Headline

Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.

Fokus

Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.

Kemunculan Cacing Anisakis sp dalam Produk Olahan Ikan Fenomena Alam

Agus Utantoro
04/4/2018 07:56
Kemunculan Cacing Anisakis sp dalam Produk Olahan Ikan Fenomena Alam
(ANTARA FOTO/FB Anggoro)

DITEMUKANNYA cacing Anisakis sp dalam ikan laut merupakan hal yang biasa.

"Keberadaan Anisakis di ikan laut merupakan fenomena biasa yang terjadi secara alami," jelas dosen Jurusan Perikanan Universitas Gadjah Mada Eko Setyobudi saat ditemui di ruang kerjanya  di Departemen Perikanan UGM, Rabu (4/4).

Menurut dia, Anisakis merupakan kelompok nematoda dari famili Anisakidae yang umum ditemukan sebagai parasit pada berbagai jenis ikan laut di seluruh dunia. Sedangkan, penyebarannya, ujarnya, melibatkan krustasea, ikan, cumi-cumi, maupun mamalia laut sebagai inang.

"Secara umum, siklus hidup Anisakis dicirikan dengan 4 kali moulting. Hanya stadia larva-2 yang bersifat hidup bebas dalam perairan dan akan berubah menjadi larva-3 setelah masuk dalam tubuh krustasea laut karena proses pemangsaan. Anisakis yang menginfeksi ikan atau cephalopoda berada dalam tahap larva-3 dengan ukuran kurang lebih 2-4 cm. Sementara untuk tahap anisakis dewasa hanya ditemukan pada mamalia laut," terangnya.

Dikatakannya, infeksi Anisakis dalam organisme laut telah diteliti dalam beberapa studi dan sejumlah besar spesies ikan dan cephalopoda rentan terhadap infeksi nematoda ini.

Sampai saat ini, lanjutnya, tidak kurang dari 200 jenis ikan dan 25 jenis cephalopoda telah dilaporkan terinfeksi  Anisakis. Adapun jenis ikan yang banyak dilaporkan terinfeksi adalah Atlantic Mackerel, Horse Mackerel, Blue Mackerel, Indian Mackerel, dan Hering.

Sedangkan hasil penelitian Departemen Perikanan UGM juga menunjukkan adanya beberapa spesies ikan di Samudera Hindia Selatan Jawa juga terinfeksi nematoda itu.

Eko menekuni penelitian nematoda tersebut sejak 2006 lalu. Anisakis itu, ujarnya, terdiri dari banyak spesies dan beberapa di antaranya diyakini hanya terdistribusi dalam area terbatas.

Ia kemudian mencontohkan pada Anisakis simplex lebih banyak ditemukan di belahan bumi utara bagian barat dan timur Samudera Atlantik dan Pasifik.

Namun, Anisakis simplex kadang ditemukan di perairan barat Mediterania, khususnya pada ikan pelagis yang melakukan migrasi dari Atlantik.

Sedangkan Anisakis yang teridentifikasi di Samudera Hindia Selatan Jawa adalah Anisakis typica.

"Tingkat prevalensi dan intensitas infeksi Anisakis sp terhadap suatu jenis ikan sangat dipengaruhi oleh wilayah geografis, habitat dan musim. Namun, ikan yang hidup atau bermigrasi ke daerah endemik Anisakis berpeluang lebih besar terkena infeksi," tambahnya.

Eko mengungkapkan di negara-negara maju, salah satunya Kanada, ikan yang telah diketahui mempunyai prevalensi larva Anisakis yang tinggi akan diperiksa keberadaan nematodanya pada saat pengolahan.

Daging ikan dengan infeksi berat akan dilakukan pemotongan bahkan dibuang. Proses seleksi ini dilakukan untuk menghindari kerugian ekonomi dan mencegah Anisakis pada manusia.

Untuk mengurangi risiko keberadaan Anisakis dalam industri pengolahan ikan, Eko menekankan pentingnya memastikan ikan bahan baku yang diperoleh bukan berasal dari wilayah dan musim musim penangkapan yang bebas dari infeksi Anisakis.

Selain itu, juga perlu dilakukan sampling terhadap bahan baku akan kemungkinan infeksi nematoda dan melakukan prosedur standar operasional penanganan bahan baku yang dicurigai terinfeksi dengan membuang bagian yang terinfeksi.

Sementara itu, pakar keamanan pangan Endang Sutrisnawati Rahayu menyebutkan cacing Anisakis pada ikan mackarel kalengan dipastikan mati dan tidak membahayakan kesehatan manusia jika dikonsumsi.

"Cacing akan mati setelah melalui berbagai proses pengalengan sesuai dengan standar," katanya.

Hanya saja, tambahnya, dari segi estetika, cacing memang sebaiknya tidak ada dalam ikan.

Lebih lanjut ia menjelaskan, pada proses pengalengan memiliki persyaratan thermal untuk  memastikan seluruh mikroorganisme yang ada di bahan pangan yang diolah seluruhnya mati, termasuk endopsora  bakteri yang sering dipakai sebagai tolok ukur karena paling tahan dengan panas.

Dengan demikian, ujarnya, pada proses pengalengan yang dilakukan sesuai  dengan persyaratan yang ada dapat dipastikan aman bahkan hingga masa kedaluwarsa.

"Dalam proses sterilisasi untuk membunuh endospora saat pengalengan  ilakukan di suhu lebih dari 121 derajat Celcius. Kalau endospora saja sudah mati maka mikroorganisme serta parasit atau larva yang ada dalam bahan makanan yang diolah dipastikan juga sudah mati duluan," tegasnya.

Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) UGM ini mengimbau masyarakat untuk tidak panik menghadapi kejadian ini. Kasus ikan makarel kalengan yang bercacing ini diharapkan tidak menjadikan masyarakat takut mengonsumsi ikan laut.

Ia mengimbau industri pengalengan ikan untuk melakukan update standar  operasional produk (SOP) pada Good Manufacturing Practice (GMP) maupun Hazard Analysis and Critical Control Point (HCPP) dan melakukan validasi kecukupan panas dengan memperhatikan keberadaan nematoda pada bahan baku yang diolah. (OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya