Dan itu bebannya besar. Jadi harus disampaikan dengan benar. Salah satunya, saya harus selalu kritis dan cek n ricek,"pungkasnya.
Sementara itu, Henny Puspitasari, PR & Publicity Manager Metro TV, mengatakan, kegiatan hari itu salah satu bentuk kerjasama Metro TV dengan IPB.
"Untuk lebih memperkenalkan bagaimana dunia jurnalistik itu sendiri. Metro TV sebagai pelopor pemberitaan Indonesia selalu senang hadir di kampus kampus dan sekolah-sekolah,"katanya.
Program CSR (Coorporate Social responcibility) dan PR (Public Relation) Metro TV itu, lanjutnya, bukan hanya menyasar kampus atau mahasiswa tapi juga dengan sekolah-sekolah SLTA sederajat. Termasuk pesantren-pesantren.
" Anak-anak muda sekarang harus melek wawasan dan melek media. Banyak yang melihat media itu hiburan saja dan pengetahuan umumnya kurang. Bukan hanya atitude atau sikap, tapi knowladge atau pengetahuan umum pun anak muda harus punya,"pungkasnya.
Arismal Rezki Direktur HIMASIERA atau sekaligus ketua penyelenggara mengatakan, kegiatan itu untuk memfasilitasi mahasiswa IPB, untuk tahu bagaimana jurnalistik, penyiaran secara mendalam.
"Selama ini ada istilah "terjebak dengan jurusan". Di sini, kita tidak terlalu mendalami jurnalistik. Kita hanya mempelajari pendekatan pada masyarakatnya saja. Makanya kita ingin belajar, tahu lebih dalam,"katanya. (OL-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved