Headline
Disiplin tidak dibangun dengan intimidasi.
KENDATI prevalensi kanker pada perempuan di Indonesia termasuk tinggi, hingga saat ini belum ada data penelitian yang dapat dijadikan pedoman untuk menyusun program penanggulangan kanker yang baik.
“Indonesia membutuhkan registrasi nasional untuk mengumpulkan dan menganalisis informasi dan data berkenaan dengan penyakit kanker. Data pasien kanker tidak semuanya tercatat karena belum semua pasien kanker berani berobat,” kata Ketua Komite Penanggulangan Kanker Nasional Prof dr Soehartati A Gondhowiarjo dalam forum diskusi dan peluncuran Asosiasi Advokasi Kanker Perempuan Indonesia (A2KPI) di Jakarta, kemarin.
Ia mengungkapkan kebanyakan pasien kanker yang ditangani di fasilitas kesehatan sudah masuk pada stadium lanjut. Hal itu disebabkan pasien delay (terlambat memeriksakan diri) dan terbatasnya fasilitas kesehatan. “Yang harus dibenahi mulai dari membangun kesadaran mengenai kanker,” kata Soehartati.
Dengan semakin banyak orang yang sadar atas penyakit kanker, ujarnya, mereka akan lebih mengerti fakta dan informasi yang benar terkait penyakit tersebut. Informasi yang salah, atau hoax, mengenai kanker menjadi salah satu penyebab keterlambatan pasien mendapat pengobatan.
“Informasi yang beredar di masyarakat membuat keterlambatan pengobatan. Pasien jadi ragu menjalani pengobatan dan melakukan langkah pencegahan,” kata Soeharti menanggapi banyaknya informasi yang tidak benar beredar di masyarakat. Salah satunya mengenai keamanan vaksinasi human papiloma virus (HPV) sebagai pencegahan kanker serviks (leher rahim).
Oleh karena itu, agar pasien kanker dan masyarakat lainnya mendapatkan informasi yang benar, dibutuhkan wadah seperti organisasi pasien kanker. Menurutnya, A2KPI merupakan peran serta masyarakat dalam pengendalian kanker di Indonesia.
Kasubdit Penyakit Kanker dan Kelainan Darah Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan Niken Wastu Palupi mengatakan deteksi dini penyakit kanker di Tanah Air masih jauh dari target. Yang terutama kanker pada perempuan, yakni kanker payudara dan kanker leher rahim yang prevalensinya tinggi.
Sepanjang 2009-2017, deteksi dini penyakit kanker baru 3 juta penduduk. Pada 2019 pemerintah menargetkan deteksi dapat mencangkup 34 juta penduduk.
Perbaikan penanganan
A2KPI diluncurkan sebagai penegasan tentang perlunya keterlibatan organisasi pasien dalam penyusunan kebijakan guna perbaikan penanganan kanker perempuan. Itu juga menandai momentum perkembangan advokasi pasien di Indonesia.
Acara peluncuran dihadiri berbagai pemangku kepentingan dari jajaran pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat, klinisi, perwakilan organisasi kemasyarakatan, organisasi pasien kanker, dan para penyintas kanker.
Aryanthi Baramuli, Ketua Umum Cancer Information and Support Center (CISC), yang merupakan salah satu pencetus A2KPI, meminta para pembuat kebijakan agar menyediakan akses yang setara terhadap pelayanan berkualitas, menjamin ketersediaan obat dan kemudahan fiskal, dan meninjau kembali kebijakan kesehatan yang berkaitan dengan kanker perempuan. Pemerintah juga diminta memperluas upaya pencegahan, deteksi, dan pengobatan dini sekaligus melibatkan pasien dalam proses pembuatan kebijakan kanker perempuan. (H-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved