Headline

DPR klaim proses penjaringan calon tunggal hakim MK usulan dewan dilakukan transparan.

Motivator Belajar Anak-Anak Kampung

Mohammad Ghazi
01/2/2018 05:31
Motivator Belajar Anak-Anak Kampung
(MI/MOHAMMAD GHAZI)

DARI luar, rumah di Jalan Lawangan Daya Gang II, Pamekasan, Jawa Timur,itu tidak tampak sebagai tempat bimbingan belajar. Berandanya cukup luas dengan bentuk memanjang. Sebuah garasi mobil di depannya. "Silakan masuk. Maaf di sini memang tidak ada kursi karena ditempati anak-anak untuk belajar," kata pemilik rumah menyilakan kami masuk ke sebuah ruangan di samping ruang keluarga. Di ruangan itu, hanya ada gambar di dinding dan dua komputer jinjing di pojok ruangan. Tidak ada kursi dan kami pun duduk lesehan.
Rumah itu milik Desy Erfina, 41. Ia sengaja menjadikan tempat tinggalnya sebagai tempat belajar bersama anak-anak di sekitar rumahnya, mulai beranda, ruang tamu, ruang tidur di lantai dua, hingga garasi. "Waktu belajar sejak pukul 18.00 WIB sampai 20.30," katanya sambil tersenyum, kemarin.

Ada sekitar 160 anak yang belajar bersama di tempat itu. Mereka terbagi menjadi beberapa kelompok sesuai dengan kelas mereka di sekolah masing-masing. Setiap kelompok membentuk lingkaran dan didampingi pendamping yang berpindah-pindah dari kelompok satu ke kelompok lain. Aktivitas itu berlangsung setiap malam, selain Sabtu malam (malam Minggu). Bunda Fifin, demikian anak-anak itu biasa memanggil Desy Erfina, menceritakan kegiatan yang dimulai sejak 2008 itu berawal saat anaknya sulit diajak belajar karena tidak ada teman. Ia lalu mengajak anak-anak di sekitar rumahnya belajar bersama. "Awalnya hanya untuk memancing semangat belajar anak saya. Ada empat anak tetangga yang belajar di tempat ini," tambahnya. Tidak beberapa lama, lanjut Fifin, jumlah anak yang menggunakan rumahnya sebagai tempat belajar bersama semakin banyak.

Bahkan, bukan hanya yang tinggal di sekitar rumahnya, melainkan dari dusun lain yang satu sekolah dengan anaknya. "Kebetulan ibu saya, Iramawati, saat itu mengajar di SDN Lawangan Daya III. Jadi, sebagian murid beliau juga datang ke sini untuk belajar bersama. Jadi, di sini mereka mempersiapkan pelajaran sekolah untuk besok, menyelesaikan tugas sekolah dan menyiapkan materi ujian sekolah," jelasnya. Semakin hari, jumlah peserta les itu bertambah banyak hingga akhirnya Fifin harus mencari tenaga untuk membantunya mendampingi kelompok belajar. Para tenaga pendamping sebagian sudah berstatus guru dan lainnya rekan yang dipandang memiliki kemampuan untuk menjadi pembimbing.

Tarik iuran
Ia pun memutuskan menarik iuran dari peserta kelompok belajar. Awalnya Rp10 ribu dan setelah beberapa kali dinaikkan, saat ini besar iuran menjadi Rp50 ribu per bulan. Iuran tersebut ia gunakan sebagai upah dan biaya transportasi para pendamping tersebut, selain untuk kas dan kebutuhan lain. "Sebetulnya terasa berat saat memutuskan adanya iuran. Tapi ini kebutuhan untuk kepentingan mereka juga. Selain itu, khusus anak yatim, iuran kami bebaskan. Begitu juga jika ada dua kakak beradik, kami cukupkan dengan membayar untuk satu orang, sisanya gratis," tambah alumnus Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang itu. Banyak pihak yang menyarankan agar tempat belajar bersama itu dikelola secara profesional.

Sebabnya, perkembangan yang cukup pesat menunjukkan adanya kepercayaan yang cukup tinggi dari masyarakat. Bahkan, pamannya, Mulyo Adi, pemilik lembaga bimbingan belajar Pendidikan Mental Aritmatika (PMA) di Kabupaten Sumenep, beberapa kali menyarankan agar mantan Bendahara Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) PNPM Mandiri Perdesaan di Desa Lawangan Daya itu segera mengurus izin usaha agar lebih diakui. "Kami sudah memberi pertimbangan yang matang, dampak positif jika aktivitasnya itu dijadikan sebagai usaha yang dikelola secara profesional. Tapi dia menolak dengan alasan, tidak mau menyimpang dari niat awal sebagai sarana pengabdian," kata Mulyo Adi, yang mendampingi Fifin saat diwawancarai.

Fifin memberikan alasannya, jika dikelola secara profesional layaknya lembaga bimbingan belajar dengan tarif ditetapkan untuk setiap mata pelajaran, ia khawatir anak-anak yang berasal dari keluarga tidak mampu tidak bisa ikut bergabung. "Saya tidak akan sedih hanya karena tidak bisa mengambil keuntungan materi dari kegiatan ini. Tapi saya akan sedih dan malu, khususnya pada ibu saya jika ada anak bimbing saya yang gagal dalam ujian sekolah," ujar ibu dua anak itu dengan suara bergetar. Terlihat ada air mata menggenangi bola matanya yang tiba-tiba memerah saat mengucapkan kalimat itu.

Bunda Fifin tidak hanya memiliki kepedulian terhadap pendidikan anak-anak di sekitar lingkungannya, tetapi juga aktif sebagai kader posyandu dan merelakan rumahnya digunakan sebagai lokasi kegiatan posyandu. Bahkan, ia juga mencarikan dana untuk biaya kegiatan dan kas posyandu yang memang tidak ada bantuan dana dari pemerintah, termasuk untuk bantuan asupan gizi untuk anak balita. Dana itu diperoleh dari sumbangan sukarela yang ia galang setiap pertemuan ibu-ibu dasa wisma. "Jika tidak seperti itu, dari mana kami dapat biaya untuk kegiatan. Sebab, pemerintah hanya menentukan, bulan ini kegiatan bantuan gizi berupa menu seperti ini dan seperti itu. Tapi tidak disertai dengan bantuan biaya. Makanya, kami harus mencari sendiri untuk menutupi biayanya," katanya.

Salah seorang aktivis pemuda di Pamekasan, Bambang S Priyanto, mengatakan Fifin merupakan sosok yang peduli dan suka membantu. Ia juga tidak menyerah dengan keadaan dan selalu memberikan dorongan kepada siapa pun untuk bersikap optimistis dan berpikir positif. "Dia salah satu figur perempuan perkasa di bidang sosial dan pendidikan, yang saat ini sudah mulai jarang ditemukan," katanya sambil menyampaikan harapan, apa yang dilakukan Bunda Fifin menjadi inspirasi bagi perempuan lain untuk lebih berperan untuk lingkungan. (X-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya