Headline
Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.
Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.
Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.
MESKI terdengar sebagai bahasa asing, Hoshizora terasa sangat dekat di hati warga di beberapa tempat di Daerah Istimewa Yogyakarta. Hoshizora ialah kegiatan pemberian beasiswa sejak pertengahan 2006 kepada anak-anak setempat. Bukan kiprahnya saja. Kisah di balik pendirian yayasan itu pun tidak kalah istimewa. Hoshizora yang dalam bahasa Jepang berarti langit yang berbintang didirikan enam anak muda Indonesia yang menimba ilmu di 'Negeri Sakura'. Kegiatan sosial itu terus berlanjut meski mereka telah lulus berkuliah di Jepang dan memiliki karier masing-masing.
Salah satu pendiri Hoshizora Foundation, Reky Martha, bahkan kemudian meninggalkan karier cemerlang di Amerika Serikat (AS) demi mengurus yayasan yang berkantor pusat di Kota Pelajar itu. Hadir di acara bincang-bincang Kick Andy, Reky menuturkan aksi sosial mereka berangkat dari kesadaran akan fenomena anak jalanan di Indonesia. Mereka yakin pendidikan merupakan kunci untuk membawa anak jalanan dari lingkaran hidup yang penuh keterpurukan itu. Reky dan teman-temannya juga menyadari nilai uang yang mereka keluarkan untuk hidup di Jepang sangat besar bila dibandingkan dengan kebutuhan hidup anak jalanan.
Sebagai gambaran, biaya makan satu hari di Jepang senilai dengan biaya sekolah satu bulan di Indonesia. Mereka pun membuat cara menyisihkan uang jajan untuk kemudian disalurkan ke anak-anak di Tanah Air. "Setiap bulan kami mengumpulkan uang 1.000 yen yang sama dengan Rp100 ribu. Lalu kita kirimkan uangnya ke Indonesia untuk membantu anak jalanan atau anak putus sekolah," jelas perempuan berambut ikal ini. Pada 2 Mei 2006, aksi mereka berjalan dengan program donasi serta kakak asuh bernama Kakak Bintang.
Sementara itu, anak-anak penerima beasiswa disebut Adik Bintang.
Konsep program kakak-adik asuh tersebut juga dimaksudkan untuk membangun kedekatan emosional antara donatur dan penerima. Kedekatan emosional pula yang menjadi pembeda Hoshizora dengan yayasan pemberi beasiswa lainnya. Namun, pemberian beasiswa nyatanya tidak menjamin anak-anak untuk terus bersekolah. Hal itu merupakan pekerjaan rumah yang terus menjadi perhatian Reky. Ia ingin program beasiswa itu benar-benar dapat bermanfaat. Demi lebih total mengurus program tersebut, Reky memutuskan membuat perubahan besar dalam hidupnya.
Ia memilih meninggalkan pekerjaan di 'Negeri Paman Sam' dan menuju Kota Gudeg.
Motivasi
Hoshizora kemudian berhasil terus bertumbuh dan resmi menjadi sebuah yayasan pada 2012. Mereka pun berhasil membantu makin banyak anak dan mendampingi pendidikan mereka hingga jenjang yang tinggi. Berbagai cerita menyentuh diungkap Reky.
Bahkan, banyak kisah inspiratif justru muncul dari anak-anak tersebut. "Ada anak namanya Laras, saat itu usianya 7 tahun. Ia mengajarkan caranya berbagi hingga saya selalu ingin kembali ke Indonesia," ucap Reky. Reky pun mengatakan Laras selalu menjaga sepatu putih pemberian Kakak Bintang sehingga terlihat baru agar kelak masih berguna untuk adik Bintang.
Kini gadis bernama lengkap Ratih Laras Wati pun sedang mengenyam pendidikan di Universitas Negeri Kalijaga jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial. "Sepatu itu memotivasi saya agar bisa belajar dengan giat. Saya pun bisa mengingat ada orang-orang yang menyayangi saya. Saya ingin menjadi pekerja sosial, seperti Kak Reky," kata Laras. Hoshizora yakin pendidikan ialah kunci untuk mewujudkan cita-cita dan meraih masa depan yang lebih cerah. Masalah finansial seharusnya tidak menjadi hambatan. Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan mengembangkan potensi untuk mewujudkan hidup yang lebih baik. (M-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved