Headline
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan
KEMENTERIAN Kesehatan memperkirakan di Indonesia terdapat 4 juta orang dengan demensia pada tahun 2050, jika tidak ada kegiatan untuk menanggulangi penyakit ini.
Hal tersebut disampaikan Menteri Kesehatan RI Nila F Moeloek saat membuka 20th Asia Pacific Regional Conference of Alzheimer’s Disease International (ADI) 2017, di Jakarta, Sabtu (4/11). Ajang ini akan dihelat hingga 5 November mendatang di Fairmount Hotel, Jakarta.
Dalam sambutannya, Nila juga menekankan pendekatan siklus hidup (life-cycle approach) dan gaya hidup sehat. Sehingga orang dengan demensia dan pendamping mendapatkan perlindungan terkait hak-haknya sebagai manusia, mulai dari hukum hingga pengelolaan keuangan.
Dengan cara ini, pemerintah fokus untuk menurunkan potensi jumlah penderita Alzheimer di Indonesia. “Kalau kita tidak melakukan sesuatu maka perkiraan pada 2050 akan ada 4 juta orang dengan demensia di Indonesia,” papar Nila.
Pemerintah berharap berbagai kegiatan seperti konferensi ini, dapat menambah pemahaman masyarakat dan memberikan gambaran apa saja yang bisa kita lakukan untuk mencegah Alzheimer. Sehingga masyarakat tidak lagi maklum dengan pikun.
Ditambahkan oleh Chief Executive Officer (CEO) Alzheimer’s Disease International (ADI) Paola Barbarino, bahwa jumlah orang dengan demensia (ODD) di seluruh dunia akan mencapai 131,5 juta pada 2030 atau mengalami kenaikan 69%.
Tingginya angka ODD juga akan mempengaruhi beban ekonomi sebuah negara dan masyarakat. “Pada 2016 penyakit ini diperkirakan memiliki biaya sebesar US$818 miliar per tahun, dan diprediksi meningkat menjadi US$1 triliun pada 2018 dan menjadi US$2 triliun pada 2030,” tutur Paola.
Ia menjelaskan, sekitar 68% ODD berasal dari keluarga menengah ke bawah. Negara-negara Asia pun memiliki potensi yang lebih besar untuk kenaikan jumlah ODD dalam beberapa tahun ke depan.
Beberapa faktor yang memicu tingginya biaya penanganan di Asia disebabkan antara lain kurangnya pemahaman atas penyakit demensia, dan kurangnya sumber daya serta pelatihan bagi para pendamping ODD.
“Untuk itu, kami sangat mengapresiasi Pemerintah Indonesia yang telah berhasil meluncurkan Rencana Aksi Nasional untuk penanganan demensia dan alzheimer. Akan tetapi peningkatan pemahaman atas penyakit ini seharusnya menjadi tanggung jawab bersama baik dari Pemerintah maupun Alzheimer’s Indonesia agar beban penyakit ini dapat berkurang di masa depan,” ungkap Paola.
Paola juga menambahkan bahwa selain Rencana Aksi Nasional yang sudah dimiliki Indonesia, pendidikan yang terus menerus adalah kunci untuk penanganan penyakit ini. Hal ini nantinya akan mempengaruhi bagaimana penanganan demensia pada level pasien, di mana tiap-tiap penanganan akan disesuaikan dengan kondisi pasiennya sendiri.
Pemahaman yang cukup juga akan membantu mendorong pemerintah dan komunitas untuk menciptakan infrastruktur, dan berbagai kegiatan yang dapat mencegah demensia ke depannya.
Pada kesempatan yang sama, Executive Director Alzheimer’s Indonesia Sakurayuki menjelaskan, konferensi regional Alzheimer’s Disease Asia Pasifik akan dijadikan momentum bersama untuk meningkatkan pemahaman kepada semua pihak seperti pemerintah dan pendamping, serta orang-orang yang mungkin akan terlibat dengan para ODD.
Konferensi akan membahas mengenai kondisi penyakit demensia alzheimer dari segi medis, juga membahas pendekatan personal bagi para pendamping serta aspek hukum bagi ODD.
“Kami berharap berbagai kegiatan ini dapat menambahkan pemahaman masyarakat dan memberikan gambaran apa saja yang bisa kita lakukan untuk mencegah alzheimer, sehingga masyarakat tidak lagi maklum dengan pikun,” pungkas Sakurayuki. (OL-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved