Headline
DPR klaim proses penjaringan calon tunggal hakim MK usulan dewan dilakukan transparan.
DPR klaim proses penjaringan calon tunggal hakim MK usulan dewan dilakukan transparan.
PENGAWASAN akan izin pelepasan kawasan hutan dan pembukaan pertambangan perlu diperketat di tahun ini.
Hal itu mengingat di 2018 ini akan ada 171 pemilihan kepala daerah.
Dikhawatirkan, akan muncul banyak transaksi politik yang berujung pada eksploitasi sumber daya alam termasuk pembukaan hutan.
"Lingkungan dan alam menjadi salah satu yang sangat rentan digunakan sebagai bahan transaksi politik. Korporasi berpotensi besar untuk bisa mendapat 'angin segar' dari sana," ujar Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Nur Hidayati, di Jakarta, kemarin.
Kecenderungan itu, lanjut Nur, dapat dilihat dari pengalaman yang terjadi pada tahun politik di 2014 lalu.
Di tahun itu terjadi pelepasan kawasan hutan untuk diubah menjadi perkebunan seluas 495 ribu hektare.
Sebelumnya, pada tahun politik 2009, hal tersebut juga terjadi.
Sekitar 239 ribu hektare kawasan hutan dilepaskan untuk perkebunan juga. Jumlah pelepasan tersebut menjadi yang terbesar sejak 2000.
Pola transaksinya, pengusaha atau korporasi membantu pendanaan kampanye calon kepala daerah tertentu dengan jaminan akan mendapat izin pembukaan hutan untuk perkebunan ataupun pertambangan. Ketika calon itu terpilih, janji itu pun diwujudkan.
Pola lainnya, pengusaha atau korporasi membantu pendanaan kampanye kepala daerah yang tengah berkuasa dan ingin mencalonkan lagi (sebagai petahana).
Imbalannya, kepala daerah itu memberikan izin pembukaan hutan untuk pengusaha atau korporasi tersebut.
"Perhatian terutama harus diberikan pada daerah-daerah kecil atau terluar yang juga melakukan pilkada. Karena bukan merupakan wilayah lumbung suara, mereka kerap luput dari perhatian. Padahal potensi adanya transaksi politik atas lahan hutan dan sumber daya alam juga tinggi di sana," tutur Nur.
Selain kekhawatiran akan transaksi politik yang berujung pada eksploitasi lingkungan, tahun politik ini juga dikhawatirkan akan membuat pemerintah cenderung lalai dan mengabaikan persoalan lingkungan hidup dan sumber daya alam, karena sebagian besar dari mereka pasti akan disibukkan dengan aktivitas pemilu dan partai politik.
"Demikian juga publik, perhatian mereka akan mudah terbagi pada isu-isu yang dimunculkan untuk komoditas politik," ujar Nur.
Proyek infrastruktur
Pada kesempatan sama, Manajer Kajian Kebijakan Walhi Nasional, Even Sembiring, mengatakan saat ini pemerintah semakin sibuk dengan pembangunan megaproyek infrastruktur.
"Padahal seharusnya pembangunan besar-besaran seperti itu sudah tidak dapat dilakukan kalau mengacu pada komitmen dan ratifikasi Kesepakatan Paris," ujar Even.
Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mengatakan dalam tiga tahun terakhir upaya penyelarasan antara ekonomi dan lingkungan terus dilakukan untuk kesejahteraan rakyat.
Hal tersebut tentu bukan merupakan hal yang mudah, terutama di tengah berbagai keterbatasan, khususnya anggaran.
"Dalam hal ini, sebenarnya Kementerian LHK sangat membuka diri pada semua stakeholder. Terutama pada semua kawan-kawan di lapangan, praktisi, dan akademisi untuk saling memberi masukan dan mengawasi. Konsep kerja bersama benar-benar ingin diaktualisasikan," kata Siti. (H-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved