Headline
Disiplin tidak dibangun dengan intimidasi.
DUNIA kuliner Indonesia kehilangan salah satu tokoh penting, Bondan Winarno. Pekan lalu, sosok yang populer dengan istilah ‘maknyus’ itu mengembuskan napas terakhir di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah (RSJPD) Harapan Kita, Jakarta.
Sebelumnya, melalui laman Facebook, Bondan sempat mengungkapkan dirinya mengidap penyakit aneurisme aorta. Ia kemudian menjalani pengobatan dan operasi akibat kebocoran katup jantung.
Dalam bahasa awam, aneurisme aorta biasa dikenal dengan pelebaran pembuluh darah aorta. Kondisi tersebut menjadi berbahaya bagi tubuh karena aorta merupakan pembuluh darah utama dan terbesar pada tubuh manusia. Ia berfungsi untuk mengalirkan darah dengan kandungan oksigen tinggi dari jantung ke seluruh tubuh.
“Aneurisme aorta itu pelebaran yang terjadi di pembuluh aorta yang sudah melebihi 150% dari ukuran awal. Bisa terjadi sebagian pada bagian atas atau bawah, bisa menyeluruh. Orang awam biasa menyebut pembengkakan, tapi sebenarnya pelebaran,” ujar dokter spesialis jantung dan pembuluh darah RSJPD Harapan Kita, Iwan Dakota, saat diwawancara kemarin.
Iwan mengatakan, bila terjadi pada bagian atas dekat jantung, kondisinya disebut aneurisme aorta torakal. Bila terjadi pada bagian bawah (area perut), disebut aneurisme aorta abdominal. Secara umum, pelebaran yang terjadi pada bagian atas merupakan kondisi yang lebih parah karena berada lebih dekat dengan jantung.
Dikatakan Iwan, lebih dari 80% aneurisme aorta disebabkan faktor genetik. Sisanya disebabkan hipertensi dan gaya hidup. Lelaki memiliki potensi hingga tiga kali lebih besar untuk menderita aneurisme aorta daripada perempuan.
“Jadi, ini merupakan salah satu penyakit karena genetik dan jarang sekali menimbulkan gejala,” ujar Iwan.
Akibat minimnya gejala tersebut, lanjut Iwan, banyak pasien yang terlambat mendapatkan penanganan. Umumnya pasien datang dalam kondisi sudah parah. Di antaranya kondisi aorta yang sudah hampir pecah atau kondisi katup jantung yang mengalami kebocoran akibat pelebaran yang sudah parah.
“Jadi, mereka (pasien) rata-rata datang sudah ada gejala. Bila pelebarannya di bagian atas, gejala yang timbul seperti sesak, batuk darah, dan perubahan suara. Kalau di bawah, timbul sakit perut yang parah. Itu tanda sudah sangat besar pelebarannya,” ujar Iwan.
Untuk mengetahui apakah seseorang mengalami masalah tersebut, haruslah dilakukan pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh. Pemeriksaan kesehatan jantung menjadi salah satu cara yang dapat dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya penyakit tersebut.
“Tindakan untuk menangani melalui pembedahan. Namun, sekarang bisa juga dilakukan melalui nonbedah, yakni pemasangan stent graft atau melapisi pembuluh darah yang mengalami pembengkakan dengan perangkat khusus melalui proses thoracic endovascular aortic repair,” ujar Iwan.
Untuk mengetahui prosedur apa yang sesuai, pasien harus terlebih dulu melalui proses observasi. Semakin tinggi posisi pelebaran mendekati jantung, penanganan akan semakin rumit.
“Ini salah satu masalah pada jantung yang paling rumit. Namun, saat ini tingkat keberhasilan penanganan sudah tinggi, di atas 80% dan masuk tanggungan BPJS Kesehatan,” ujar Iwan.
Beberapa potensi komplikasi pascaoperasi masih mungkin terjadi. Di antaranya stroke dan aritmia. Meski begitu, dikatakan Iwan, potensi keberhasilan penanganan tetap tinggi.
“Untuk itu, bila dirasa memiliki potensi mengalami itu, harus rutin periksa kesehatan untuk mendeteksi dini dan mendapatkan penanganan sebelum parah,” saran Iwan.
Gaya hidup
Penjelasan senada juga disampaikan dokter spesialis bedah toraks kardiovaskular, Alexander Jayadi. Ia mengatakan pasien sering kali tidak menyadari gejala awal adanya pembengkakan aorta di tubuhnya sehingga ketika didiagnosis, sudah pada kondisi yang lebih berat.
“Kalau pelebarannya telanjur besar, berbahaya. Seperti bom waktu karena kalau pecah, bisa mengakibatkan perdarahan hebat dalam tubuh. Pasien bisa shocked, bahkan meninggal mendadak,” terang dokter dari Vascular Center RS Premier Bintaro, Tangerang, itu.
Ia mengungkapkan, sama seperti penyakit pembuluh darah lainnya, yakni stroke dan jantung koroner, timbulnya aneurisme aorta selain karena faktor genetik, juga karena gaya hidup tidak sehat.
Ada sejumlah hal yang perlu diperhatikan di antaranya kolesterol tinggi pada darah, tekanan darah tinggi (hipertensi), kurang olahraga, serta kebiasaan merokok.
“Kalau ada faktor-faktor itu, harus diperhatikan. Kalau ada hipertensi, tekanan darahnya harus dikendalikan. Apabila kadar kolesterol tinggi di dalam darah, kolesterolnya harus diatur dengan obat-obatan. Kalau sudah ada keluhan gejala gangguan pembuluh darah lainnya, harus medical check-up rutin,” ujarnya. (Ind/H-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved