Headline
Ketegangan antara bupati dan rakyat jangan berlarut-larut.
Ketegangan antara bupati dan rakyat jangan berlarut-larut.
PERATURAN daerah (perda) mengenai perlindungan anak dibutuhkan agar program kota/kabupaten layak anak bisa diimplementasikan secara berkelanjutan. Namun, sebagian besar kabupaten/kota di Tanah Air hingga saat ini belum memiliki beleid tersebut.
“Sebagian besar (kota/kabupaten) belum memiliki perda (perlindungan anak). Baru berupa peraturan bupati atau peraturan wali kota. Hanya sekitar 100 daerah yang memiliki perda,” kata Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Lenny Rosalin di Jakarta, kemarin.
Menurutnya, perda perlindungan anak dibutuhkan agar kelanjutan pelaksanaan program kota layak terjamin dan tidak terkena dampak pergantian kepala daerah. Karena itu, perda menjadi salah satu syarat implementasi dalam kota layak anak.
Kewajiban daerah untuk mendukung kebijakan tentang anak, tegasnya, dimandatkan dalam Undang-Undang (UU) No 35/2014 tentang Perubahan Atas UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak. “Perda juga bukan hanya dari sisi pemda, melainkan juga DPRD. Setelah perda, syarat berikutnya kelembagaan, yakni pembentukan satuan gugus tugas,” ujarnya.
Lenny mengatakan upaya pemenuhan hak dan perlindungan anak melalui kota layak anak penting sebagai investasi sumber daya manusia berkualitas menyongsong generasi emas Indonesia 2045. Tahun depan, pihaknya menargetkan penambahan 50 kota/kabupaten baru yang menginisiasi kota layak anak. Saat ini baru 349 dari total 516 kota da kabupaten yang menginisiasi kota layak anak.
“Pada 2018 minimal total ada 400 kota/kabupaten menginisiasi kota layak anak sehingga pada 2020 diharapkan semua kota/kabupaten yang berjumlah 516 sudah layak anak,” tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama, aktivis perempuan dan anak Maria Ulfa Anshor mengatakan upaya membangun sistem perlindungan anak perlu memperhatikan kesenjangan antara implementasi kebijakan di tingkat institusi dan kultur di masyarakat. Selain itu, dukungan dan pelibatan masyarakat lokal terutama tokoh agama dan kaum perempuan diperlukan untuk menguatkan implementasi program.
“Pendekatan membangun sistem harus menghilangkan gap terutama pada aparatur negara, anggaran, dan sumber daya manusia. Di sejumlah daerah sudah ada perda perlindungan anak, tapi tidak berjalan. Soal akta kelahiran anak, misalnya, juga perlu dibangun kesadaran masyarakat atas kebijakan itu,” paparnya.
Pengasuh anak
Sebelumnya, saat melakukan kunjungan lapangan kota layak anak di Padang, Sumatra Barat, Lenny mengatakan peningkatan kapasitas dalam pengasuhan anak tidak hanya dibutuhkan orangtua. Sumber daya manusia (SDM) pengasuh anak di berbagai lembaga, seperti panti asuhan, penitipan anak, asrama, dan lembaga pemasyarakatan juga perlu dimaksimalkan. Ia menilai selama ini pengasuh anak di lembaga-lembaga pengasuhan masih sangat minim.
“Jika anak terpisah dari orangtua, pengasuhnya di tempat lain harus bisa berperan sebagai orangtua,” katanya. (Pro/H-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved