Headline

Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.

Perjelas Tanggung Jawab Korporasi

Putri Rosmalia Octaviyani
15/3/2018 09:01
Perjelas Tanggung Jawab Korporasi
(MI/MOHAMAD IRFAN)

HINGGA saat ini detail tanggung jawab korporasi dalam kasus kerusakan lingkungan belum terjabarkan dengan baik di UU 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Akibatnya, kerap kali hukuman hanya jatuh kepada pegawai perusahaan (perseorangan).

"Padahal, dalam kasus kerusakan lingkungan yang disebabkan korporasi, yang harus bertanggung jawab jelas pihak korporasi," ujar pakar hukum dari Universitas Indonesia, Andri G Wibisana, dalam diskusi di Kantor Walhi, Jakarta, kemarin.

Menurut dia, untuk kasus kerusakan lingkungan, hukuman yang dijatuhkan pada korporasi akan lebih efektif karena korporasi akan dapat dituntut untuk melakukan pemulihan lingkungan. "Itu yang lebih penting dalam penyelesaian hukum lingkungan jika dibandingkan dengan hanya menyelesaikan lewat pidana perseorangan," sambung Andri.

Karena itu, bila memang pemerintah serius ingin menyertakan unsur hukum lingkungan dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), lanjutnya, hal terkait kejelasan hukuman bagi korporasi menjadi sangat penting untuk disertakan.

Andri mengatakan sangat mungkin kejahatan lingkungan hidup tidak hanya dilakukan pelaku secara individual di lapangan. Jika tanggung jawab hanya dilimpahkan pada individu, pencarian bukti tindak pidana lingkungan hidup akan lebih sulit.

Pemulihan lingkungan

Senada dengan Andri, Deputi Direktur Indonesia Center for Environmental Law (ICEL), Raynaldo Sembiring, mengatakan kejelasan asas terkait dengan tanggung jawab korporasi seharusnya menjadi hal utama yang disertakan dalam RKUHP. Bila tidak, hukuman maksimal bagi korporasi akan sulit diterapkan.

"Ini sangat penting disertakan dalam buku 1 RKUHP yang berisi asas dan pedoman dalam penetapan hukuman. Kalau tidak ada, potensi salah sasaran hukuman akan dapat terus terjadi," cetus Raynaldo.

Dalam aturan baru itu, lanjut dia, harus ada pemisahan tanggung jawab bagi korporasi dan bagi perseorangan, termasuk aturan mengenai kewajiban ganti rugi dan tanggung jawab pemulihan. "Kalau tidak begitu, selain potensi salah sasaran, hukuman sebatas pada pidana perseorangan, pemulihan lingkungan tidak dilakukan."

Hal lain yang menurut Raynaldo harus ada dalam RKUHP tentang Lingkungan ialah ketentuan mengenai sistem pembuktian. Seperti diketahui, dalam kasus lingkungan, minimnya pembuktian kerap mempersulit kelanjutan proses hukum. Padahal, di banyak negara, penyelesaian hukum lingkungan sudah lebih terbuka dalam mempertimbangkan berbagai potensi lain sehingga meringankan syarat pembuktian.

"Misalnya, dalam kebakaran hutan atau kasus limbah, seharusnya ditentukan agar semua yang berkontribusi ikut tanggung jawab. Saat ini di UU 32 belum dibahas. Yang penting seperti itu justru tidak dibahas dalam RKUHP," imbuh Raynaldo.

Ia menambahkan, bila tidak ada penguatan signifikan, akan jauh lebih baik jika ketentuan hukum terkait dengan lingkungan dikeluarkan dari RKUHP karena dikhawatirkan penyertaan tanpa adanya pembahasan dan pengkajian yang matang malah menyebabkan penegakan hukum lingkungan di Indonesia semakin berat.

(H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya