Headline
Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.
Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.
PEMBEKALAN mengenai teknik diplomasi amat penting bagi peneliti karena tantangan riset global menuntut para peneliti dan akademisi untuk ikut terlibat dalam memperjuangkan kepentingan nasional pada berbagai perundingan dan negosiasi internasional.
Isu-isu global yang dihadapi abad ini, seperti masalah keanekaragaman hayati, perubahan iklim, kekurangan air, kemiskinan, serta masalah energi, memerlukan kolaborasi ilmuwan, pembuat kebijakan, akademisi, dan pemangku kepentingan dalam menghubungkan dunia sains dan politik untuk menemukan solusi terbaik.
"Peneliti pun dituntut untuk berperan layaknya diplomat di bidang sains. Apalagi, sains menjadi alat yang memudahkan hubungan antarbangsa karena tidak diwarnai ras atau budaya. Karena itu, para peneliti juga harus menguasai kemampuan berdiplomasi dan bernegosiasi untuk menawarkan solusi pemecahan untuk berbagai masalah global," ujar Plt Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bambang Subiyanto dalam acara Workshop on Science Diplomacy yang digelar LIPI di Jakarta, kemarin.
Karena itu, kata Bambang, LIPI telah menggelar pelatihan diplomasi sejak 2006. Dengan pelatihan peneliti Indonesia diharapkan mampu meningkatkan kerja sama internasional dengan negara-negara lain, baik secara individu maupun kelembagaan.
Pada kesempatan sama, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan (IPSK) LIPI, Tri Nuke Pudjiastuti, mengatakan sains merupakan alat diplomasi lunak (soft power) yang memiliki daya persuasi tinggi. Peran diplomasi sains amat penting dalam membawa perubahan bangsa dan dunia.
"Diplomasi sains yang bersifat lunak dan memberikan solusi. Namun, itu belum tersentuh untuk kebijakan luar negeri Indonesia," kata Tri.
Ia mencontohkan konflik Laut China Selatan sebagai masalah yang belum menemukan solusi damai meski para peneliti telah menawarkan berbagai rekomendasi.
Diplomat senior Makarim Wibisono mengatakan ilmuwan perlu masuk lebih awal dalam diplomasi luar negeri. Sebabnya, diplomasi sains bisa menjadi jalur kedua yang melibatkan aktor nonpemerintah seperti ilmuwan, organisasi nonpemerintah, dan kalangan jurnalis. "Peran jalur kedua juga mampu menyukseskan diplomasi," kata Makarim.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved