Headline
Disiplin tidak dibangun dengan intimidasi.
MENUJU era revolusi industri 4.0, perguruan tinggi dituntut dapat mengembangkan sistem pembelajaran daring (online). Tujuannya meningkatkan kapasitas dan kualitas pendidikan tinggi secara fleksibel lintas ruang dan waktu dengan menggunakan teknologi informasi.
“Revolusi industri 4.0 itu berdasarkan cyber physical system. Untuk itu, kalau bisa semua perguruan tinggi dapat membuat kampus yang belajarnya bisa di mana saja,” ujar Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristek-Dikti) M Nasir.
Seperti dilansir Antara, M Nasir menjelaskan hal itu dapat dilakukan salah satunya dengan cara membangun big data dan koneksi internet yang baik sehingga siswa yang belajar tak perlu hadir di kampus.
Hal itu sekaligus untuk menjawab tantangan dalam memberikan pendidikan inklusi bagi seluruh rakyat Indonesia. Sementara itu, pembelajaran daring itu sendiri, jelas Nasir, dilakukan pada tingkat mata kuliah, program studi, dan perguruan tinggi (cyber university).
“Pelaksanaannya pun harus memenuhi standar baik dari aspek sistem, proses pembelajaran, pendidik dan dosen, serta dukungan infrastruktur teknologi informasi,” ungkapnya.
Bukan hanya itu, untuk menghadapi globalisasi pendidikan, perguruan tinggi juga diharapkan bisa mengembangkan diri menjadi lebih baik.
Paling tidak agar dapat membangun sumber daya manusia yang lebih baik ke depan. Apalagi, ungkap Menristek, nantinya universitas asing dapat dengan mudah masuk ke Indonesia.
Dengan demikian, menjadi sebuah keniscayaan bagi perguruan tinggi untuk dapat meningkatkan kemampuan teknologi dan inovasi terutama di bidang IT.
“Kami di kementerian akan terus mendorong penerapan teknologi digital, salah satunya dalam pengelolaan riset dengan intensitas penggunaan Sinta (science & technology index),” ucap Nasir.
Dengan demikian, perguruan tinggi dan lembaga penelitian (litbang) wajib mengharmonisasikan hasil-hasil riset pengembangan dan penerapan teknologi hingga sampai pada proses inkubasi dan pengembangan di industri.
“Terkait masalah regulasi sistem pembelajaran jarak jauh melalui online ini juga sedang kami siapkan dan akan segera terbit. Harapannya April atau Mei sudah keluar izinnya,” terang mantan Rektor Universitas Diponegoro itu.
Pendidikan jarak jauh
Melalui keterangan persnya beberapa waktu lalu, Menristek-Dikti optimistis angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi akan meningkat dengan pendidikan jarak jauh (PJJ). Dengan PJJ, pada 2022-2023 ditargetkan APK pendidikan tinggi di Indonesia mencapai angka 40%. “APK pendidikan tinggi Indonesia baru 32,5% dengan skema peningkatan akses secara konvensional. Dengan PJJ, saya optimistis APK bisa di angka 40%,” kata Menristek.
Akan tetapi, PJJ dengan proses pembelajaran daring sangat membutuhkan dukungan infrastruktur jaringan internet yang baik. Nasir pun meminta dukungan dari PT Telkom untuk meningkatkan jaringan internet di perguruan tinggi wilayah Papua dan Papua Barat agar tidak tertinggal dari perguruan tinggi di Pulau Jawa.
“Ke depannya diharapkan program pembelajaran daring dapat berguna untuk meningkatkan kualitas pendidikan suatu perguruan tinggi dalam menghadapi persaingan secara global,” pungkasnya.
Saat ditemui terpisah, Fachrul Adiatna, 24, menilai sistem perkuliahan jarak jauh melalui daring bukan mustahil berhasil. Pasalnya generasi saat ini, apalagi yang notabene berpendidikan, sangat dekat dengan dunia digital. “Justru kayaknya lebih enak online jadi enggak perlu ke kampus. Apalagi rumah saya dengan kampus jauh banget jadi bisa ngirit ongkos dan tenaga juga kalau kuliahnya online,” cetus mahasiswa tingkat lima Universitas Pakuan (Unpak), Bogor, Sabtu (25/3).
Ia pun berharap, pihak kampus dalam hal ini Unpak bisa mempertimbangkan untuk bisa segera melaksanakan pembelajaran daring alias jarak jauh. (S-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved