Headline
Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.
Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.
PENGGUNA jarum suntik (penasun) merupakan salah satu populasi kunci dalam pengendalian penyakit HIV/AIDS. Beberapa tahun terakhir dilaporkan, jumlah penasun telah menurun. Akan tetapi, layanan terapi antiretroviral (ARV) bagi mereka harus lebih maksimal diberikan.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia sekaligus ahli ilmu penyakit dalam Zubairi Djoerban mengatakan, dari penelitian awal HIV Prevention Trials Network (HPTN) 074 terlihat, terapi ARV di Indonesia belum maksimal menjangkau populasi penasun. Penelitian itu dilakukan di Indonesia, Vietnam, dan Ukraina.
“Di Indonesia, dari 587 penasun yang dilakukan screening didapati 346 orang mengidap HIV. Namun, hanya 79 atau 23% yang mulai mendapat terapi ARV. Diperlukan intervensi yang lebih luas lagi,” ujarnya dalam acara diseminasi hasil riset Keterkaitan Penelitian dan Pelayanan HIV & Adiksi di Gedung Imeri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, kemarin.
Dia menjelaskan salah satu tujuan penelitian tersebut ialah untuk menilai bahwa pengguna narkoba yang diberi terapi langsung ARV begitu terinfeksi HIV, serta diberi terapi psikososial dapat mengurangi penularan jika dibandingkan dengan terapi standar yang biasa dikerjakan.
Terapi ARV merupakan langkah mengobati infeksi HIV dengan beberapa obat ARV. ARV memang tidak membunuh HIV, tetapi dapat menekan pertumbuhan virus penggerogot sistem daya tahan tubuh itu.
Zubairi yang juga terlibat dalam penelitian tersebut mengungkapkan data lain yang didapat, yakni praktik suntik berisiko tinggi pada populasi bukan pengidap HIV (HIV negatif) di Indonesia cenderung sedikit jumlahnya, yakni 33,6%. Sementara itu, di Ukraina jumlahnya masih 41,9% dan Vietnam 18%.
“Artinya penggunaan jarum suntik steril di Indonesia sudah lebih banyak,” sambungnya. Menurut Zubairi, penelitian tersebut masih berlanjut hingga beberapa bulan ke depan.
Target ambisius
Banyak negara termasuk Indonesia berkomitmen untuk pengendalian kasus HIV/AIDS melalui program 3 Zero pada 2030. Program tersebut menargetkan 90% orang dengan HIV/AIDS (ODHA) mengetahui status mereka sebagai ODHA, 90% ODHA mendapatkan terapi ARV, dan 90% ODHA dapat menekan pertumbuhan HIV di tubuh mereka.
Target ambisius tersebut membuat Indonesia harus bekerja keras dalam mendiagnosis kasus HIV dan melakukan intervensi terapi.
Kepala Subdirektorat HIV/AIDS dan Penyakit Menular Seksual Kementerian Kesehatan RI Endang Budi Hastuti menyampaikan saat ini baru sekitar 250 ribu kasus HIV/AIDS yang sudah dilaporkan dan ditemukan. “Masih ada 400.301 kasus belum dilaporkan atau 64,3%-nya.”
Endang menyampaikan prevalensi HIV pada kalangan dewasa di Indonesia tergolong rendah, kecuali di daerah Papua. Akan tetapi, prevalensi pada kelompok populasi kunci yakni pengguna jarum suntik (penasun), pekerja seks komersial, dan lelaki suka seks dengan lelaki (LSL) masih cukup tinggi. (H-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved