Headline
DPR klaim proses penjaringan calon tunggal hakim MK usulan dewan dilakukan transparan.
DPR klaim proses penjaringan calon tunggal hakim MK usulan dewan dilakukan transparan.
KEJADIAN luar biasa (KLB) campak yang menewaskan puluhan balita dan anak-anak di Kabupaten Asmat, Provinsi Papua, antara lain karena rendahnya cakupan imunisasi. Ditambah lagi adanya masalah gizi buruk, sehingga mereka rentan terserang penyakit.
Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Elizabeth Jane Soepardi mengungkapkan cakupan imunisasi campak di Kabupaten Asmat pada 2017 hanya 17%. Rendahnya cakupan tersebut salah satu penyebabnya lantaran lokasi Kabupaten Asmat sulit dijangkau.
Selain itu, tenaga kesehatan dan fasilitas layanan kesehatan di sana juga tergolong minim. "Di Kabupaten Asmat ada 21 kecamatan. Di setiap kecamatan idealnya ada satu puskesmas. Tapi, ternyata hanya ada 13 puskesmas yang hanya dilayani tujuh dokter. Sementara itu, daerahnya sulit dijangkau," kata Jane di Jakarta, kemarin.
Menurutnya, pemerintah pusat juga mengalami kesulitan untuk mengetahui kondisi kesehatan masyarakat Asmat, karena minimnya laporan dari pemerintah daerah. Kondisi itu membuat masalah kesehatan tidak terlaporkan dengan baik, termasuk KLB campak.
Menteri Kesehatan Nila F Moeloek mengatakan, akan terus memantau kasus campak dan gizi buruk di Asmat, Papua. Intervensi berupa bantuan asupan untuk anak terus diberikan. Namun, ujarnya, peran pemerintah daerah juga harus ditingkatkan dan lebih serius mengatasi hal itu.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes Oscar Primadi menambahkan, persoalan lain terkait KLB campak adalah perlakuan terhadap vaksin yang memengaruhi kualitas vaksin. Ditambah lagi perilaku masyarakat yang belum sadar tentang pentingnya imunisasi.
Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Papua membenarkan cakupan imunisasi campak di Kabupaten Asmat dua tahun terakhir menurun drastis. Kepala Bidang Pemberantasan Penyakit Menular (P2M) Dinkes Papua Aaron Rumainum menjelaskan, cakupan imunisasi campak di Asmat pada 2014 mencapai 110%.
"Targetnya 100%, tapi yang diimunisasi campak di Asmat jumlahnya melebihi, yakni 110%," ujarnya.
Pada 2015, tambah Aaron, cakupan imunisasi campak di kabupaten itu hanya 48,8%, sedangkan pada 2016 tercatat 62,6%. Sementara itu, pada 2017 dari laporan Januari-Juni, cakupan imunisasi campak di kabupaten tersebut menurun drastis menjadi 17,3%.
"Laporan pelaksanaan imunisasi campak di Asmat sepanjang Juli-Desember 2017 belum dise-rahkan," kata Aaron.
Gizi buruk
Terekait dengan adanya anak-anak yang menderita gizi buruk, Dirrektur Bina Gizi Kemenkes Doddy Izwardy mengakui status gizi anak-anak di Asmat cenderung rendah. Ia menjelaskan, gizi dan penyakit infeksi mempunyai hubungan timbal balik. Rendahnya gizi membuat daya tahan tubuh anak-anak lemah sehingga mudah terserang penyakit.
"Salah satu indikator kurangnya gizi pada anak ialah kurangnya berat badan yang pemantauannya dilakukan melalui posyandu. Anak yang berat badannya kurang, harus dirujuk ke rumah sakit. Tapi kondisi geografis Asmat memang sulit," katanya dalam konferensi pers terkait penanganan KLB campak di Kabupaten Asmat di Kantor Kemenkes, Jakarta. Menurutnya, campak merupakan penyakit awal yang diderita bayi dan anak-anak di Asmat. Di samping itu mereka juga mengalami infeksi penapasan. (Pro/Ant/H-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved