Headline

DPR klaim proses penjaringan calon tunggal hakim MK usulan dewan dilakukan transparan.

Buku Islam Moderat Minim

Putri Rosmalia Octaviyani
11/1/2018 12:00
Buku Islam Moderat Minim
()

MINIMNYA literatur keislaman moderat yang kontekstual dengan generasi milenial membuat mereka lebih banyak membaca buku-buku bermuatan Islam ideologis menjurus radikal.

Generasi yang rentan dengan kegamangan akibat pesatnya arus informasi itu kemudian banyak terjerumus pada paham radikalisme.

"Generasi milenial saat ini sebenarnya dibanjiri dengan literatur keislaman. Tetapi lebih banyak buku-buku yang isinya mengarah pada ideologi islam radikal," ujar pakar politik Islam, Noorhaidi Hasan, dalam diseminasi hasil penelitian Literatur Keislaman Generasi Milenial, di Jakarta, kemarin.

Penelitian yang dilakukan tim pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan UIN Syarief Hidayatullah Jakarta itu dilakukan di 16 kota Indonesia sepanjang 2017.

Diketahui, jumlah gerakan Islam radikal yang ada di tiap kota berbanding lurus dengan masifnya jumlah penyebaran buku Islamis tersebut.

Solo menjadi kota yang paling banyak memiliki penerbit literatur islamis. Diikuti Yogyakarta, Jakarta, dan Bogor.

Noorhadi yang tergabung dalam tim penelitian itu menjelaskan, peran literatur tersebut sangat signifikan dalam menyemai ideologi islam radikal di kalangan pelajar dan mahasiswa.

Bacaan berisi ajakan mengganti sistem negara demokratis dengan khilafah semakin banyak hadir.

Ragam bacaan itu diproduksi para penerbit yang berafiliasi dengan gerakan-gerakan dan organisasi keislaman yang berkembang di berbagai kota Indonesia.

Mereka menargetkan pelajar dan mahasiswa untuk dijadikan kader baru.

Pencegahan dari sekolah

Guru Besar Ilmu Filsafat UIN Sunan Kalijaga, Amin Abdullah, di kesempatan sama mengatakan dirinya prihatin akan minimnya perhatian pemerintah pada perkembangan ilmu sosial yang berbasis pemikiran.

Pemerintah saat ini cenderung fokus pada perkembangan industri.

Padahal, perkembangan dan gejolak sosial juga hal penting yang jika diabaikan akan berdampak buruk.

"Pemerintah masih terlalu fokus pada revolusi industri, bukan revolusi pemikiran. Harus disesali kalau terus begitu. Karena revolusi pemikiran itu ada dan terus terjadi. Erupsi dalam hal agama terus terjadi," ujar Amin.

Menurutnya, pencegahan berkembangnya pemikiran radikal harus segera dilakukan. Dimulai dari institusi pendidikan.

Sekolah dan perguruan tinggi harus memiliki literatur keagamaan yang bermutu serta tenaga pendidik yang kaya akan referensi dan wawasan.

"Dengan begitu, siswa dan mahasiswa akan memiliki sumber yang bisa membimbing dengan tepat dan menawarkan problem solving atas pertanyaan yang mungkin mereka pikirkan," kata Amin.

Selama ini, lanjutnya, buku pendidikan agama di sekolah dan perguruan tinggi yang diberikan pemerintah lebih banyak membahas hal teknis seputar keagamaan dan tuntutan bagi setiap anak untuk menjadi sosok salih tanpa panduan untuk mencapainya.

Hal itu yang kemudian menjadi celah bagi penerbit buku Islam radikal untuk ditawarkan pada kaum muda yang cenderung butuh jawaban instan. (H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya